Yohanis Manibuy
Interkoneksi Perhubungan dan SDM Bintuni Merupakan Kunci Kemajuan Teluk Bintuni yang Sehat dan Berkarakter

“Perbaikan layanan birokrasi, perhubungan dalam daerah, serta pengembangan manusia di Teluk Bintuni berimbas pada peningkatan ekonomi serta pengembangan sumber daya manusia, yang dapat mengentaskan stunting yang masih menjadi momok utama di kawasan Mangrove terbesar ke dua di Indonesia ini”
Oleh Fredi Nusa
Antara Stunting, Kemiskinan Ekstrem dan Kemudahan Akses
Setiap tahun pemerintah mengumumkan data daerah-daerah termiskin di Indonesia, dan Papua Barat khususnya Teluk Bintuni bahkan masuk dalam kategori daerah dengan kemiskinan ekstrem, sesuai yang disampaikan oleh pemerintah.
Hal ini menjadi keresahan dari Yohanis Manibuy, sosok pengusaha dan politisi Teluk Bintuni yang namanya sudah dikenal oleh masyarakat Teluk Bintuni dan Papua Barat, terutama pada kiprahnya di dunia bisnis serta kegiatan sosial yang sudah membuncah pada usia yang tergolong muda.
Baginya, menurunkan angka kemiskinan yang menyentuh kategori ekstrem, serta mengatasi stunting merupakan program yang harus mendapatkan perhatian lebih oleh Pemerintah Daerah nantinya.
Sebagai bentuk konkrit untuk mengatasi hal ini, ia berpendapat, tidak bisa dilakukan dengan melokalisir satu per satu permasalahan dengan solusi yang berbeda.
Pengembangan sarana prasarana penunjang dalam pembangunan di Negeri Sisar Matiti, menjadi kunci berkembangnya Sumber Daya Manusia, dan meningkatnya ekonomi yang berimbas pada naiknya daya beli masyarakat.
“Jangka panjangnya untuk masalah stunting akan bisa diatasi jika ekonomi masyarakat Teluk Bintuni bertumbuh, sehingga daya beli masyarakat juga akan cukup untuk kebutuhan gizinya. Dari sini kita bisa mendapatkan bonus demografi peningkatan kesehatan fisik dan psikis juga. Daya beli masyarakat ini akan tumbuh jika ketersediaan dan keterjangkauan masyarakat dalam memperoleh pangan yang mudah,” cerita politisi muda yang sekarang menjabat sebagai Ketua DPD II Partai Golkar Teluk Bintuni ini.
Menurutnya, perbaikan dan pembangunan infrastruktur merupakan unsur yang sangat berpengaruh akan berputarnya sebuah roda perekonomian di sebuah daerah. Hal ini akan bisa lebih efektif dengan meningkatkan tersedianya angkutan masyarakat dan barang.
Transportasi melalui darat dan laut perlu mendapatkan tambahan pelayanan agar dapat menjangkau dan dijangkau oleh masyarakat, yang bisa berimbas pada perputaran ekonomi yang lebih efektif.
Pemuda yang kerap dipanggil Anisto ini melihat perlunya revitalisasi serta pengembangan Angkutan Masyarakat Bintuni sebagai fokus utama dalam perbaikan infrastruktur ke depannya.
Pemanfaatan fasilitas serta penambahan terminal dan juga jetty menjadi kunci bagi kemudahan akses masyarakat yang bisa berimbas pada peningkatan kualitas hidup untuk mengatasi masalah stunting di Teluk Bintuni.
“Semua hal ini mempunyai keterkaitan satu sama lain. Selain itu, untuk program jangka pendeknya, kita perlu adanya subsidi yang berupa bantuan sosial yang merata kepada masyarakat ekonomi lemah. Menyediakan akses terhadap air bersih, sanitasi dan juga rumah layak huni. Layanan pendampingan tenaga kesehatan bagi ibu hamil sampai melahirkan, pemberian nutrisi dan gizi yang baik bagi bayi dan ibu perlu lebih ditingkatkan. Awareness itu bisa hadir dengan meningkatkan pelayanan di seluruh Posyandu yang ada di Teluk Bintuni. Intinya, semua itu menjadi item-item meningkatkan kualitas hidup yang berimbas satu sama lain” kata Anisto.

Merambah Sektor Non Migas, Meningkatkan Angka Penyerapan Tenaga Kerja di Teluk Bintuni
Sektor tenaga kerja juga menjadi salah satu penunjang peningkatan ekonomi pada sebuah daerah. Sayangnya, di Teluk Bintuni yang masuk sebagai Kawasan Industri Khusus dengan beroperasinya LNG Tangguh, penyerapan tenaga kerja lokal terutama Orang Asli Papua (OAP) masih jauh dari kata maksimal.
Menurut Anisto selama ini, daerah masih terfokus pada pengembangan SDM pada sektor Migas, karena memang itu menjadi sektor unggulan. Namun tidak menutup kemungkinan, ke depan harus bisa ada penarikan investor swasta yang mau membuka lapangan usaha, atau bisa juga dari pemerintah sendiri yang bergerak di sektor Non Migas. Hal ini merupakan salah satu solusi agar tenaga kerja di Teluk Bintuni bisa tersebar merata di sektor-sektor lainnya selain Migas.
“Masih ada sektor-sektor potensial lainnya selain Migas di Teluk Bintuni yang bisa menarik investor. Sumber daya alam serta habitatnya dan hasil mangrove contohnya, masih bisa lebih maksimal untuk dieksplorasi lebih jauh untuk dapat dijadikan sebuah industri. Untuk itu, agar dapat bersaing dan terserap pada perusahaan-perusahaan yang sudah beroperasi dan akan beroperasi di Teluk Bintuni, tenaga kerja lokal terutama OAP harus dipersiapkan dan mendapatkan pembinaan secara maksimal, dengan basis Detail Oriented Skill, atau kemampuan yang memperhatikan detail,” ujar Anisto.
Oleh karenanya, sejumlah program harus dipersiapkan, agar pengembangan SDM di Teluk Bintuni tidak hanya terfokuskan pada sektor Migas saja. Contohnya bisa dengan meluncurkan program beasiswa untuk pemuda-pemudi Teluk Bintuni, yang disesuaikan dengan kebutuhan jurusan pendidikan yang ditempuh di akademi maupun universitas.
Sektor informal yang terampil dan profesional juga harus diperhatikan dengan mempersiapkan balai latihan kerja atau kerjasama dengan BLK lainnya yang sudah eksis dan memiliki standar untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja informal.
Program untuk memfasilitasi di bidang agrikultur dan perikanan, dengan memperhatikan kesesuaian komoditas per wilayah, yang diselaraskan dengan pendampingan tenaga-tenaga kerja yang dapat memenuhi standar di bidang tersebut.
Selain fokus pada permasalahan tenaga kerja pada sektor formal dan informal, Anisto juga ingin untuk memacu pemuda-pemudi di Teluk Bintuni yang mempunyai minat agar menjadi wirausaha. Hal itu dapat diwujudkan dengan lebih menggiatkan pelatihan UMKM dan industri kreatif untuk masyarakat, terutama kepada generasi milenial di Teluk Bintuni.
Anisto berpendapat, untuk menggairahkan ekonomi secara langsung, pemerintah ke depannya juga perlu lebih masif untuk memberikan program stimulan berupa padat karya yang dikelola oleh masyakat.
“Saya rasa masih banyak SDM di Teluk Bintuni yang mampu mengerjakan proyek-proyek padat karya. Bukan saja stimulan ini mampu menjadikan pemuda dan pemudi Teluk Bintuni lebih bergairah untuk menjadi entrepeneur, mengalihkan fokus hanya untuk bekerja di Migas saja atau menjadi PNS. Mindset generasi milenial dan gen x seterusnya harus kita bentuk, agar kemandirian bisa menjadi ciri dari masyarakat Teluk Bintuni. Sebuah peradaban baru yang madani,” pungkasnya.