HomeKabar BintuniReservasi Mangrove Teluk Bintuni

Reservasi Mangrove Teluk Bintuni

Kawasan Mangrove Teluk Bintuni. Sumber: Istimewa.

Degradasi hutan bakau atau mangrove dapat menjadi bencana dunia. Kondisi ini bukan hiperbola. Mangrove adalah hutan yang tumbuh di air payau, hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran. Menjadi ekosistem bagi biota air yang juga dapat dimanfaatkan oleh warga setempat. Sebagai paru-paru utama dunia, ekosistem mangrove memiliki potensi karbon empat kali lebih besar daripada kawasan hutan di daratan, sedimentasi yang dihasilkan memiliki komposisi 80% deposit dari seluruh biomassa.

Namun, perhatian pemerintah terhadap perlindungan dan reservasi hutan mangrove belum pada tahap serius seperti hutan gambut dengan Badan Restorasi Gambut yang dibentuk Presiden Jokowi melalui Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2016 tentang Badan Restorasi Gambut.

Deforestasi akibat konsesi untuk perkebunan sawit paling tidak memberikan kontribusi terhadap degradasi hutan bakau di Indonesia. Irisan antara hutan bakau dan gambut merupakan salah satu penyebabnya terjadi degradasi ini. Terbukanya tutupan bakau akibat deforestasi bisa menimbulkan pengalihan fungsi lahan bakau menjadi kawasan tambak contohnya, yang bisa merusak dan menghilangkan sebagian ekosistem yang menggantungkan keberlangsungan hidupnya dari eksistensi dari hutan bakau itu sendiri.

Teluk Bintuni, Papua Barat, sebagai daerah dengan kawasan mangrove terbesar di Indonesia pun tak tinggal diam dalam menyikapi fenomena ini. Kepadatan mangrove sepanjang pesisir juga memberikan kontribusi terhadap pemanfaatan sumber daya alam bagi masyarakat dan pemerintah daerah. Hasil perikanan untuk komoditas ekspor seperti udang, kepiting bakau dan ikan demersal menjadi komoditi yang cukup menjanjikan.

Petrus Kasihiw sebagai Bupati Teluk Bintuni menyinggung mengenai konservasi sumber daya alam yang berlanjut, dimana kawasan mangrove Teluk Bintuni juga menjadi salah satu perhatian Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni secara serius.

Petrus lebih lanjut akan menggandeng aktivis-aktivis lingkungan serta masyarakat setempat dalam pengembangan, reseverasi serta pemanfaatan hutan bakau tanpa eksploitasi namun berdaya manfaat bagi daerah serta masyarakat secara langsung. “Bulan Juni lalu seharusnya kami ada juga Festival Mangrove, semua pihak termasuk masyarakat adat dan aktivis lingkungan akan dilibatkan dalam pengelolaan Festival Mangrove. “Saya dan pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni ingin dunia tahu betapa indahnya Teluk Bintuni dengan beragam adat istiadat dan keindahan alamnya” kata Petrus.

Momentum serta program yang tepat, tidak saja akan mencegah deforestasi yang memberikan dampak langsung terhadap keberlangsungan hutan bakau atau mangrove. Langkah yang diambil oleh Pemkab Teluk Bintuni harus diapresiasi, terutama dengan degradasi-degradasi kawasan bakau yang marak terjadi di Indonesia akibat konsesi lahan yang berdampak buruk bagi lingkungan. Menjadi paru-paru dunia, apalagi sebagai kawasan mangrove terbesar di  Indonesia, sudah tentu Teluk Bintuni akan menjadi daerah yang diperhatikan dan diawasi bersama dalam lingkup nasional bahkan dunia, potensi pariwisata yang meningkat, akan menjadi keberhasilan sekaligus beban yang diharapkan dapat terus dikawal oleh Bapak Bupati Teluk Bintuni, Petrus Kasihiw.

Sumber:

https://mediaindonesia.com/read/detail/102238-parsial-kebijakan-mangrove-dan-gambut

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments