Zainuddin Patta, SH., Advokat muda.
Menyampaikan kebenaran merupakan syarat absolut dalam memberikan kesaksian di hadapan pengadilan. Inti dari kesuaian peristiwa dan pernyataan dari seorang saksi menjadi penting bagi seorang hakim dalam memutus sebuah peristiwa.
Louis O Kattsoff, dalam teorinya mengatakan “Kebenaran atau keadaan benar merupakan kesesuaian (korespondensi) antara makna yang dimaksudkan oleh suatu pernyataan dengan apa yang sungguh-sungguh merupakan halnya atau apa yang merupakan fakta-faktanya”. Dari kebenaranlah suatu fakta menemukan kesesuaiannya.
Namun perkembangan kepentingan maupun ego sektoral seseorang, mengakibatkan hal ini menjadi mahal. Kebenaran bisa menjadi fakta yang disesuaikan dengan kepentingan. Ini menjadi haram dalam ilmu hukum dan mempunyai sanksi pidananya. Kebenaran tidak boleh mengalami ubahsuai atau yang lazim kita dengar sebagai bending the truth.
Zainuddin Patta, SH., seorang advokat muda, dalam keterangannya mewanti-wanti saksi yang akan dihadirkan dalam sebuah persidangan agar selalu menyampaikan kebenaran. “Dalam pencarian fakta di persidangan, menelusuri fakta akan sebuah peristiwa untuk menentukan sebuah perkara, membutuhkan kejujuran. Itulah kenapa, menyampaikan kesaksian palsu diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,” ujar Patta.
Patta memberikan keterangan ini, untuk menyikapi banyaknya isu yang beredar di Media Sosial dalam kaitannya dengan perkara sengketa PHPU yang sedang dihadapi di MK, dan posisinya sebagai kuasa hukum Ir Petrus Kasihiw dan Matret Kokop, SH (PMK2), sebagai calon bupati dan wakil bupati terpilih Teluk Bintuni. “Masyarakat Teluk Bintuni harus tetap tenang, terutama pendukung dari PMK2, jangan terprovokasi dengan isu-isu di media sosial. Kami membutuhkan soliditas dari rekan-rekan semua untuk mendukung kami mengungkap fakta di lapangan,” kata Patta.
Lanjut Patta, memberikan keterangan palsu mempunyai konsekuensi yang sangat berat, dengan ancaman maksimal tujuh tahun penjara. “Pasal 242 ayat (1) mengatakan bahwa, “Barang siapa dalam keadaan di mana Undang-Undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.” imbuh Patta.
Mengucapkan sumpah sebelum memberikan keterangan bagi seorang saksi pun diatur di dalam Hukum Acara Pidana, pada Pasal 160 ayat (3) yang mengatakan, “Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberi keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya.”
Tak hanya sebuah kebenaran itu diatur oleh aturan yang telah ditetapkan pemerintah, namun juga dituntut untuk dilakukan menurut keyakinan seseorang, yang menjadikan kebenaran adalah sebuah nilai luhur yang harus dipegang oleh semua orang, terutama saksi dalam suatu perkara.
Keterangan yang diberikan oleh seorang saksi yang tidak berkesesuaian dengan fakta di lapangan, dapat kemudian dilaporkan oleh hakim maupun kuasa hukum dari pihak yang dirugikan untuk diproses pidananya.
Tidak hanya memberikan keterangan palsu, jika seorang saksi dengan sengaja memberikan keterangan palsu dan merugikan salah satu pihak, saksi tersebut juga bisa dilaporkan dengan fitnah atau pencemaran nama baik sebagaimana yang diatur pada Pasal 311 KUHP.
“pasti akan diproses oleh kuasa hukum jika terbukti seorang saksi memberikan keterangan palsu. Banyak tindak pidana atas hal ini yang bisa dipergunakan untuk menjerat seseorang. Terutama dalam perkara PHPU, kami sebagai tim kuasa hukum Ir Petrus Kasihiw dan Matret Kokop, SH., berharap saksi yang akan dihadirkan harus memberikan keterangan yang sebenarnya. Ingat, kami juga punya bukti pendukung, dan konsekuensinya akan kami kejar semaksimal mungkin bagi mereka yang memberikan keterangan palsu,” pungkas Patta.