HomeKabar BintuniMasalah Sawit Papua Belum Selesai, Food Estate Apa Kabar?

Masalah Sawit Papua Belum Selesai, Food Estate Apa Kabar?

Ilustrasi Food Estate. Foto: Google

Akhir-akhir ini, perusahaan sawit dan masyarakat adat menjadi buah bibir di Papua dan Papua Barat. Salah satu penyebabnya adalah keputusan Pemerintah Papua Barat dalam mencabut izin perusahaan sawit. 

Sebagai gambaran umum, Pemerintah Papua Barat dibantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pengkajian ulang terhadap izin 30 perusahaan kelapa sawit Juni lalu. Poin yang dievaluasi pemerintah dan KPK mencakup izin lokasi, IUP, hak guna usaha (HGU), izin pemanfaatan kayu (IPK), maupun surat keputusan pelepasan kawasan hutan, hingga putusan pengadilan. 

Hasilnya, seluas 267.856,86 hektare lahan sawit izinnya akan dicabut. Sedangkan sisa lahan lainnya sebesar 43.689,93 hektare masih dalam proses pencabutan. Kendati demikian, kasus ini seakan-akan menjadi tabir isu Food Estate.

Bukan hanya sawit yang mengancam lahan Papua dan Papua Barat. Mengutip Mongabay, Papua akan jadi lokasi proyek pengembangan pangan skala besar (food estate) dengan alokasi lahan sekitar 2.684.680,68 juta hektar. 

Dari jumlah tersebut sekitar 2.684.461,54 hektar ada di kawasan hutan. Jika dirinci, dalam jumlah luas hutan tersebut terdapat sekitar 1,4 Juta hektar ada di areal hutan produksi dapat dikonversi, 560.000 hektar di kawasan hutan produksi terbatas, 360.000 hektar di hutan produksi, 243.000 hektar di hutan lindung. Ada 190 hektar belum diketahui status kawasannya.

Data ini diambil dari kertas posisi dengan judul Food Estate di Papua: Perampasan Ruang Berkedok Ketahanan Pangan?’ yang dibesut oleh Walhi. Poin yang menjadi penolakan pun sama, food estate hanya berpotensi untuk mengulang kesalahan yang sama pada tahun 2010 lalu.

Proyek Merauke integrated food and energy estate (MIFEE) yang dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secara eksplisit memindahkan hutan dan sumber pangan  Masyarakat Adat Malind Anim ke tangan korporasi.

“Ini bukan pembangunan, ini sebuah ancaman baru yang akan memarjinalkan orang Papua lagi di wilayah yang berbeda,” ungkap Aiesh Rumbekwan, Direktur Eksekutif Walhi Papua.

“Program ini akan semakin menjauhkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, hak atas tanah dan hak untuk hidup. Bahkan potensi konversi dan deforestasi akan menjauhkan relasi sakral kami dengan alam. Bagi kami orang Papua, hutan seperti mama, ia menyediakan berbagai kecukupan, bahkan beragam ritual bergantung pada kelestarian alam,” tambah Aiesh.

Hal ini yang menjadi kekhawatiran masyarakat Papua dalam proyek food estate. Kurangnya kawasan non hutan untuk proyek food estate membuat pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor P.24/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2020 tentang Penyediaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Food Estate pada tahun 2020.

Isinya, kawasan hutan disediakan untuk pembangunan food estate. Menanggapi hal tersebut,  Even Sembiring dari Walhi Nasional mengatakan P.24 tersebut terkesan sengaja untuk membabat hutan Indonesia.

“P.24 tampaknya sengaja diterbitkan untuk melululantakkan hutan Indonesia untuk kepentingan food estate. Berdasarkan pengalaman di Kalimantan Tengah, yang sangat diuntungkan adalah entitas korporasi besar,” katanya.


Sumber:

Elisabeth, Asrida. 2021. Walhi: Hutan dan Masyarakat Adat Papua Terancam Proyek Food Estate. Mongabay edisi 3 Agustus 2021.

Siaran Pers Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Food Estate di Papua: Perampasan Ruang Berkedok Ketahanan Pangan? Edisi 28 Juni 2021

 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments