Yohanes Akwan, SH, Ketua LSM Bin Madag Hom, Papua Barat melaporkan admin Facebook Fanspage Kabar Dari Teluk Bintuni (Kadate) ke Polres Teluk Bintuni pada 16 Juni 2020, atas unggahan yang bernuansa suku, ras dan agama (SARA).
Pria yang biasa dipanggil Bung Anes ini mengatakan postingan yang diunggah dan diloloskan oleh Admin Fanspage tersebut bukan hanya melanggar etika, namun juga bisa merusak suasana kebinekaan di Teluk Bintuni.
“Saya Yohanes Akwan sebagai pemuda Kristen yang mempunyai keyakinan tentang Agama, sangat merasa terganggu akan konten tersebut, dimana di dalam unggahan yang dimaksud pemilik akun telah mengunggah tulisan yang berbunyi Ketemu Muhammad lebih gampang dari pada ketemu Yesus, sedangkan kami di Teluk Bintuni dari turun temurun menganut tiga asaz yang kami junjung tinggi serta hormati, asaz yang dimaksud adalah, Adat, Agama, dan Pemerintah,” ujar Anes saat memberikan keterangan perihal laporan polisi yang dibuatnya.
Yohanes pada saat pelaporan didampingi oleh dua orang saksi lintas agama yang turut menegaskan keberatan yang sama atas unggahan tersebut.
Ikhsan sebagai pemuda Muslim Teluk Bintuni merasa unggahan pada FB Kadate bisa berpotensi memicu konflik.
“Dengan adanya konten tersebut kami merasa ini sudah sangat keterlaluan, sehingga kita tidak bisa tinggal diam dengan hal tersebut, sehingga kami bertiga memutuskan guna melaporkan pemilik akun tersebut kepada pihak yang berwajib guna di proses sesuai dengan hukum yang berlaku, kami sebagai warga masyarakat Indonesia khususnya Teluk Bintuni kami sangat mencintai kedamaian atau cinta damai, karena kami di Teluk Bintuni merupakan agama yang bersaudara, hidup berdampingan dengan rukun sejak dari para leluhur – leluhur kami terdahulu hingga sekarang, dimana agama yang memiliki toleransi yang sangat tinggi,” imbuh Ikhsan.
Masifnya narasi-narasi yang dilemparkan untuk menciptakan echo chamber di masa-masa kampanye memang butuh sebuah garis batasan etika. Media sosial yang telah menjadi medium andalan untuk menjual sebuah kepentingan politik, sarat dengan ujaran-ujaran kebencian dan hoaks.
Terlepas dari kode etik jurnalistik merupakan salah satu alasan mengapa masyarakat begitu bebas untuk mengungkap dan mengunggah opini pribadi maupun memes dan karikatur. Namun di luar itu, masih ada peraturan perundang-undangan yang menjadi garis batasan kita yang diatur oleh negara.
Kebebasan berbicara dan berpendapat tidak boleh menjadi peyorasi dengan adanya unggahan-unggahan provokatif, apalagi jika itu mungkin demi meloloskan sebuah kepentingan politik. Situasi yang kondusif diperlukan untuk merayakan alam kebebasan demokrasi yang sehat.