HomeKabar BintuniMencintai Gus Dur, Mencintai Papua

Mencintai Gus Dur, Mencintai Papua

Mengembalikan Identitas Papua yang Sesungguhnya


Jika hari ini kita bertanya, siapakah presiden yang paling dicintai oleh Rakyat Papua. Mungkin jawabannya akan seragam. Mayoritas akan menjawab, Almarhum Abdurahman Wahid, atau Gus Dur.

Gus Dur memang berbeda dari presiden Indonesia yang lainnya ketika memandang konflik maupun permasalahan di Papua. Baginya, diskusi merupakan langkah yang dibutuhkan dalam menyelesaikan segala karut dan benang kusut di Papua.

“Orang Papua harus nyaman dahulu” merupakan cara komunikasi Gus Dur dalam rangka membangun kepercayaan dari orang Papua. Apa langkah yang dilakukan olehnya? Dua bulan sejak resmi menjabat sebagai Presiden RI, Gus Dur tak butuh waktu lama untuk mengunjungi Papua yang kala itu, pada tahun 1999 masih bernama Irian Jaya.

Di gedung pertemuan Gubernuran Jayapura, 30 Desember 1999, ia mengundang berbagai elemen masyarakat Papua, tokoh adat, hingga gerakan Papua Merdeka untuk berdiskusi. Ia mempraktikkan kebijakan merangkul, daripada menuding dan membelenggu.

Tanpa pengawalan super ketat layaknya seorang pemimpin negara, langkah pertama yang diambil oleh Gus Dur dalam pertemuan tersebut, adalah mengubah nama Irian Jaya menjadi Papua. Identitas sesungguhnya orang Papua yang tertuang dalam Manifesto Politik hasil Kongres Papua I pada 19 Oktober 1961.

Dengan dikembalikannya nama Papua, entitas yang selama ini hilang tergerus stigma, kembali bisa dipergunakan dengan nyaman. Gus Dur mampu mengembalikan itu, tanpa ada kontak senjata, tanpa ada penambahan militer, baik organik maupun non organik.

Bintang Kejora

Bintang Kejora merupakan salah satu simbol yang dilarang oleh Pemerintah Indonesia. Penggunaan, pengibaran bendera Bintang Kejora bisa dianggap sebagai perbuatan makar dan separatisme. Negara begitu alergi dengan simbol.

Namun tidak dengan Gus Dur. Di masa pemerintahannya yang terbilang singkat (20 bulan – red), Gus Dur mengizinkan Bintang Kejora dikibarkan di tanah Papua, asalkan posisinya tidak lebih tinggi daripada bendera Merah Putih. Baginya, Bintang Kejora adalah kultur, yang tak perlu dibesar-besarkan.

Kala itu, Wiranto sangat menentang hal ini. Sikap Wiranto tak jauh beda dengan pejabat atau pemimpin lainnya di Indonesia. Label dan stigma menjadi legitimasi pemerintah Indonesia untuk menutup rapat-rapat jalur dialog yang telah dibuka oleh Gus Dur.

Pendekatan militer lebih disukai oleh pemerintah. Seperti Mahfud, MD yang melabeli OPM sebagai KKB dan Teroris, agar jumlah aparat gabungan bisa lebih banyak diturunkan. Hal ini sangat berbeda dengan Gus Dur. Filep Karma, Tokoh Papua pada tahun 2019 ketika berkunjung ke kantor redaksi CNN mengungkap bahwa pada saat kepemipinan Gus Dur, Tentara Papua Merdeka bebas dan leluasa keluar masuk kota untuk berunding dengan militer Indonesia.

Lengsernya Gus Dur, Runtuhnya Jembatan Dialog Indonesia – Papua

Ketika pemerintahan Indonesia berganti, berganti pula kebijakan untuk menyikapi masalah Papua. Pada zaman pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, yang semula Bendera Bintang Kejora bebas dikibarkan di Papua, dicabut dengan PP Nomor 77 Tahun 2007 tentang lambang negara.

Filep Karma pada tahun 2004, pernah ditangkap karena mengibarkan bendera Bintang Kejora dan dikenakan pasal makar. Kekerasan kemudian tereskalasi lagi. Kedamaian dan kenyamanan di Tanah Papua selama Gus Dur menjabat lambat laun mulai hilang.

Dialog-dialog yang merangkul semua elemen sudah tak lagi bisa dilakukan. Apa yang dilarang oleh negara haruslah tetap dilarang, pasal makar menjadi senjata utama pemerintah untuk menutup jendela diskusi.

Hingga kini Gus Dur sebagai Bapak Pluralisme masih dirindukan masyarakat Indonesia. Seorang guru bangsa yang dikudeta melalui parlemen, kiprah politik yang dipincangkan dengan cara yang tak elok.

Dalam acara Kick Andy yang ditayangkan pada 15 November 2007, Gus Dur menyebut Megawati sebagai salah satu pihak yang bertanggung jawab atas pencopotannya. Sedangkan kiprah politiknya melalui Partai Kebangkitan Bangsa, kata Gus Dur dicuri oleh Muhaimin Iskandar atau Cak Imin yang sekarang menjadi Cawapres berpasangan dengan Anies Baswedan, dengan bantuan pemerintah saat itu.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments