HomeKabar BintuniKenali Apropriasi Budaya di Dunia Maya

Kenali Apropriasi Budaya di Dunia Maya

Tangkapan layar dari vlogger kecantikan asal Papua, linfisanders.

Di era digital saat ini, berkarya merupakan salah satu jalan untuk meraih kesuksesan. Mulai dari membuat film, musik, atau karya visual lainnya menjadi sumber pemasukan yang bahkan tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Sayangnya, berkarya punya aturan. Kreator konten harus berhati-hati dalam karya mereka, terlebih jika menggunakan simbol atau budaya lain dalam karyanya. Salah satu yang sedang ramai dibicarakan adalah karya Chandra Liow yang berjudul REWIND INDONESIA 2021.
Dalam video tersebut, kreator konten Chandra Liow diduga melakukan apropriasi budaya dengan menggunakan aktor non Papua untuk menggunakan atribut orang Papua. Netizen dengan akun @hansdavidian mengomentari hal tersebut.

“Apa orang Papua udah abis digenosida sampe buat nunjukkin ‘budaya’ Papua tu perlu pake talent dari tanah Jawa, @ChandraLiow?”

Lantas, apakah karya kreator konten tersebut merupakan apresiasi? Ataukah itu justru berupa apropriasi?

Ada perbedaan antara apresiasi budaya dan apropriasi budaya. Apresiasi, sebagaimana yang kita semua ketahui adalah bentuk penghargaan dan penilaian baik atas suatu hal. Tujuannya adalah memperluas wawasan dan menghargai perbedaan budaya. 

Natalie Rita, direktur pelaksana NRPR, salah satu perusahaan publikasi di Amerika Serikat, menegaskan apresiasi bukanlah meniru budaya orang lain. Apresiasi adalah soal memahami kekayaan dan akar tradisi tersebut.

“Misalnya, mengenakan kepang Afrika atau bindi Hindu tanpa menghabiskan waktu untuk mendidik diri sendiri tentang asal-usul mereka atau budaya di sekitar mereka adalah “memilih bagian mana dari budaya yang ingin Anda ikuti,” ungkal Natalie, mengutip kompas.

Namun, dalam hal menghargai, ada hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan karena hal ini dapat menjerumuskan pada apropriasi.

Mengacu pada kamus bahasa Cambridge dalam The Finery Report, apropriasi punya makna yang berbeda dari apresiasi. Apropriasi dapat dimaknai sebagai perbuatan mengambil atau menggunakan sesuatu dari sebuah budaya tanpa menunjukkan bahwa pelakunya memahami atau menghargai budaya tersebut.

Budaya yang diambil tidak terbatas dalam potongan pakaian, gaya rambut, kebiasaan, bahan-bahan, ideologi, dan gaya musik saja. Richard A. Rogers, dalam jurnal berjudul communication theory menyebutkan budaya yang diambil dapat berupa  simbol, artefak, genre, ritual, atau teknologi budaya oleh sejumlah pihak lain.

Dalam makna lain, apropriasi dapat dimaknai sebagai perampasan budaya dari kelompok yang terdiskriminasi minoritas, atau dari kelompok yang secara umum eksistensi serta suaranya kurang diperlihatkan dan didengar

Contoh konkrit dari sebuah apropriasu budaya dijelaskan singkat oleh Dr Adrienne Keene dari forum Native Appropriations. Mengutip dari kompas, Dr Adrienne mengatakan apropriasi boleh jadi bentuk berpura-pura menjadi ras yang bukan identitas Anda dan memanfaatkan stereotip untuk melakukannya.

“Anda berpura-pura menjadi ras yang bukan identitas Anda dan memanfaatkan stereotip untuk melakukannya,” mengutip Kompas.

Kasus ini sebelumnya pernah terjadi pada tahun 2021. Linfi Sanders, seorang vlogger kecantikan berdarah Papua mengomentari unggahan maccosmeticindonesia yang mengklaim produk kecantikan terinspirasi dari budaya Papua. Menanggapi hal tersebut,  Lifni menyebut bahwa itu bukan budaya Papua. Lantas, apakah kasus ini kembali terulang?

Sumber:

Arifa, Siti Nur. 2021. Pentingnya Memahami Perbedaan Apresiasi dan Apropriasi Budaya. GNFI edisi 6 Oktober 2021.

Nariswari, Sekar Langit. 2021. Cultural Appropriation Vs Cultural Appreciation, Kenali Bedanya. Kompas edisi 3 Juli 2021.

 

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments