HomeKabar BintuniPapua di antara Uranium dan UU Ciptaker

Papua di antara Uranium dan UU Ciptaker

Ilustrasi uranium dan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir. Foto Pixabay.

PT Freeport akan hengkang pada tahun 2024 mendatang. Menurut informasi terakhir, mereka sudah menyiapkan dana sebesar 6 triliun untuk menutup operasi penambangan di Grasberg, Papua.

Namun, setelah usai dengan penambangan emas, nampaknya bumi Papua perlu waspada dengan isu penambangan uranium. Isu yang sudah berkembang lama ini semakin terlihat titik terangnya setelah pengesahan UU Ciptaker pada tahun 2020 lalu.

Mantan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Djarot Sulistio Wisnubroto, menyebut Omnibus Law membuka peluang badan usaha untuk melakukan penambangan bahan bakar nuklir, yakni uranium dan thorium.

Berdasarkan penelitian tahun 2019,  Indonesia memiliki potensi 74 ribu ton uranium dan 130 ribu ton thorium. Sejauh penelitian Batan, Sumatra memiliki 31.567 ton uranium dan 126.821 ton thorium. Selanjutnya, Kalimantan mengandung 45.731 ton uranium dan 7.028 ton thorium. Sedangkan, Sulawesi sebanyak 3.793 ton uranium dan 6.562 ton thorium.

Memang belum ada data terkait kandungan uranium di Papua. Namun, bukan berarti Negeri Cenderawasih tidak mengandung mineral bahan bakar nukilr tersebut. Pasalnya, BATAN menyebut seluruh kepulauan Indonesia berpotensi mengandung uranium.

Henock Ondy, geolog alumni Universitas Sriwijaya Palembang, membenarkan hal tersebut. Ia menyebut uranium bisa saja terkandung dalam galian tambangan jenis apapun. Selanjutnya, Endang Hartiningsih selaku dosen teknik mineral Universitas Negeri Cenderawasih (Uncen) pula senada.

Bahwa secara geologi, tanah Papua terbentuk dari batuan beku ultrabasa. Batuan ini biasanya mengandung mineral uranium yang cukup kaya. Salah satu buktinya adalah kemiripan antara karakteristik batuan Papua dan Australia Utara yang mana mengandung uranium. 

Kendati demikian, hal ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

Dampak Ciptaker pada Penambangan Bahan Baku Nuklir

Isu pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia sudah ada sejak tahun 1970-an. Namun, masih banyak kendala dalam penerapannya. Misalnya, masalah tenaga kerja, dana, dan teknologi.

Pun, UU nomor 10 tahun 1997 melarang penggunaan uranium untuk kepentingan komersial. Namun dengan adanya Ombibus Law, maka hal ini tidak lagi berlaku. Artinya, pihak swasta atau BUMN dapat berbisnis melalui kegiatan pertambangan galian nuklir ini.

Di satu sisi, Indonesia semakin dengan dengan proyek ketahanan energi. Pasalnya, uranium bukan bahan habis pakai seperti minyak dan gas. Limbah uranium, yakni plutonium, dapat kembali dimanfaatkan sebagai energi.

Pemerintah dan BATAN menilai bahwa ini merupakan prospek cerah bagi ketahanan energi Indonesia. 

Namun dipihak lain, akankah penambangan uranium dan thorium ini akan berdampak baik pada lingkungan dan masyarakat. 

Sumber:
Umah, Anisatul. 2020. UU Ciptaker: Badan Usaha Kini Bisa Nambang Bahan Baku Nuklir. CNBCIndonesia edisi 09 October 2020.

JIBI. 2019. Inilah Lokasi Bahan Bakar Nuklir, Uranium dan Thorium, di Indonesia. Kabarbisnis edisi 07 Mei 2019.

Redaksi Jubi. 2014. Benarkah Ada Uranium di Papua. Jubi edisi May 9, 2014

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments