HomeKabar BintuniBenarkah Sawit Mampu Entaskan Kemiskinan Masyarakat Papua?

Benarkah Sawit Mampu Entaskan Kemiskinan Masyarakat Papua?

Ilustrasi kemiskinan Papua. Foto: google

Sejumlah artikel menunjukkan bagaimana sawit dapat menjadi ladang emas bagi masyarakat sekitarnya. Ada beberapa alasan yang membuat pernyataan tersebut terdengar sebagai jalan keluar bagi kemiskinan.

Pertama, lahan sawit merupakan lahan yang padat akan tenaga kerja. Salah satu contoh kasusnya adalah Sumatera dan Kalimantan di mana terdapat 50 persen tenaga kerja kebun sawit adalah masyarkat lokal. Khususnya mereka dengan pendidikan Sekolah Dasar ke bawah.

Kedua, lapangan pekerjaan yang muncul dari lahan sawit dinilai cocok bagi mereka masyarakat pedalaman. Pandangan bahwa mereka yang hidup di alam, khususnya masyarakat pedalaman, mampu mengelola alam dengan baik menjadi alasan bahwa lapangan pekerjaan dari lahan sawit cocok untuk mereka.

Selanjutnya, sawit merupakan salah satu tumbuhan palma yang memang sudah ada sejak lama. Sebagian masyarakat pedalaman paham cara mengelola tumbuhan satu ini. Salah satunya masyarkat Papua yang biasa memelihara sagu.

Keempat, keterjaminan lapangan kerja selama 25 tahun. Rata-rata umur tanaman sawit adalah 25 tahun yang mana ini memberikan jaminan pekerjaan setidaknya 25 tahun bagi mereka yang bekerja di lahan sawit.

Sawit di Papua menajdi polemik yang berkepanjangan. Tak sedikit yang menyebut betapa besar kerugian lahan sawit terhadap tanah dan kehidupan sosial masyarakat adat. Termasuk kemiskinan.

Kendati demikian, ada pula sebagian yang menyebut bahwa sawit merupakan jalan keluar kemiskinan bagi masyarakat Papua. Tunas Sawa Erma (TSE) Group misalnya. Mereka mengklaim bahwa pihaknya berhasil menciptakan lapangan kerja masal dengan daya serap lebih dari 2.400 orang asli Papua.

Lapangan pekerjaan ini akan terus bertambah seiring meluasnya ekspansi sawit milik TSE Group ini. Bahkan, tidak tanggung-tanggung, mereka mengatakan bahwa hal ini mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua.

Mengenal Program Pengentasan Kemiskinan Melalui Sawit

Pemerintah merencanakan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) sebagai jalan keluar bagi kemiskinan. Khususnya untuk masyarakat timur Indonesia, Papua dan Papua Barat. 

Dalam program tersebut, pemerintah menargetkan lahan sawit seluas 540 hektare di 21 Provinsi yang melibatkan kurang lebih 43 ribu pekebun, khusus untuk Papua, target PSR mencapai 6 ribu hektare pada tahun 2020-2022 mendatang..

Hal ini disampaikan oleh Deputi Bidang Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Musdhalifah Machmud April 2021 lalu.

“Target PSR 2020-2022 di pulau Papua sebesar 6 ribu hektare yang terdiri dari Papua Barat sebesar 3 ribu hektare dan Papua sebesar 3 ribu hektar,” kata Musdalifah dalam Webinar yang digelar Forum Wartawan Pertanian (Forwatan), mengutip replubika, Senin (12/04).

Program ini dinilai cocok bagi masyarakat Papua. Alasan utamanya sebagaimana disebutkan sebelumnya yakni menilai dari kondisi sosial budaya masyarakat Papua. Misalnya, masyarakat pedalaman yang berpengalaman dalam mengelola tumbuhan palma.

Atau, sifat penguasaan lahan komunal yang dinilai mampu meningkatkan produktivitas lantaran melibatkan kelembagaan adat atau suku yang sudah ada.

Pemerintah menilai program ini mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan. Pasalnya, keberadaan lahan sawit tak hanya membuka lapangan kerja namun juga memberikan fasilitas seperti klinik kesehatan dan sekolah.

Staf Khusus Wapres RI Bidang Penanggulangan Kemiskinan dan Otonomi Daerah, Imam Azis, menyebut industri sawit menjadi program prioritas bagi pengentasan kemiskinan di Indonesia Timur, khususnya Papua dan Papua Barat.

Narasi Janggal Pengentasan Kemiskinan Masyarakat Papua Melalui Sawit

Dampak negatif kebun sawit yang bercokol di Papua bagai angin lalu. Narasi pengentasan kemiskinan melalui program sawit seakan menjadi pelipur lara bagi mereka yang kehilangan hutan adat mereka, bahkan rumah mereka karena lahan sawit.

Lahan yang hilang memang sudah digantikan dengan skema ganti rugi oleh perusahaan sawit. Kendati demikian, hal ini tidak sebanding dengan kerusakaan alam yang disebabkan oleh lahan yang hilang. 

Eko Cahyono, peneliti dari Sajogyo Institute mengatakan bahwa ganti rugi atas kerusakan alam oleh perusahaan sawti sebetulnya tidak bisa dikalkulasikan. Maksudnya, nominal ganti rugi oleh perusahaan sawit atas lahan yang mereka ambil seharusnya tidak terhitung.

“Padahal kerusakan alamnya tidak terhitung dan mulai mengancam,” ungkap Eko mengutip greeners.

Hal ini karena ketika masyarakat Papua kehilangan lahan karena ekspansi sawit, mereka tak hanya kehilangan lahan, namun berbagai aspek lainnya pun turut hilang. Eko menyebut diantaranya mereka kehilangan identitas, kepercayaan, nilai, totem, peradaban, pangan, ruang sakral, tradisi adat lokal, hingga sumber air bersih.

Narasi sawit sebagai pengentasan kemiskinan boleh jadi sebagai bentuk rasistem sistemik yang disampaikan oleh Rode Wanimbo, Koordinator Departemen Perempuan Gereja (GIDI). Secara sederhana, ada dua poin yang disoroti dari rasisme sistemik tersebut.

Pertama, sebagian besar kebijakan pemerintah Indonesia di Papua dan Papua Barat adalah migran-bias. Artinya, kebijakan mengacu pada kelompok dominan yang dalam hal ini pemerintah pusat–non Papua. 

Kedua, orang Papua kerap digambarkan sebagai orang-orang primitif yang tidak beradap oleh penjajah sebelumnya. Dan pandangan ini masih ada hingga saat ini.

Rode menyebut terdapat 4 persoalan utama dari konflik yang ada di Papua, yakni kepentingan ekonom dan politik untuk eksploitasi sumber daya alam; penggunaan pendekatan keamanan; pola pikir pemerintah Indonesia yang membedakan masyarakat Papua; dan pembangunan berbasis konsumtif yang berorientasi pada profit dan keuntungan semata.

Dengan demikian, benarkah sawit mampu meningkatkan kesejahteraan masyarkat Papua?

 

Sumber:

Nasution, Dedy Darmawan. 2021. Industri Sawit Disebut Mampu Entaskan Kemiskinan di Papua. Republika edisi 13 April 2021.
Redaksi Gatra. 2021. Kebun Sawit Angkat Rakyat Papua dari Kemiskinan. Gatra edisi 9 September 2021.

___________. 2021. Sawit, Emas Hijau Pembuka Lapangan Kerja Rakyat Papua. Gatra Edisi 9 September 2021.

Redaksi Suara Papua. 2021. Rode Wanimbo: Rakyat dan Alam Papua Barat Telah Mengalami Rasisme Sistemik. Suara Papua edisi 9 September 2021.

Purningsih, Dewi. 2020. Ekspansi Perkebunan Kepala Sawit Rugikan Masyarakat Adat. Greenes edisi 26 Agustus 2020.

 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments