Menjadi rahasia umum bahwa kerusakan lingkungan kerap terjadi di alam Papua. Misalnya, perusahaan asal Negeri Gingseng yang membakar ribuan hektare hutan Papua. Kasus itu sudah terjadi bahkan sejak tahun 2001.
Kasus lainnya, penyelundupan ratusan kontainer berisi kayu asal Papua pada tahun 2019. Satuan Tugas Ditjen Penegakan Hukum KLHK menemukan 81 kontainer kayu ilegal milik dua buah perusahaan yang beroperasi di sana.
Dari kasus pertama, pembakaran hutan yang terjadi sejak 2001, misalnya. Kasus ini baru kemudian menjadi sorotan setelah berlangsung selama 10 tahun. Pada kasus kedua pun, butuh waktu yang tidak sebentar dalam mengendus kejahatan tersebut.
Lantas, mengapa kasus-kasus kejahatan lingkungan di Papua sulit mencuat ke publik?
KPK: Isu Lingkungan Perlu Pengawalan Warga
Berdasarkan data Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil, praktik pembangunan di Papua masih belum memikirkan kesejahteraan masyarakat lokal. Koalisi tersebut terdiri dari 9 LSM, yakni Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Eksekutif Daerah Papua, Yayasan Pusaka, Foker LSM, Jerat, LBH, Yali, Kipra, YPMD, dan SKP Keuskupan Merauke.
Menurut Aiesh Rumbekwan selaku Direktur Eksekutif Walhi, kekayaan alam Papua kerap diberikan kepada pengusaha ekonomi lokal, nasional dan transnasional. Dengan demikian, posisi OAP terpinggirkan dalam sistem pasar dan usaha komersial.
“Usaha OAP dikalahkan, diabaikan tanpa perlu dungan oleh otoritas negara. Sumber daya alam dikuras, hutan rusak dan hilang,” ujarnya, mengutip dari Kabarpapua.
Atas paradigma pendekatan pembangunan model tersebut, tak ayal banyak isu lingkungan terjadi. Padahal, penting bagi masyarakat Indonesia, khususnya Papua untuk mengetahuihal tersebut.
Ihwal mencuatnya isu lingkungan tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi punya pendapat. Aryo Wisanggeni, editor media lokal dari Papua, mengutip dari laman KPK, menyebut bahwa salah satu alasan mengapa isu lingkungan Papua sulit keluar.
Pertama, biaya peliputan yang mahal.
“Biaya peliputan yang mahal membuat pemberitaan tentang Papua timbul tenggelam,” ujar Aryo, mengutip dari KPK.
Kondisi geografis Papua membuat biaya peliputan menjadi mahal. Termasuk biaya transport lokal. Hal ini yang sering terjadi dengan wartawan lokal. Media lokal harus berusaha keras dalam memikirkan cara untuk tetap berjalan. Lantas, uang transport untuk peliputan kerap dikesampingkan.
Media lokal harus bergantung pada iklan dari Pemerintah Daerah setempat dan tidak jarang itu mengganggu independensi media.
Selain itu, Aryo juga menjelaskan bahwa kerap kali para jurnalis buta dengan kondisi geografis.
“Mereka menganggap masyarakat Papua selalu sama dengan kota lain. Misalnya, mereka tidak punya pembanding apakah benar kalau pembangunan infrastruktur akan menyelesaikan masalah di Papua.”
Dorong Kinerja Jurnalis Warga
Ada satu upaya untuk meningkatkan kualitas penyebaran informasi di Papua, khususnya dalam isu lingkungan. Salah satunya memanfaatkan jurnalis warga.
Konsep jurnalis warga adalah memanfaatkan masyarakat umum untuk melaporkan dan menyebarkan informasi terkait kejadian yang ada. Dalam konteks ini, kejahatan atau isu lingkungan.
Aryo mengusulkan untuk membentuk suatu platform khusus agar masyarakat dapat memberikan informasi kepada jurnalis. Kemudian, dari sana para jurnalis akan mengolah informasi menjadi berita untuk media nasional.
Namun, ada beberapa kendala terkait jurnalis warga. Pertama, perihal kebenaran informasi. Tak sedikit warga yang tidak memahami metode atau kaidah jurnalistik dalam penyampaian informasi. Hasilnya, berita tersebut dikhawatirkan tergolong dalam berita hoaks.
Kedua, masalah keamanan warga itu sendiri. Saat ini, informasi masih mereka sebarkan melalui media sosial. Hal ini akan berpengaruh pada keselamatan mereka. Misalnya, berita yang mereka unggah merupakan informasi krusial dan pelaku ingin menghabisi nyawa mereka.
Sumber:
Elisabeth Asrida. 2020. Mengurai Persoalan Penegakan Hukum Kejahatan Kehutanan di Papua. Mongabay edisi 1 Juni 2020
Humas KPK. 2020. Jurnalisme Warga untuk Mengawal Isu Lingkungan di Papua. KPK edisi 29 Januari 2020
Redaksi Kabar Papua. 2018. Ini Catatan Sembilan LSM di Papua Terkait Kejahatan Lingkungan. Kabarpapua Edisi 13 Maret 2018