HomeKabar BintuniMemicu Konflik Untuk Mendulang Emas Hitam di Weriagar

Memicu Konflik Untuk Mendulang Emas Hitam di Weriagar

Pipa pengeboran minyak di Dusun Waname yang dioperasionalkan oleh PT PUW tanpa seizin pemilik lahan.

“Yakobus Bauw ini, bapa petuanan yang bikin adat. Tapi sampai sekarang mereka Marga Bauw besar tidak mau akui. Jadi minyak ini mereka anggap mereka punya, padahal ini di kampung kami Bauw Kecil. Sampe Araco dulu masuk di tahun 80an, mereka suru polisi datang pukul bapa tua ini sampe babak belur. Kaka perempuan masi simpan bapa tua punya gigi itu sampe sekarang” cerita Sius Bauw, mengenai awal konflik antar marga di Weriagar akibat eksploitasi minyak yang dilakukan di Dusun Waname, dimana di dusun ini tersimpan cadangan minyak yang begitu besar.

Sudah bukan rahasia umum jika tanah Papua menyimpan sumber daya alam yang begitu besar dan menarik minat dari perusahaan-perusahaan besar di Jakarta maupun pemerintah. Begitu jumawanya perusahaan-perusahaan ini untuk melakukan eksploitasi, hingga hampir segala cara dipergunakan untuk memuluskan jalan mereka dalam mengeruk kekayaan alam di Tanah Papua.

Konflik horisontal merupakan salah satu cara yang dipergunakan oleh perusahaan, agar niatan tersebut bisa berjalan mulus. Kerap modus ini dipergunakan, dengan membenturkan satu marga atau pemilik ulayat dengan marga lain yang juga sebagai pemilik ulayat pada batas tanah yang mengandung sumber daya alam, agar pengerukan tersebut bisa dilakukan secara leluasa. Dan, konflik ini pula yang dipergunakan oleh perusahaan-perusahaan dari Jakarta untuk menyedot minyak mentah dari Dusun Waname, Distrik Weriagar di Teluk Bintuni, Papua Barat.

Sius Bauw mengatakan, bahwa sejak ditemukannya cadangan minyak yang begitu besar dari Dusun mereka, perusahaan datang silih berganti untuk mengeruk keuntungan dari emas hitam ini. Namun, sepeserpun tidak pernah mereka terima dari hasil penjualan minyak tersebut. Karena sejak awal, mereka marga Bauw kecil sebagai pemilik ulayat di Dusun Waname ini masih belum menyetujui adanya eksploitasi minyak di dusun mereka sebelum kesepakatan jelas dilakukan antara semua pemilik.

Namun, perusahaan meminta persetujuan dari Marga Bauw besar, dan kesepakatan perusahaan dengan Bauw besar dianggap sebagai dasar untuk melakukan pengerukan. Hal ini masih berlangsung hingga kini, dimana operasi produksi minyak mentah dilakukan oleh PT Petroenergy Utama Weriagar (PUW) secara ilegal.

PT PUW Mencuri 8.500 Barel Minyak Mentah Dari Waname dan Menimbulkan Pencemaran Lingkungan

Tumpahan minyak akibat aktivitas produksi PT PUW yang mengakibatkan pencemaran di seluruh dusun Waname.

Perihal keberadaan sumur yang menjadi hak dari marga Bauw kecil, diceritakan oleh Sius Bauw bahwa telah dilakukan pengukuran tapal batas ulang, dan sudah dinyatakan bahwa keberadaan sumur ada di Waname, yang merupakan hak ulayat dari Marga Bauw Kecil. Namun menurutnya, PT PUW tidak mengindahkan hal ini, dan tetap melakukan aktivitas produksi minyak mentah dengan persetujuan dari marga Bauw Besar. Bahkan sebanyak 8.500 barel minyak mentah diambil oleh PT PUW tanpa persetujuan mereka, pun pemerintah daerah.

“Waktu itu kita semua sudah ketemu di Kantor Bupati, dan di situ sudah ada kesepakatan. Tidak ada Aktivitas produksi sebelum PT PUW ini jelas pembagiannya untuk kami marga Bauw kecil berapa, untuk pemerintah berapa, dan untuk mereka berapa. Mereka sudah tau kalau sumur ini di Waname, punya kami. Tapi dia tidak mau tau, ambil orang kiri kanan, suru tanda tangan terus ambil minyak dari kami punya dusun,” ungkap Sius.

Sius Bauw (kiri) ketika melaporkan PT PUW ke Dirutpolair Teluk Bintuni.

“Kemarin itu ketahuan mereka sudah angkut minyak taruh di kapal sebanyak 8.500 barel. Kami sudah mencegah itu. Kami tidak tahu aktivitas produksi, mereka cuma pake selang plastik kemudian dialirkan ke kapal yang sudah standby. Saya kaget. Itu minyak tumpah-tumpah satu kampung penuh minyak. Kami palang kapal tersebut. Tapi diam-diam kapal dilayarkan oleh PT PUW. Hal ini yang kemudian kali laporkan ke Dirutpolair Teluk Bintuni dan akan kami gugat melalui YLBH Sisar Matiti,” imbuhnya.

PT PUW Belum Mendapatkan Izin Dari Pemda

Lanjut menurut Sius Bauw, ketika mengkonfirmasi perihal perizinan PT PUW dalam melakukan aktitvitas produksi ke Sekretaris Daerah (Sekda) Teluk Bintuni, ternyata PT PUW melakukan aktivitasnya tanpa adanya izin dari pihak pemda.

“Waktu itu saya tanya ke bapa Sekda, ini mereka mau angkut minyak dari kami punya kampung, apa Pemda sudah kasi izin? Bapa Sekda bilang belum. Makanya saya langsung balik ke kampung dan palang itu kapal. Kami sudah kasih sanksi adat, tapi mereka tidak mau tahu dengan hal itu, Tetap diam-diam mereka angkut minyak itu sampe 8.500 barel baru kasi tinggal kami punya dusun kotor dengan tumpahan,” pungkas Sius.

PT PUW yang beralamat di Rabana Building, Lt. 5, JL Tomang Raya No 48A, 11430, RT.5/RW.1, Jatipulo, Kec. Palmerah, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta., memang sejak awal beroperasi di Teluk Bintuni sudah sarat dengan masalah. Hingga kini, perusahaan KSO dari Pertamina PE ini belum mendapatkan izin baik dari pemerintah daerah, maupun masyarakat.

Modus-modus yang dilakukan oleh perusahaan ini pun bermacam-macam. Di tahun 2021, pernah terungkap Head Human Resource dari perusahaan ini menggunakan modus sebagai aparat TNI palsu untuk melakukan lobi-lobi pejabat demi mendapatkan izin untuk beroperasi. http://bicarauntukrakyat.com/2021/05/03/pesona-seragam-aparat-pt-puw-jalan-mulus-lobi-pejabat/

 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments