HomeKabar BintuniIroni Ketahanan Pangan Papua sebagai Bank Sagu Dunia

Ironi Ketahanan Pangan Papua sebagai Bank Sagu Dunia

Ilustrasi sagu Papua. Sumber: google.com

Tahukah Anda bahwa Papua punya lahan sagu terbesar di dunia? Berdasarkan data dari Kementerian Koordinator Perekonomian, Papua memiliki lahan sagu seluas 5,43 juta hektare. Ini sekitar 85 persen dari jumlah lahan sagu dunia sebesar  6,5 juta hektare.

Kendati memiliki lahan sagu terluas di Indonesia, bahkan dunia, kondisi ketahanan pangan Papua masih memprihatinkan. Berdasarkan peta ketahanan pangan oleh Badan Ketahanan Pangan tahun 2019, wilayah timur Indonesia memiliki Indeks Ketahanan Pangan yang lebih rendah dari bagian barat Indonesia.

Indeks Ketahanan Pangan Nasional (IKP) diukur melalui 3 aspek, yakni ketersediaan, keterjangkauan dan pemanfaatan pangan. Berdasarkan data IKP tahun 2019, terdapat 71 kabupaten, 5 kota dan 6 provinsi yang memiliki IKP rendah. 

Peta Ketahanan Pangan Indonesia tahun 2019. Sumber: Badan Ketahanan Pangan

Dari angka tersebut, 5 kabupaten di Provinsi Papua memiliki IKP terendah. Wilayah tersebut adalah” Nduga dengan IKP 10,56; Puncak dengan IKP 12,26; Mamberamo Tengah dengan IKP 16,34; Intan Jaya 16,62; dan Yahukimo dengan IKP 16,99.

Hal ini dapat dilihat pada peta ketahanan pangan. Dari peta tersebut, kita dapat mengamati bahwa bagian timur Indonesia, yakni Papua, masih diselimuti warna merah. Warna tersebut menandakan bahwa IKP wilayah tersebut perlu perhatian khusus.

Kala Beras Lebih Menarik dari Sagu

“Bayangkan, kelaparan di tengah lahan sagu. Ini karena masyarakat sudah bergantung dengan raskin,” ungkap Charles Toto, juru masak terkenal asal Papua, kala membesut petisi untuk melindungi hutan sagu Papua.

Dampak dari pergeseran pola pangan–dari sagu menjadi beras–sudah bukan rahasia umum lagi. Ini diungkapkan oleh Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian, Musdalifah Mahmud. 

Sagu menjadi makanan lokal masyarakat Papua sejak dulu. Pada tahun 1946, beras yang masuk ke Papua hanya berkontribusi 46 persen dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Papua. Sisanya berasal dari makanan lokal.

Namun, angka tersebut berubah seiring berjalannya waktu. Tahun 2010, beras menjadi makanan pokok yang mendominasi kebutuhan pangan Papua. Bahkan jumlah kontribusinya mencapai 100 persen.

“Ironis, ya. Di tanah yang kaya ini, anak-anak menderita gizi buruk. Mereka saat ini suka makan beras yang tidak ditanam di Asmat. Mereka suka makan mi instan yang bahannya juga tidak ditanam di sini. Mereka lebih suka roti, kopi, teh dan gula yang tidak ditanam di Asmat,” ungkap Bupati Asmat, Elisa Kambu, mengutip dari harian kompas.

Pada tahun 2018, Asmat dilanda wabah gizi buruk. Atas kejadian tersebut, sebanyak 72 anak meninggal akibat kelaparan. 

Tingginya minat angkan nasi membuat masyarakat Papua beralih padanya. Ini juga berdampak pada pembukaan lahan dan alih fungsi lahan sagu. Kerap kali pohon sagu tumbang untuk kepentingan lain seperti halnya lahan sawit yang terbakar di Jayapuran tahun 2019.

Kebakaran lahan ini tak hanya merenggut lahan sagu sebagai potensi ketahanan pangan Papua di masa depan. Namun, kebakaran tersebut membuat harga sagu di Jayapura naik dua kali lipat.

Kondisi Terkini Sagu Papua: Jadi Potensi Ketahanan Pangan

“COVID belum tentu selesai hanya tiga sampai empat bulan. Itu akan menimbulkan kekurangan pangan bukan hanya skala nasional tapi internasional. Kita tidak bisa berharap pada impor beras dari Vietnam, Thailand karena mereka juga mulai menyimpan stok untuk negara mereka sendiri,” ucap Charles Toto, pegiat pangan lokal Papua, mengutip dari mongabay (16/05/2020).

Pandemi Covid-19 membuka mata bahwa stok pangan dan ketahanan pangan menjadi sangat penting. Setidaknya hal itu yang disadari oleh Charles Toto selaku pegiat pangan lokal Papua. Menurutunya, pemerintah harus mulai memerhatikan kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangannya sendiri. Terlebih, dalam kondisi pandemi Covid-19.

Tak melulu soal sagu, namun juga ketersediaan sagu, ubi, dan keladi. Pria yang akrab disapa Cato ini berupaya menyadarkan masyarakat pentingnya memanfaatkan pangan lokal. Menurutnya, sagu dan hasil bumi lainnya di Papua adalah titipan Tuhan untuk masyarakat Papua.

“Saya sudah bicara itu empat tahun lalu untuk Pergub Perlindungan Sagu di Papua dan Papua Barat. COVID ini bagian dari titipan Tuhan untuk kita melihat kembali apa yang kita punya. Bahwa, yang sudah ada sejak lama inilah yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat modern,” ucapnya.

 

Sumber:

Batbual, Agapitus. 2016. Nasib Sagu Merauke Berganti Sawah dan Sawit. Mongabay edisi 17 Maret 2016

Badan Ketahanan Pangan. 2019. Badan Ketahanan Pangan Indonesia 2019. Badan Ketahanan Pangan Indonesia

Elisabeth, Asrida. 2020. Masa Pandemi Corona, Pemerintah Mesti Serius Serap Sagu Papua. Mongabay 16 May 2020

Harian Kompas. Tanpa Tahun. Menunggu Fajar Terbit di Asmat. Arsip Interaktif Kompas

 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments