HomeKabar BintuniPergeseran Pola Pangan dan Tabir Hipertensi Papua

Pergeseran Pola Pangan dan Tabir Hipertensi Papua

 

Ilustrasi sagu sebagai makanan. Sumber: Pixabay

“Wacana soal perubahan pola pangan sebagai sumber masalah kesehatan mulai mencuat. Dari umbi, menjadi nasi. Dari sagu menjadi sega. Salah satu dampa dari pergeseran itu adalah penyakit hipertensi yang menghantui. ”

Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang cukup serius. Kementerian Kesehatan mencatat terdapat 63.309.620 kasus hipertensi dengan angka kematian sebesar 427 ribu pada tahun 2016. 

Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi hipertensi di Indonesia cenderung meningkat selama 5 tahun terakhir. Menariknya, sejumlah faktor risiko justru berasal dari makanan sebagai penyebab hipertensi. Adapun faktor lainnya adalah stress

Berkenaan dengan kasus hipotensi, kasus kesehatan di Mentawai dapat menjadi gambaran dari dampak pola perubahan pangan terhadap kesehatan. Data dari Dinas Kesehatan Mentawai beberapa tahun terakhir menunjukkan adanya sejumlah penyakit yang muncul, salah satunya hipertensi. 

Mengutip Ahmad Arif dalam bukunya berjudul ‘Sagu Papua untuk Dunia’ mengatakan bahwa kasus Mentawai memiliki kaitan dengan pergeseran pola makan. Menurutnya, perubahan pola pangan masyarakat yang sebelumnya umbi-umbian, menjadi beras, memicu tingkat prevalensi penyakit hipertensi. 

Salah satu argumentasinya adalah kadar karbohidrat dan lemak yang lebih tinggi pada nasi diduga menjadi sebab hipertensi.

Berkaca dari kasus di Mentawai, Papua pun mengalami hal serupa. Masyarakat timur Indonesia ini mengalami pergeseran pola pangan sebagaimana masyarakat Mentawai. Dari sagu, keladi, dan petatas menjadi beras. Namun, apakah pergeseran pola pangan ini memiliki dampak yang sama?

Studi Pola Makan Sebagai Faktor Risiko Hipertensi di Papua

Mengacu pada data Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abepura, Kota Jayapura, tahun 2008, hipertensi menjadi salah satu dari 10 penyakit yang mendera masyarakat. Wacana pola pangan sebagai faktor risiko hipertensi kemudian menghantui masyarakat. Kasus tersebut mendorong sejumlah peneliti untuk menggali lebih lanjut.

Sarni Rante Allo Bella bersama rekan-rekannya, misalnya. Pada tahun 2014, mereka meneliti pola makan masyarakat Papua sebagai faktor risiko hipertensi. Dalam jurnal yang berjudul ’Pola Makan Suku Asli Papua dan Non-Papua Sebagai Faktor Risiko’ memperlihatkan sejumlah fakta menarik. 

Perbedaan pola pangan antara Suku Asli Papua dan non-Papua mempengaruhi kerentanan masyarakat terhadap risiko hipertensi. Penelitian tersebut mengungkap bahwa masyarakat non-Papua memiliki risiko terkena hipertensi stage satu 1,9 kali lebih besar ketimbang masyarakat asli Papua, dilihat dari pola pangannya.

Masyarakat non-Papua, berdasarkan penelitian tersebut, lebih banyak mengonsumsi lemak dan natrium yang tinggi. Adapun makanan tersebut adalah nasi, daging ayam, jeroan, makanan cepat saji (fast food), mie instan, minuman kaleng, hingga susu. 

Sedangkan dalam masyarakat Papua, asupan lemak pada makanan bukanlah faktor yang signifikan berkontribusi pada serangan penyakit hipertensi. Menurut penelitian tersebut, faktor terbesar penyebab hipertensi adalah alkohol. 

Satu hal yang menjelaskan mengapa masyarakat non-Papua 1,9 kali lebih rentan terserang hipertensi adalah pola pangannya. Masyarakat Papua yang masih mengonsumsi umbi, sayur, dan makanan rebus membuat mereka relatif lebih aman, terlepas dari alkohol sebagai faktor risiko utama penyebab hipertensi

Adanya pergeseran pola makan di Papua diduga memiliki kontribusi dalam kasus hipertensi yang melambung. Mengacu pada penelitian yang dipaparkan sebelumnya, keragaman makanan dengan lemak dan natrium tinggi dapat menjadi kontributor utama penyebab hipertensi. Meski demikian, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait pola pangan dan kesehatan.

Selain dari makanan, hipertensi dapat disebabkan oleh stress dan kurangnya aktivitas fisik. Oleh karena itu, risiko hipertensi dapat dikurangi dengan pola hidup sehat seperti banyak berolahraga dan mengurangi aktivitas yang membuat stress.

 

Sumber:
Arif, Ahmad. 2019. Sagu Papua untuk Dunia. Jakarta: Kepustakaan Populer GramediaSarni Rante Allo Bela, dkk. 2014. Pola Makan Suku Asli Papua dan Non-Papua Sebagai Faktor Risiko. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, Vol 10, No 4

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments