HomeKabar BintuniFood Estate Jagung dan Bayangan MIFEE di Papua

Food Estate Jagung dan Bayangan MIFEE di Papua

Ilustrasi. Sumber: Jawapos

“Di sini akan disiapkan kurang lebih 10 ribu hektar untuk penanaman jagung, tapi sekarang yang sudah disiapkan land clearing kemudian pengolahan tanah baru 500 hektar. Tahun depan 2.500 hektar tapi yang ditanam hari ini baru 100 hektar,” ungkap Jokowi melalui siaran akun Youtube Sekretariat Negara, Selasa (21/3).

Keerom, Papua, menjadi lokasi Food Estate Raksasa di Indonesia. Saat ini, lahan yang sudah ditanami mencapai 100 hektare yang mana diprediksi akan panen pada bulan Juni mendatang. Jokowi memprediksi hasil panen Jagung di Keerom mencapai sekitar  4 – 5 ton.

Salah satu alasan mengapa jagung menjadi komoditi yang ditanamkan di Keerom adalah kurangnya pasokan jagung ke Papua. Jokowi menilai kebutuhan jagung untuk pakan ternak di Papua masih belum terpenuhi. Baik untuk ayam petelur, pedaging maupun untuk babi dan sapi.

Berkenaan dengan itu, pemerintah mewanti-wanti agar pemerintah setempat menyediakan dan menyiapkan pembeli dari hasil panen perkebunan di Keerom. 

“Agar yang beli ini siapa harus jelas offtaker-nya harus jelas, pengeringnya siapa harus jelas, pasca-panen harus jelas, harganya berapa harus jelas sehingga petani jangan sampai dirugikan setelah panen. Itu harus dipastikan hingga kita coba dulu 100 hektare,” kata Jokowi.

Soal hal ini, Ketua Bidang Pertanian, Perkebunan dan Peternakan BPP HIPMI M Hadi Nainggolan mengapresiasi langkah presiden menanam jagung di Papua. Menurutnya, lumbung pangan yang berdiri di Papua Raya itu bisa menjadi sentra pangan baru secara nasional. 

Kendati demikian, Hadi menegaskan bahwa pemerintah harus belajar dari kasus Food Estate di Kalimantan Tengah (Kalteng) dan Humbang Hasundutan Sumatera Utara (Sumut) yang dinilai sebagai proyek gagal. Dana yang dianggarkan dalam kedua proyek itu sangat besar, namun dampaknya tidak seberapa. Belum bicara soal kerusakan lingkungan yang disebabkan.

Hadi melanjutkan bahwa aspek terpenting yang dapat dipelajari dari lumbung pangan di Kalimantan Tengah dan Sumatera Utara adalah SDM pengelola food estate itu sendiri maupun para petani yang akan menjadi mitra pengelolaan lahannya.

SDM pengelola food estate itu sendiri maupun para petani yang akan menjadi mitra pengelolaan lahannya.

“Kalau konsen pemerintah dimulai dari SDM, kita yakin berbagai proyek food estate akan berjalan dengan sukses. Selanjutnya, barulah pembangunan infrastruktur fisik dan penggunaan mekanisasi pertanian modern dengan tepat,” ungkapnya.

Kegagalan proyek lumbung pangan di Sumatera Utara dan Kalimantan Tengah membayangi proyek lumbung pangan Keerom. Di Papua sendiri, proyek lumbung pangan yang gagal bukanlah hal baru. Proyek MIFEE, misalnya, yang dinilai sampai ada jilid 2, bahkan jilid 3.

Mengacu Keputusan Kementerian Pertanian No. 472/Kpts/RC.040/6/2018, Merauke ditargetkan menjadi area pengembangan pangan prioritas dengan komoditi padi dan jagung. Hal yang berbeda dengan apa yang disampaikan pemerintah pada tahun 2022 lalu. Kepala BPTP Papua, Martina Sri Lestari, mengungkapkan bahwa Presiden Jokowi meletakkan perhatian khusus pada sagu. Tahun itu, dikatakan bahwa Kementerian Pertanian akan fokus pembangunan food estate di Papua untuk padi dan sagu yang kemungkinan besar sagu akan ditanam di Timika dan padi di Merauke. Hingga saat ini, belum ada perkembangan dari food estate sagu di Timika.

Keraguan Food Estate: Belum Menjadi Solusi hingga Saat Ini

Soal food estate, peneliti agroklimat Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Papua Barat, Aser Rouw, menyebut food estate sukar untuk menjadi solusi pangan di Papua. Masalah klasik yang belum usai adalah pergeseran pola pangan.

”Sejak beberapa tahun terakhir, memang terjadi pergeseran pola makan masyarakat, terutama setelah masuknya raskin (beras miskin). Ketergantungan pada beras bantuan ini membuat luas tanam ubi dan keladi cenderung berkurang,” ungkap Aser.

Masalah lainnya adalah aksesibilitas dan keamanan untuk wilayah pegunungan. Pasalnya, di dataran tinggi, masyarakat tidak hanya berhadapan dengan cuaca ekstrem yang dapat merusak tumbuhan pangan. Pemerintah perlu memperhatikan bentuk pertanian lokal sebagaimana dalam penelitian Sajogyo dalam jurnal berjudul “‘Etika pembangunan, siapa yang punya? Kasus: Ide koperasi”: modernisasi pertanian kadang tidak dibarengi dengan pengembangan pengetahuan tentang petani lokal.

”Papua memiliki keberagaman sumber pangan. Seharusnya ini yang jadi pendekatan untuk menguatkan ketahanan pangan masyarakat. Kalau mau mengembangkan, justru kebun ubi atau sagu di beberapa titik rawan pangan. Kalau food estate padi, lebih untuk kepentingan nasional,” kata Aser.

Sumber:

Arif, Ahmad. 2022. Kelaparan Berulang di Papua dan Kegagalan Sistem Pangan Indonesia. Kompas.id edisi 6 Agustus 2022

Pademme, Arjuna. 2021. Program Food Estate di Papua Fokus Sagu dan Padi. Jubi edisi 9 Juni 2021.

______________.2021. Tiga Daerah di Papua Miliki Kawasan Hutan Sagu Cukup Luasl. Jubi edisi 9 JUni 2021.

Sajogyo. (2004). ‘Etika pembangunan, siapa yang punya? Kasus: Ide koperasi’. Unisia, 343-350.

Yanwardhana, Emir. 2023. Food Estate Jagung Raksasa Ada di Papua, Jokowi Bilang Begini. CNN Indonesia edisi 21 Maret 2023

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments