HomeKabar BintuniPenelitian: Mangrove Bukan Lahan Sampah

Penelitian: Mangrove Bukan Lahan Sampah

Everglades, Mangroves, Bogs, Everglades
Ilustrasi hutan mangrove. Sumber: pixabay

Masih ada sebagian orang yang memandang hutan mangrove sebagai ‘lahan sampah’. Center for International Forestry Research (Cifor), menggunakan istilah tersebut dalam mengamati kasus alih fungsi lahan mangrove. Istilah ‘lahan sampah’ merujuk pada anggapan bahwa lahan basah perlu ‘dibersihkan’ untuk keperluan pembangunan.

Kerap kali lahan mangrove dimanfaatkan untuk keperluan lain seperti untuk pembangunan hotel, lahan sawit, atau jalanan. Padahal, kehadiran lahan mangrove memiliki banyak peran dalam kehidupan makhluk hidup.

Hampir sebagian besar peneliti lingkungan setuju akan hal itu. Marx Huxham, seorang ahli biologi lingkungan asal Edinburgh University, Skotlandia, misalnya.

“Salah satu fungsi kunci dari hutan mangrove adalah bekerja sebagai penyimpan karbon alami. Dan mangrove teruji efektif secara global dalam menjalankan fungsinya,” papar Marx dalam wawancara bersama The Economist, (03/09/2020).

Marx menyebut kelebihan utama hutan mangrove adalah menyerap kadar karbondioksida pada udara dan menyimpannya pada akar tumbuhan mereka. Peneliti menyebut, mangrove mampu menyerap emisi mencapai 20 kali dari kemampuan hutan tropis.

Emisi yang terserap oleh bakau kemudian terbentuk menjadi karbon biru–sebutan untuk karbon yang tersimpan di dalam air. Artinya, mangrove merupakan tumbuhan yang mampu mengatasi permasalahan iklim dunia.

Sebaliknya, penebangan hutan mangrove akan melepaskan kembali zat CO2 yang sudah tersimpan ke atmosfer. Ini yang menjelaskan mengapa hutan bakau tidak pantas menyandang status sebagai ‘lahan sampah’–atau lahan pembangunan.

Karbondioksida yang lepas dari bakau yang ditebang menjadi sumber dari salah satu musibah terbesar dunia, yakni pemanasan global. Meski terlihat sepele, namun penebangan pohon bakau memiliki dampak yang cukup serius pada lingkungan.

Marx menyebut, jika persoalan ini tidak diselesaikan, maka tidak menutup kemungkinan bahwa dunia akan kehilangan hutan mangrove dalam waktu 100 tahun kedepan dan perubahan iklim akan lebih cepat terjadi.

“Mengambil prediksi sederhana soal rata-rata kehilangan dunia, semua mangrove bisa menghilang dalam kurun waktu 100 tahun,” imbuhnya.

Berkah di Balik ‘Lahan Sampah’

Hutan bakau mampu menyerap emisi atau karbondioksida lebih banyak dari tumbuhan tropis. Menurut penelitian, 1 hektare hutan mangrove mampu menyerap karbon hingga 112 gigaton C/tahun. Bayangkan apa yang dapat dilakukan 1 hektare hutan ini pada karbondioksida yang dihasilkan dari kehidupan perkotaan.

Selain itu, tidak seperti tumbuhan lainnya, hutan bakau lebih sedikit menghasilkan karbondioksida. Umumnya, daun dan bagian dari tumbuhan yang gugur akan mengeluarkan CO2 saat membusuk.

Namun tumbuhan bakau memiliki bahan organik yang sukar membusuk. Peneliti lain menyebut bahwa proses pembusukan yang terjadi pada tanah bakau cenderung lama. Hasilnya, mangrove lebih banyak menyerap CO2 dan sedikit mengeluarkan CO2.

Conservation International menyebut melindungi 1 hektare hutan bakau sama dengan mengurangi 1,100 ton emisi karbondioksida dan menciptakan iklim terumbu karang 25 kali lebih banyak. Dalam artikel ilmiah lainnya, bahkan mangrove mampu menyerap zat polutan.

Jurnal ilmiah berjudul ‘Mangrove conservation: a global perspective’ misalnya. Sandilyan dan Kathiresan, penulis artikel ilmiah tersebut, menjelaskan bahwa mangrove mampu menyimpan zat polutan dalam air, seperti merkuri dan kobalt.

Saat ini, salah satu hutan bakau terbesar dunia berada di Indonesia. Hutan mangrove seluas 482,029 itu terletak di Teluk Bintuni, Papua Barat, yang menjadi rumah bagi beragam biota laut sebagai sumber penghidupan masyarakat sekitar.

“Yang kita tahu dari kecil kita makan dari hasil mangrove sendiri. Ada udang, kepiting, siput, banyak sekali manfaat dari mangrove,” tutur Endi Mecibaru, seorang warga Teluk Bintuni, Papua Barat, dalam film dokumenter unggahan EcoNusa TV pada kanal Youtube.

Jika 1 hektare lahan gambut memiliki kebaikan yang begitu besar, berapa banyak yang dimiliki oleh kabupaten dengan hutan mangrove terbesar di Indonesia itu?

 

Sumber:

Croftcusworth, Catriona. 2018. Apa itu Karbon biru? Forestnews.cifor.org. 

The Economist. 2020. Mangroves: how they help the ocean. Youtube.

Sandilyan, S., K. Kathiseran. 2012. Springer. Mangrove conservation: a global perspective. Biodivers Conserv 21, 3523–3542 (2012). 

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments