Kabupaten Teluk Bintuni, daerah di kepala burung Papua yang lebih dikenal sebagai Negeri Sisar Matiti. Negeri ini terletak di Papua Barat dan memiliki kandungan gas alam, minyak, batu bara maupun emas yang melimpah. Meskipun negeri ini lebih dikenal sebagai daerah industri, namun kami berkesempatan untuk menelusuri keindahan alamnya yang tak kalah menarik dan eksotik dari destinasi pariwisata yang lainnya.
Negeri ini dikelilingi oleh mangrove seluas 225.367 hektar, yang mana ini mencakup 52% dari keseluruhan mangrove di Papua Barat. Selusur keindahan mangrove di Bintuni merupakan sebuah pengalaman yang menantang juga menarik. Perjalanan dari satu distrik ke distrik lainnya yang terpisahkan oleh sungai, kami tempuh dengan kapal fiber bermotor, Jika dilakukan di kala petang, terkadang bisa ditemui banyak buaya yang sedang berenang.
Sungainya memang terlihat tenang, namun perjalanan tak seluruhnya terasa menyenangkan. Tantangan mulai terasa ketika kita harus melalui lautan lepas. Dari empat penjuru delta, ketika cuaca tidak bersahabat, ombak besar akan menghempas. Jangan sampai pegangan kita lepas. Namun kepiawaian dari juru mudi membuat kami semua tenang, meski sedikit berdebar.
Keramahan masyarakat negeri ini, patut diapresiasi. Keberagaman dan keunikan masing-masing penduduk, justru menjadikan masyarakatnya menghargai apa itu toleransi. Di tengah gempuran teknologi dengan kecepatan informasi serta sosial media, tidak membuat masyarakat kehilangan pegangan adat. Budaya dan nilai-nilai kearifan lokal masih dipegang erat oleh keseluruhan masyarakat, mau dari suku apapun itu, baik Orang Asli Papua (Tujuh Suku Bintuni), maupun pendatang. Itulah kenapa, kami selalu disambut dengan senyuman, canda tawa pun tak sulit untuk dilepaskan.
Unik memang, keindahan Bintuni bukan hanya pada hamparan mangrove yang begitu mempesona. Namun sejatinya, segala yang ada di negeri ini merupakan sebuah pengalaman yang tak mungkin bisa terlupakan. Apalagi bagi pecinta kuliner hasil laut, dari kakap, udang maupun kepiting selalu dihidangkan sebagai lauk.
Produk perikanan di Teluk Bintuni sangat melimpah. Udang jerbung saja misalnya dengan ukuran 21 (besar), bisa didapatkan di pasar-pasar tradisional dengan kisaran harga Rp60.000 per kilogramnya. Harga ini jauh lebih murah jika dibandingkan dengan Jakarta atau kota-kota besar lainnya di pulau Jawa. Namun, sayangnya, potensi ini belum bisa menjadi produk yang mampu mendatangkan nilai ekonomi lebih bagi masyarakat, karena hasil perikanan hanya bisa dipasarkan di tingkatan lokal saja. Untuk mengirimkan ke luar pulau, akses transportasi dan biaya menjadi kendala utama.
Jadi, jika kita ingin mendapatkan pengalaman berwisata yang eksotis, tidak melulu harus melihat laut yang biru atau keindahan karang. Menyusuri sungai yang berwarna coklat, lengkap dengan buaya yang sedang berenang pun sudah bisa bikin kita berdebar sekaligus senang. Bercengkrama dengan masyarakat sambil menikmati kakap dan udang bakar ditemani ubi dan ketela rebus di distrik Babo bisa menjadi memori yang tidak terlupakan.