Sudah kurang lebih 50 tahun AS merilis laporan Praktik Hak Asasi Manusia (HAM) atau 2021 Country Reports on Human Rights Practices: Indonesia. Laporan ini dinilai berisi catatan faktual dan obyektif terkait status HAM di seluruh dunia.
Dalam 2021 Country Reports on Human Rights Practices: Indonesia oleh The U.S. State Department’s, Indonesia termasuk negara yang menjadi sorotan dari 198 negara yang masuk dalam laporan tersebut. Pasalnya, tak hanya sejumlah persoalan hak asasi manusia Indonesia dibahas. Namun salah satu yang viral diperbincangkan adalah soal aplikasi PeduliLindungi yang dinilai AS telah melanggar melanggar privasi data penduduk.
Setidaknya ada 2 poin pelanggaran yang menjadi catatan laporan tersebut soal aplikasi PeduliLindungi, yakni: pembatasan gerak dan pengambilan data pribadi tanpa izin. Menanggapi hal ini, pemerintah dengan tegas menyangkal tudingan tersebut. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan bahwa tidak ada negara yang sempurna dalam isu hak asasi manusia.
“Tidak ada negara yang sempurna atas isu HAM, tidak juga AS,” katanya.
Dalam keterangan lain anggota Komisi IX fraksi NasDem Irma Suryani Chaniago turut menyatakan kekecewaannya atas data pada laporan tersebut. Ia mengatakan bahwa AS terlalu ikut campur dalam masalah negara lain.
“Jawaban saya pendek saja, no human right issues in the US? Seriously?,” kata Irma mengutip suara.
“Amerika nggak usah ikut campur urusan negara lain, urus saja pelanggaran HAM yang mereka lakukan di Irak, Libya dan lain-lain,” sambungnya.
Soal sanggahan pelanggaran hal, setidaknya ada 2 penjelasan dari pihak yang berkompeten yang memberikan keterangan. Pertama, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate dengan tegas menyatakan bahwa aplikasi PeduliLindungi tidak melanggar HAM.
Hal ini didasari oleh beberapa alasan. Pertama, bahwa aplikasi PeduliLindungi bukan aplikasi privat yang digunakan untuk kepentingan komersial. Atas dasar tersebut, ia berharap masyarakat dapat memanfaatkan aplikasi tersebut untuk menangani pandemi Covid-19, seperti dilansir laman resmi Kominfo.
Lebih lanjut, data yang masuk ke dalam aplikasi dilakukan berdasarkan persetujuan dari pemilik data.
“Demikian pula registrasinya itu dilakukan sendiri oleh pemilik data atau pemilik handphone karena dia harus meregistrasi berdasarkan syarat-syarat yang ada dalam aplikasi PeduliLindungi,” kata Johnny.
Kedua, Johnny menyebut bahwa aplikasi PeduliLindungi sudah menggunakan teknologi enkripsi. Maksudnya, data disimpan dalam penyimpanan Pusat Data Nasional Kementerian Kominfo dan dijaga dengan baik. Johnny menjamin bahwa aplikasi PeduliLindungi sudah menggunakan teknologi enkripsi yang memadai, untuk mencegah serangan siber.
“Baik dari sisi enkripsi maupun tata kelola. Terkait tata kelola ada satgas yang dibentuk dari lintas kementerian dan lembaga,” kata Johnny.
“Karena aplikasi ini terintegrasi dengan berbagai aplikasi yang lain seperti PCare, e-Hac, sehingga kita menjaga betul agar tata kelolanya itu lakukan dengan baik,” imbuh Johnny.
Keterangan kedua keluar dari pakar Universitas Airlangga (Unair) M. Syaiful Aris. Menurutnya, laporan tersebut belum jelas jika dilihat dari aspek pelanggaran HAM. secara teori, HAM terbagi ke dalam dua jenis yakni: hak yang bisa dibatasi atau derogable rights; dan hak yang tidak bisa dibatasi atau non-derogable rights.
Pembatasan gerak yang dituduhkan sebagai pelanggaran HAM dalam Aplikasi PeduliLindungi termasuk pada sesuatu hal yang rasional dan wajar. Hal ini karena Pembatasan pergerakan masyarakat di masa pandemi termasuk ke dalam derogable rights. Selain itu, pembatasan gerak juga mempertimbangkan keamanan dan kesehatan yang menjadi kepentingan umum.
“PeduliLindungi ini digunakan untuk tracking kasus positif Covid-19, tidak ada unsur untuk membatasi,” ujar Syaiful seperti dikutip dari laman Unair.
Kendati demikian soal data, Syaiful menyebutkan bahwa landasan hukum aplikasi tersebut belum jelas. Hingga saat ini, Syaiful belum melihat adanya Undang-Undang (UU) yang kuat tentang perlindungan data pribadi. Yang ada hanyalah Rancangan Undang-Undang (RUU) dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik.
“Belum ada dasar hukum yang kuat yang berkaitan dengan data pribadi sehingga masih banyak potensi untuk disalahgunakan. Aspek hukum itulah yang jadi prioritas dan harus diperhatikan,” ungkap Aris.
“Yang perlu masyarakat lakukan tentu hati-hati dan selektif dalam memberikan data pribadi. Menurut saya, yang lebih penting harus ada ketentuan yang mengatur perlindungan data pribadi itu dan mekanisme kontrol dari pemerintah,” pungkas Aris.
Sumber:
Redaksi CNN. 2022. Komnas HAM Catat 480 Kasus Kekerasan di Papua oleh TNI, Polri & KKB. CNN edisi 17 Januari 2022.
The U.S. State Department’s. 2021. 2021 Country Reports on Human Rights Practices: Indonesia.
Prasasti, Giovani Dio. 2022. Menkominfo: Aplikasi PeduliLindungi Tidak Melanggar HAM. Liputan6 edisi 20 April 2022.
Prastiwi, Mahar. 2022. Aplikasi PeduliLindungi Dinilai Langgar HAM, Ini Tanggapan Pakar Unair. Kompas edisi 23 April 2022.