Gubernur Papua Lukas Enembe menyebut bahwa masyarakat Papua hidup tidak bahagia. Ukuran ini tidak hanya berlaku di Indonesia saja, namun juga dunia. Hal ini merujuk pada kondisi masyarakat Papua di sejumlah wilayah. Sebutlah Intan Jaya, Nduga, dan Pegunungan Bintang.
“Kehidupan orang Papua tidak bahagia. Orang Papua tidak happy di seluruh Papua. Di seluruh muka bumi ini yang tidak happy itu orang Papua. Kamu catat itu,” ungkap Lukas Enembe.
“Orang Papua tidak hidup dalam kebahagiaan. Intan Jaya menangis, Puncak menangis, Nduga menangis, Pegunungan Bintang menangis, dan Maybrat menangis,” imbuhnya.
Dalam video berdurasi 1 menit 23 itu Lukas Enembe menekankan bahwa masyarakat Papua layak hidup bahagia. Mereka memiliki hak untuk hidup damai dan menikmati apa yang mereka punya.
Menanggapi hal tersebut, mantan Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, meminta presiden Jokowi membuka dialog dengan masyarakat Papua. Hal ini dilandasi oleh beberapa alasan, seperti persoalan demokrasi dan potensi perlawanan dari masyarkat Papua.
“Saya tidak pernah bosan2 meminta Jokowi buka kran demokrasi (Dialog). Sy kawatir jika akan muncul perlawanan masif semua org Papua meluapkan memori derita bisa lebih destruktif tapi & lepas karena dunia tdk akan diam. @jokowi,” kata Natalius Pigai di akun Twitter-nya.
Ihwal maksud dan latar belakang Gubernur Papua mengatakan hal tersebut diklarifikasi oleh Pj Kepala Biro Umum Protokoler Provinsi Papua, Elpius Hugi. Menurutnya, ungkapan Gubernur Papua merujuk pada kedamaian.
“Niat Gubernur Lukas Enembe dalam video tersebut karena orang Papua ini berkembang dalam Injil, sehingga mereka selalu mencintai kedamaian, kenyamanan dan kegembiraan,” kata Elpius mengutip Tribun-Papua.com, Kamis (10/2/2022).
“Karena gubernur melihat banyak gejolak dengan berbagai penembakan, untuk itu dia berharap semua pihak terus bersinergi menjaga perdamaian di Papua, agar tidak ada lagi air mata yang berjatuhan,” imbuhnya.
Elpius Hugi khawatir kalimat yang diucapkan oleh Gubernur Papua itu disalahartikan oleh masyarakat luas. Khususnya di media sosial.
Bukan Rahasisa Umum Papua Sarat Konflik
Soal konflik yang kerap melekat dengan Papua bukanlah lagi rahasia umum. Bahkan, film terbaru berjudul “Si Tikam Polisi Noken” digadang menggambarkan sisi lain kondisi Papua. Sisi lain tersebut boleh jadi bentuk ketidakamanan kondisi Bumi Cenderawasih itu.
Soal kondisi Papua yang lekat dengan konflik sudah sering dibahas. Menilik sejarah, Papua bergejolak sejak tahun 1940 hingga kini. Misalnya, sejak Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 27 Desember 1949 hingga diadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) atau Act of Free Choice pada 14 Juli hingga 2 Agustus 1969.
Kemudian konflik bersenjata pertama kali pada 26 Juli 1965 di Manokwari. Selanjutnya, Mei 1977 sekitar 200 gerilyawan OPM menyerang Freeport, terutama di Desa Amungme. Keputusan pemerintah tentang resolusi konflik di Indonesia kerap dianggap tidak merepresentasikan aspirasi masyarakat Indonesia. Bahkan sejak Referendum tahun 1969.
Hal ini diungkapkan oleh Analis Politik Internasional dan Resolusi Konflik Adriana Elisabeth. Menurutnya, program pembangungan yang dilakukan oleh pemerintah harus sejalan dengan perdamaian.
“Pembangunan dan kedamaian sama-sama penting. Hal ini yang kerap bergesekan antara ketidaksepahaman dua belah pihak.Terdapat prinsip kemanusiaan (humanity) yang perlu diintegrasikan melalui dialog demi memahami pemikiran masing-masing pihak. Sehingga, keputusan yang diambil–dalam konteks ini dapat berbentuk program pembangunan–tidak bersifat topdown atau seakan dari pemerintah saja,” ucapnya.
Menyambung hal ini, Indonesia sudah diingatkan sejak belasan tahun lalu. Profesor Dewi Fortuna, seorang peneliti dan ilmuwan terkemuka Indonesia, mengingatkan bahwa Indonesia kerap abai dengan timur. Bukan hanya timur, tapi apa yang ada di luar Jawa.
Irian sudah menjadi bagian dari Indonesia sejak tahun 1963. Dan, sejak itu pula gejolak kemerdekaan Irian Barat sudah ada. Hal ini dipicu oleh aktivitas eks KNIL yang ada di Belanda, Australia, maupun Amerika Serikat.
Persoalannya, celah ketidakpuasan terhadap pemerintahan Indonesia atas Papua semakin melebar seiring perkembangan Indonesia. Hal ini ditandai dengan pembangunan yang terlihat lebih condong kepada bagian barat Indonesia.
“Saya kira semua mengakui dan harus jujur mengakui bahwa pembangunan selama ini lebih terfokus di wilayah Barat karenaa wilayah Papua ini memang lokasinya jauh dari Jakarta,” paparnya.
“Seolah-olah ada kesan bahwa Jakarta hanya peduli kepada sumber daya alam dari Papua saja. Ada kesan kita ingin mengeruk untuk bisa dinikmati seluruh Indonesia saja tetapi sumber daya manusia Papua sendiri cenderung kita abaikan,” imbuhnya.
Sumber:
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2006. Dewi Fortuna Anwar: Sejarah Papua adalah Sejarah Indonesia. Edisi 12 Sep 2006.
Redaksi Sindonews. 2022. Atasi Konflik Papua, Pengamat Sarankan Pemerintah Lakukan Pendekatan Secara Integratif. Sindonews edisi 26 Januari 2022.
Widadio, Nicky Aulia. 2019. Riwayat konflik Papua, tanah kaya di ujung timur Indonesia. Aa.com edisi 5 November 2019.
Putri, Gisella. 2022. Ada Apa Lukas Enembe Sebut Orang Papua Tak Bahagia? Law-justice edisi 09 Februari 2022.