Berdasarkan rilis indeks Demokrasi Economist Intelligence Unit (EIU) tahun 2019, Indonesia berada pada angka 6.48. Data ini menunjukkan bahwa Indonesia termasuk dalam demokrasi yang cacat (flawed democracy).
Salah satu penyebab rendahnya indeks demorkasi Indonesia adalah pembatasan dan tindakan represif dalam bentuk pelarangan atas kebebasan berkumpul dan berekspresi. Pembatasan kebebasan sipil terhadap demonstrasi Mahasiswa, kriminalisasi aktivis, petani dan mahasiswa hingga pembatasan kebebasan berekspresi terhadap ekspresi politik Orang Asli Papua (OAP).
Begitu pula yang terjadi Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti yang ditetapkan tersangka oleh polisi dalam kasus dugaan pencemaran nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Kasus ini berawal dari nggahan video berjudul “Ada Lord Luhut dibalik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga ada” di Youtube Haris bulan Agustus tahun 2021. Atas hal tersebut, Luhut melaporkan Haris dan Fathia atas dasar pencemaran nama baik. Laporan tersebut teregistrasi dengan Nomor: STTLP/B/4702/IX/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA, ter tanggal 22 September 2021.
Menanggapi hal tersebut, advokat rakyat yang tergabung dalam Solidaritas untuk Haris dan Fatiha Bersama KOMDA HAM RI melayangkan surat terbuka untuk Ketua Komnas Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, lebih spesifik Ketua Komnas Hak Asasi Manusia Perwakilan Sulawesi Tengah. Dalam surat tersebut, terdapat beberapa pernyataan:
Pertama, bahwasannya, penetapan Haris Azhar dan Fathia Maulidiyanti sebagai tersangka dinilai tidak wajar. Hal ini dikarenakan penetapan tersangka tersebut dapat diduga melanggar hak asasi manusia berupa kebebasan akademik dan kebebasan berpendapat yang telah jelas dicantumkan dan dijamin dalam Konstitusi (Pasal 28E Ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945).
Kedua, bahwa barang bukti berupa Video di YouTube yang berjudul “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya Jendral BIN juga ada” pada 20 Agustus 2021” itu merupakan kajian sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Adapun lembaga yang tergabung mencakup YLBHI, WALHI, Pustaka Bentala Rakyat, WALHI Papua, LBH Papua, KontraS, JATAM, Greenpeace Indonesia, Trend Asia, dan #BersihkanIndonesia yang berjudul “Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua”.
Ketiga, menyebutkan bahwa paparan pada video berjudul “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya Jendral BIN juga ada” bukanlah tergolong pelanggaran dalam Pasal 27 ayat 3 jo Pasal 45 UU ITE, Pasal 310 KUHP dan Pasal 311 KUHP.
Keempat, sehingga kasus ini memiliki dugaan kuat bahwa pelapor dalam hal ini Sdr. Luhut Binsar Pandjaitan, memanfaatkan statusnya sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia dalam mempengaruhi penetapan tersangka, dalam hal ini Haris dan Fathia.
Untuk itu, ada 3 permohonan yang dilayangkan oleh advokat rakyat yang tergabung dalam Solidaritas Untuk Haris dan Fatia Bersama KOMDA HAM RI perwakilan Sulawesi Tengah, kepada KOMNAS HAM:
1. Memanggil Sdr. LUHUT BINSAR PANDJAITAN agar dapat dimintai keterangannya sehubungan dengan dugaan pelanggaran hak asasi manusia dalam mengemukakan pendapat yang dilakukan oleh Sdr. LUHUT BINSAR PANDJAITAN dengan menggunakan kekuasaan (Abuse of Power) sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia terhadap Pelaporan yang dilakukan olehnya terhadap Sdr. HARIS AZHAR dan Sdri. FATIA MAULIDIYANTI dalam Laporan Polisi Nomor LP/B/4702/IX/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA, tanggal 22 September 2021 atas nama Pelapor Sdr. LUHUT PANDJAITAN alias LUHUR BINSAR PANDJAITAN terhadap HARIS AZHAR dan FATIA MAULIDIYANTI;
2. Meminta Polda Metro Jaya untuk membebaskan Sdr. Haris Azhar dan Sdri. Fatia Maulidiyanti dalam segala dugaan tindak pelanggaran pidana terkait Laporan Polisi Nomor LP/B/4702/IX/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA, tanggal 22 September 2021 atas nama Pelapor Sdr. LUHUT PANDJAITAN alias LUHUR BINSAR PANDJAITAN terhadap HARIS AZHAR dan FATIA MAULIDIYANTI;
3. Mengecam segala bentuk kriminalisasi terhadap kebebasan berpendapat dalam penyampaian hasil kajian ilmiah
Sumber:
Surat Permohonan Solidaritas Untuk Haris dan Fatia Bersama KOMDA HAM RI perwakilan Sulawesi Tengah, 8 April 2022.