
Kini, muncul istilah baru terkait pengungsi. Jika umumnya pengungsi terlihat secara fisik, namun tidak bagi pengungsi digital. Ini adalah istilah bagi mereka yang mengalami keterbatasan akses internet untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Layaknya seorang pengungsi, mereka harus pergi ke tempat tertentu demi mengakses internet. Mereka harus melakukan itu karena kebutuhan aktivitas mereka bergantung pada internet.
Kasus pengungsi digital ini terjadi di Papua lantaran akses internet terganggu.
“Jadi bukan pengungsi bencana alam, bukan pengungsi perang, tapi pengungsi digital,” ucap Rhidian Yasminta Wasaraka, dosen di Universitas Muhammadiyah Papua, mengutip CNN.
Putusnya akses internet di Papua, khususnya Jayapura, benar-benar menyulitkan Rhidian. Pasalnya, demi mematuhi protokol kesehatan, Rhidian harus mengajar secara daring.
Namun karena tidak ada internet, ia terpaksa mengungsi ke rumah keluarganya di Manokwari. Ia harus melanggar larangan mudik serta mengeluarkan biaya sebesar Rp 3,7 juta untuk tiket.
“Jadi bukan karena mau mudik, karena ngejar internet. Perkara kemudian saya berlebaran itu soal lain, bahwa faktor utama adalah internet,” ucap dia menambahkan.
Sudah 1 bulan Rhidian mengungsi di rumah keluarganya di Manokwari karena jaringan di Jayapura belum normal. Selama itu, tak jarang Rhidian harus memanfaatkan sambungan telefon untuk kegiatan perkuliahan.
“Kadang kita tidak sampai hati nyuruh mereka (mahasiswa) yang telpon, akhirnya saya telpon balik. Tidak maksimal. Kalau dia email, kita bisa langsung baca dan kasih poin revisi. Ini proses jadi lambat,” kata dia.
Hal ini juga dirasakan oleh salah seorang wartawan media, Fabio. Dilansir dari CNN, ia kesulitan dalam mengirim berita ke Jakarta.
“Di minggu-minggu pertama itu saya kirim berita pakai SMS. Susah, kadang sampai sepuluh kali kirim SMS hanya untuk satu berita, itu juga kadang beberapa kali gagal terkirim,” kata Fabio mengutip CNN.
Sepekan kemudian, internet mulai beroperasi. Namun hanya di sejumlah tempat saja seperti umah sakit, sekolah, kantor pemerintahan hingga kantor polisi. Demi melaksanakan tugasnya, Fabio harus mengungsi ke salah satu tempat tersebut untuk mennggunakan akses internet.
Kala ‘Badai Putus Internet’ Berlalu Tanpa Mitigasi
Pihak Telkom sudah mengklaim bahwa saat ini layanan internet sudah dapat kembali digunakan. Hal ini disampaikan oleh Vice President Corporate Communication Telkom, Pujo Pramono, melansir CNN.com.
Pujo mengatakan bahwa seluruh layanan Telkom baik suara maupun data, baik fixed broadband IndiHome hingga mobile broadband Telkomsel sudah dapat digunakan. Sementara itu, pihak Telkom akan memastikan bahwa kabel optik bawah laut akan segera diperbaiki.
General Manager Telkom Wilayah Telekomunikasi Papua, Sugeng Widodo, angkat biacara terkait hal tersebut. Melansir dari kompas, ia mengatakan bahwa pihaknya sudah meningkatkan layanan internet dan sudah beroperasi secara normal.
”Hingga kini kami sudah meningkatkan layanan Telkom Group dengan kapasitas 4,7 giga per detik. Untuk layanan telepon dan pesan seluler sudah normal,” kata Sugeng.
Kendati internet diklaim telah kembali pulih, namun faktor dan penyebab internet mati masih belum jelas. Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif SAFEnet, Damar Juniarto. Ia menilai matinya internet Papua sejak 31 April merugikan berbagai pihak.
Tak hanya sektor pendidikan aja. Baik sektor ekonomi hingga sektor pengelolaan informasi pun terhambat. Atas kejadian itu, Damar mendorong tranasparansi pemerintah dan penyedia layanan internet.
“Kalau dikatakan bahwa penyebab matinya karena faktor alam, tapi pernyataan di media sering tidak konsisten. Mulai dari karena gempa, pergeseran lempeng bumi, bahkan sampai ada yang mengatakan karena kuat ya arus laut,” ujar Damar, mengutip voaindonesia.com.
Menurut Damar, kasus ini perlu dianggap serius. Pasalnya, ia belum melihat adanya mitigasi dari kasus ini. Pasalnya, kasus ini kerap terjadi bahkan sejak tahun 2019 dan menyebabkan banyak pengungsi digital.
“Kami harap diperhatikan sekali oleh pemerintah karena sejak 2019 sudah ada peristiwa seperti ini. Jadi perlu mitigasi kalau sistem komunikasi diputus jangan sampai sektor layanan publik dan lainnya itu tidak ada mitigasinya,” ujar Damar.
“Masyarakat Papua selama ini mengalami kesenjangan digital karena infrastrukturnya tidak memadai. Jadi kalau bisa diperbaiki lagi sehingga tidak ada kejadian yang kemudian semakin menjauhkan masyarakat Papua untuk mengakses hak-haknya,” sambungnya.
Sumber:
Andriyansyah, Anugrah. 2021. Jaringan Internet di Papua Putus, Kebebasan Pers dan Akses Informasi Terhambat. Voa Indonesia 2disi 24 Mei 2021.
CNN Indonesia. 2021. Curhat Pengungsi Digital di Balik Lumpuh Internet Jayapura. CNN Indonesia edisi 26 Mei 2021.
CNN Indonesia. 2021. Kisah Jurnalis Sukar Kerja karena Internet Papua Tak Bernyawa. CNN Indonesia edisi 26 Mei 2021.
Costa, Fabio Maria Lopes. 2021. Peradi Papua Somasi Telkom Terkait Gangguan Layanan Internet. Kompas edisi 25 Mei 2011.