Jika Anda mencoba untuk mencari peta hutan adat Papua, Anda akan merasa kesulitan. Mencari di mesin pencari seperti google sekalipun Anda tidak akan menemukannya. Begitu pula ketika mencar luas hutan adat di situs Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS). Anda tidak akan menemukan jumlah luas hutan adat Papua di sana.
Pertanyaannya, mengapa sulit sekali menemukan informasi ihwal hutan adat Papua? Meskipun hanya luasnya saja? Padahal, hutan adat menjadi hal yang penting bagi masyarakat timur Indonesia tersebut.
Tak hanya menjadi tempat tinggal bagi mereka, hutan adat menjadi tempat bagi mereka untuk mencari makan. Mereka melindungi dan menjaga hutan tersebut dengan kearifan lokal. Lantas, apa alasannya?
Mengutip dari mongabay edisi 24 Desember 2020, terdapat tiga permasalahan utama. Hasil penelitian dalam artikel tersebut menjelaskan mengapa sulit merealisasikan perhutanan sosial atau hutan adat.
1. Penetapan Perhutanan Sosial Butuh Waktu yang Panjang
Pertama, ada dualisme regulasi kebijakan terkait penetapan masyarakat adat dan hutan adat. Ada dua peraturan yang saling bersinggungan. UU Kehutanan Nomo 41/1999 Pasal 67 ayat 2 mengatakan bahwa pengakuan adat harus melalui peraturan daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri 52/2014 berbunyi lain. Bahwa pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat pengakuan hutan adat harus melalui peraturan kepala daerah. Sehingga, proses penetapan sebuah hutan adat memerlukan proses yang sulit dan biaya yang besar.
Untuk membentuk perda saja, misalnya, membutuhkan proses politik yang tidak cepat dan biaya yang besar pula. Akhirnya, realisasi perhutanan sosial mandek pada skema hutan desa saja.
2. Komitmen Pemerintah Masih Minim
Kedua, rendahnya komitmen daerah untuk merealisasikan perhutanan sosial. Khususnya dalam dokumen perencanaan. Hal ini disampaikan oleh Naomi Marsian, Direktur Eksekutif Perkumpulan Terbatas untuk Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat Adat (PT PPMA) Papua.
Naomi mengatakan bahwa kebijakan perhutanan sosial lewat skema hutan adat masih berjalan setengah hati. Ia mengambil contoh kasus penetapan hutan adat di Kabupaten Jayapura oleh PT. PPMA.
Proses ini melewati beberapa level. Mulai dari sosialisasi dan konsolidasi dengan masyarakat adat. Kemudian, masyarakat adat perlu diakui secara hukum melalui penerbitan SK pengakuan komunitas adat terkait hutan adat oleh pemerintah daerah. Setelah itu, dapat mengajukan skema perhutanan sosial kepada kepada Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Permasalahannya, tidak ada tindak lanjut dari pihak KLHK terkait pengajuan skema tersebut.Â
3. Tersandung Masalah AnggaranÂ
Bagaimana jadinya jika biaya pengelolaan hutan untuk wilayah dengan hutan terbesar di Indonesia tidak sebanding dengan luasnya? Itulah yang terjadi di Papua. Menurut sebuah penelitian, anggaran belanja sektor kehutanan hanya â…“ dari anggaran Dinas Kehutanan.
Sisanya, atau â…” bagian adalah untuk belanja pegawai dan belanja rutin kantor. Dalam hitungan rupiah, anggaran pengelolaan hutan pertahun di Papua adalah Rp 5.868 perhektar. Untuk Papua Barat sekitar Rp 14.836 perhektar pertahun. Data ini merupakan data anggaran Dinas Kehutanan tahun 2017 hingga 2020.
Pada tahun 2018, pemerintah mengucurkan dana Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi (DBH-DR) sebesar Rp 39,6 milyar untuk Papua. Dana ini sejatinya dapat dimanfaatkan untuk program pemberdayaan masyarakat dan perhutanan sosial.
Namun, penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada dana yang digunakan untuk perhutanan sosial.Â
Untuk DBH-DR Papua Barat pada tahun 2018-2019 terdapat sebagian dana yang turun untuk perhutanan sosial. Dari dana sebesar Rp 35,069 miliar terdapat Rp2, 143 miliar pada tahun 2018 dan Rp 6,034 miliar pada 2019 untuk perhutanan sosial.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa anggaran untuk perhutanan sosial ini masih minim. Entah apakah negara tidak paham atau tidak peduli dengan penetapan hutan adat tersebut. Padahal, hutan adat mampu ruang untuk pemberdayaan masyarakat. Salah satunya, kearifan masyarakat dalam mengelola hutan.
Sumber:
Elisabeth, Asrida. 2020. Catatan Akhir Tahun: Perhutanan Sosial, dan Sulitnya Penetapan Hutan Adat di Tanah Papua. Mongabay edisi 24 December 2020.