
Baru-baru ini, aplikasi PeduliLindungi disebut melanggar Hak Asasi Manusia. Hal ini diungkapkan dalam Laporan Praktik HAM Indonesia yang dirilis oleh Departemen Luar Negeri Amerika Serikat. Dalam laporan tersebut, aplikasi tersebut dinilai melanggar privasi data penduduk.
Menanggapi hal ini, pemerintah tegas menyangkal tuduhan tersebut. Kementerian Kesehatan menyebut aplikasi PeduliLindungi sudah berkontribusi banyak dalam penanggulangan Covid-19. Begitupula oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia (Kemenko Polhukam).
Menkopolhukam, Mahfud MD, menyebut aplikasi PeduliLindungi justru untuk melindungi rakyat. Turut menanggapi hal tersebut, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan bahwa tidak ada negara yang sempurna dalam isu hak asasi manusia.
“Tidak ada negara yang sempurna atas isu HAM, tidak juga AS,” katanya.
Kasus PeduliLindungi bagai puncak dari gunung es. Kasus ini mengungkap setidaknya banyak hal yang disoroti oleh laporan praktik HAM yang dirilis oleh Amerika Serikat. Dalam 2021 Country Reports on Human Rights Practices: Indonesia oleh The U.S. State Department’s, Indonesia terhitung memiliki sejumlah masalah HAM.
Laporan tersebut juga menyebut bahwa setidaknya konflik di Papua menyumbang kasus pelanggaran HAM yang cukup signifikan. Setidaknya, terdapat setidaknya 7 bagian yang disoroti terkait pelanggaran Hak Asasi Manusia oleh Indonesia. Adapun 2 diantaranya:
Pertama, soal Penghormatan dalam Integritas Seseorang atau Individu. Pada bagian ini, laporan praktik HAM menyoroti sejumlah praktik pelanggaran HAM yang mencakup: pembunuhan sewenang-wenang dan bermotif politik; penghilangan orang; penyiksaan dan penghukuman yang tidak manusiawi; penahanan atau penagkapan sewenang-wenang; pengadilan umum yang tidak adil; intervensi di luar hukum terhadap privasi; dan kekerasan berbalut konflik.
Terkait hal ini, sejumlah data dari berbagai sumber diungkap. Misalnya, data dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyebut setidaknya ada 40 kasus pelanggaran HAM dalam di tahun 2021 di Papua yang dilakukan oleh aparat.
Dari 40 kasus pelanggaran HAM mencakup: penyiksaan 4 kasus; penembakan 11 kasus; tindakan tidak manusiawi 3 kasus; pembubaran paksa 6 kasus; penangkapan sewenang-wenang 15 kasus; salah tangkap 2 kasus; kriminalisasi 2 kasus; dan penganiayaan 3 kasus.
Laporan dari KontraS menyebut bahwa kasus tersebut kebanyakan dilakukan oleh aparat dengan 26 kasus dilakukan oleh pihak kepolisian. Dari 15 kasus penangkapan sewenang-wenang, terdapat 142 orang yang ditangkap mencakup aktivis, sipil, hingga jurnalis.
Data ini sesuai dengan catatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang menyebut terdapat 1.182 kasus kekerasan di Papua dilakukan TNI/Polri dan OPM/KKB dalam kurun waktu 2020-2021.
Laporan Praktik HAM oleh AS menyoroti kasus demonstrasi penangkapan Victor Yeimo dan revisi Otsus di Kabupaten Yakuhimo. Dalam kasus tersebut kepolisian menahan 48 demonstran di mana salah seorang demonstran, Ferianus Asso, dipukul oleh aparat hingga dilarikan ke rumah sakit. Kekersan tersebut berujung pada meninggalnya Asso dan tidak ada investigasi lebih lanjut dari pihak berwenang.
Kebebasan Sipil di Papua Masih Jadi Masalah
Bagian kedua dalam laporan praktik HAM menyoroti ihwal Penghormatan atas Kebebasan Sipil. Bagian ini mencakup: kekebasan berpendapat; kebebasan berserikat; kebebasan akses internet; kebebasan beragama; kebebasan berpindah tempat; dan perlindungan pada pengungsi.
Kasus kebebasan sipil di Papua turut menjadi persoalan yang tak kunjung selesai. Baru-baru ini, Tiga pakar dari pemegang amanat prosedur khusus (SPMH) Dewan HAM PBB mendesak pemerintah untuk memberikan hak kepada 60.000 hingga 100.000 orang Papua yang mengungsi akibat konflik.
Dalam laporan berjudul Gold Rush oleh Amnesty International , terdapat setidaknya 5.000 warga yang menjadi korban pemindahan paksa dalam kurun April-November 2021. Laporan tersebut juga menyebut pembatasan aktivitas masyarakat, pembatasan bantuan kemanusiaan, hingga pembatasan pembatasan pengumpulan informasi oleh kelompok pegiat HAM terkait dugaan kekerasan.
Kebebasan internet juga menjadi salah satu yang menjadi sorotan. SAFEnet menyebutkan setidaknya pemerintah membatasi kebebasan internet masyarkat Papua hingga 4 kali di tahun 2020. Pemerintah menyebut hal ini dilakukan dalam rangka menanggulangi aktivitas kelompok teroris dan separatis. Pemerintah juga berdalih bahwa matinya internet disebabkan oleh terganggunya kabel optik bawah laut.
Dalam laporan praktik HAM dari US, aktivis HAM menduga bahwa pemadaman internet bukanlah disebabkan oleh gangguan kabel optik maupun menanggulangi disinformasi oleh separatis. Mereka menyebut ini adalah upaya pemerintah mencegah keluarnya informasi pelanggaran HAM yang terjadi di Papua dan Papua Barat.
Data ini belum mencakup jumlah aktivis HAM Papua yang ditangkap oleh aparat. Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM) mendata tindakan kriminalisasi terhadap aktivis politik Papua melonjak drastis. Hingga tahun 2020, ada 109 tapol Papua yang masih mendekam di penjara.
Contoh kasus terhadap aktivis politik Papua yang sempat menyita perhatian di tahun 2020 adalah kasus yang Septi Meidogda (Ketua Gempar Papua) yang ditahan dan diadili di Manokwari pada 18 September 2020 dijerat dengan UU ITE karena dituduh melakukan penghasutan melalui media sosial.
Tahun 2018, tercatat ada 26 tapol yang ditahan di Papua, terdiri dari 25 OAP dan 1 (satu) jurnalis berkebangsaan Polandia bernama Jakob Skrzypski. Kemudian di tahun 2021, Amnesty International Indonesia (AII) menyebut terdapat 95 kasus serangan terhadap pembela HAM di Indonesia dengan total 297 korban. Kasus-kasus menimpa jurnalis, aktivis, masyarakat adat, hingga mahasiswa.
Sumber:
Public Virtue Institute. 2021. Webinar Rendahnya Tingkat Kebebasan Sipil di Papua dan Inkonsistensi Otonomi Khusus, Minggu, 4 Juli 2021.
Redaksi BBC. 2022. Kekerasan di Papua: Pegiat benarkan akses bantuan ‘dibatasi aparat’, penyangkalan Indonesia ‘harus dibuktikan lewat penyelidikan independen’. BBC edisi 4 Maret 2022.
Redaksi CNN. 2022. Komnas HAM Catat 480 Kasus Kekerasan di Papua oleh TNI, Polri & KKB. CNN edisi 17 Januari 2022.
The U.S. State Department’s. 2021. 2021 Country Reports on Human Rights Practices: Indonesia.