HomeKabar BintuniMega Industri yang Tak Kunjung Menguntungkan Bintuni

Mega Industri yang Tak Kunjung Menguntungkan Bintuni

Selama 15 tahun Liquefied Natural Gas (LNG) Tangguh yang dioperasikan oleh British Petroleum (BP) menambang gas di Teluk Bintuni, Papua Barat sebagai mega proyek, namun tidak memberikan manfaat signifikan bagi masyarakat terdampak. Sejak 2005 mega proyek BP Tangguh beroperasi, kehidupan masyarakat Teluk Bintuni sampai sekarang masih di ambang kemiskinan. Hal ini diungkap berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2020 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024 yang diteken oleh Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi).

Wajah ini merupakan ironi. Di tengah industri yang begitu masifnya, dengan sumber daya alam yang melimpah, sejak 2005, tidak ada perubahan signifikan yang dibawa oleh hadirnya sebuah industri dengan konsesi sebesar itu.

Pesatnya industri dari sumber daya alam yang tidak terbaharukan di Teluk Bintuni merupakan potensi yang seharusnya bisa menggerakkan roda perekonomian secara signifikan.

Seperti yang kami lansir dari mongabay.com, pada tahun 2010, PT Horna Inti Mandiri (HIM) mendapatkan izin yang ditanda-tangani oleh Alfons Manibui (Bupati menjabat – red) untuk melakukan eksplorasi batu bara seluas 63 kilometer persegi di Distrik Horna, Kabupaten Teluk Bintuni.

Infografis PT HIM yang dirilis oleh Mongabay pada artikel: On the brink of a coal boom, Papuans ask who will benefit?

Untuk diketahui, menurut investigasi yang dilakukan oleh Mongabay, Dewan Direksi PT HIM sebagai pemegang izin eksplorasi batu bara di Distrik Horna, mempunyai keterikatan keluarga dengan Alfons Manibui sebagai Bupati yang memberikan izin. Ada sebuah konflik kepentingan yang besar yang terlihat kasat mata pada pemberian izin ini.

Dewan Komisariat yang duduk pada perusahaan yang erat hubungannya dengan Aburizal Bakrie ini tersandung kasus korupsi. David Manibui, saudara dari Alfons Manibui yang duduk sebagai komisaris di tahun 2010, tersandung masalah korupsi dan dijatuhi hukuman 7 tahun penjara. Andi “Choel” Zulkarnaen Mallarangeng yang duduk sebagai Ketua Komisaris di tahun 2010, dipenjara pada tahun 2014 karena korupsi.

Kedua mega industri ini bukan sebuah kebetulan beroperasi dan mendapatkan izin eksplorasi pada kepemimpinan Alfons Manibui, yang pada tahun 2020, salah satu keluarganya juga turun mencalonkan diri sebagai calon wakil bupati Teluk Bintuni pada Pilkada Serentak 2020, dengan slogan “Mengembalikan Kejayaan Bintuni” seperti masa kejayaan Alfons Manibui?

Teluk Bintuni adalah satu dari sekian dampak industri yang tidak mencerminkan kesejahteraan di Indonesia. Garis pemisah antara politisi dan pebisnis yang kabur, menyebabkan prioritas pada sebuah daerah industri menjadi tidak memihak pada masyarakat.

BP Tangguh yang pada awal operasi digadang-gadang akan membawa manfaat bagi masyarakat Teluk Bintuni, terutama pada sektor ekonomi dan ketenagakerjaan, sampai dengan saat ini hanya menjadi retorika yang tak berjejak.

Teluk Bintuni secara perlahan sedang berbenah, namun kerusakan yang ditimbulkan oleh BP Tangguh selama 10 tahun menjadikannya sulit untuk dibenahi. Bahkan barusan, BP Tangguh melalui salah satu sub kontraktornya dengan sengaja merumahkan ratusan pekerja yang berasal dari Teluk Bintuni dengan alasan covid-19. Tapi masyarakat melihat sendiri betapa mereka begitu mudah digantikan oleh tenaga kerja dari luar Teluk Bintuni, Papua Barat dan Papua.

Jadi siapakah yang diuntungkan dari mega industri seperti BP Tangguh dan PT HIM yang melakukan ekplorasi industri lainnya di Teluk Bintuni?

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments