HomeKabar BintuniTanah Papua Memerlukan Kebijakan Khusus: Seruan kepada DPD, DPR, Gubernur, dan Bupati...

Tanah Papua Memerlukan Kebijakan Khusus: Seruan kepada DPD, DPR, Gubernur, dan Bupati untuk Bertindak!


Oleh Yohanes Akwan, S.H., M.A.P.
Direktur Eksekutif YLBH Sisar Matiti

Pada tahun 2001, Provinsi Papua diberikan status Otonomi Khusus (Otsus) berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001, yang terakhir diubah melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021. Selain itu, berlaku pula Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Namun, membahas Otsus Papua tidak cukup hanya melihat aspek perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Tanah Papua memerlukan regulasi khusus di sektor-sektor strategis seperti kehutanan, pertambangan, minyak dan gas bumi, serta perikanan. Regulasi ini penting untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip Otonomi Khusus benar-benar melindungi hak-hak masyarakat adat dan mengatur pengelolaan sumber daya alam secara berkeadilan.

Urgensi Regulasi Khusus untuk Papua

Asas hukum lex specialis derogat legi generali—yang berarti aturan hukum khusus mengesampingkan aturan hukum umum—seharusnya menjadi landasan dalam menyusun kebijakan untuk Papua. Namun, kenyataannya, penerapan sejumlah undang-undang nasional sering kali bertentangan dengan semangat Otsus. Misalnya:

  1. Sektor Kehutanan: UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta perubahan melalui UU Nomor 32 Tahun 2024, menetapkan kewenangan pemerintah pusat hingga ke tingkat operasional di lapangan.
  2. Sektor Minyak dan Gas: UU Nomor 22 Tahun 2001 mengatur usaha minyak dan gas bumi, diperkuat oleh PP Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi serta PP Nomor 34 Tahun 2005 tentang perubahan atas PP Nomor 35 Tahun 2004 untuk kegiatan usaha hulu.
  3. Sektor Pertambangan: UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara memberikan kewenangan penuh kepada pemerintah pusat, sebagaimana diatur dalam Pasal 20, Pasal 21, serta Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945.

Ketika undang-undang ini diterapkan di Papua, sering kali bertentangan dengan prinsip Otonomi Khusus. Akibatnya, masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat sering kehilangan kendali atas sumber daya alam di wilayahnya sendiri. Situasi ini ibarat pemilik rumah yang tidak dapat memanfaatkan potensi halaman rumahnya karena tidak memiliki kuasa hukum yang memadai.

Seruan untuk Bertindak

Menghadapi persoalan ini, diperlukan langkah nyata dari para pemangku kepentingan, khususnya:

  • Anggota DPD RI dan DPR RI yang berasal dari Tanah Papua,
  • Anggota DPR Papua,
  • Gubernur, bupati, dan wali kota di Papua.

Mereka tidak boleh tinggal diam. Papua membutuhkan aturan yang spesifik dan fokus pada perlindungan hak-hak adat, serta memberikan kewenangan pengelolaan hingga tingkat tapak. Kebijakan ini harus memastikan masyarakat adat memiliki hak untuk mengambil keputusan atas pengelolaan sumber daya alam di wilayahnya.

Penutup

Tanah Papua memiliki keunikan dan tantangan tersendiri yang memerlukan perhatian khusus. Oleh karena itu, kebijakan yang berpihak pada masyarakat adat harus menjadi prioritas. Regulasi yang selaras dengan semangat Otonomi Khusus adalah jalan untuk mengatasi konflik berkepanjangan dan mewujudkan keadilan bagi masyarakat Papua.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments