
Pieter Mambor telah ditetapkan sebagai pemilik sah hak cipta logo Papua Barat yang dikeluarkan per tanggal 24 Januari 2022. Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Ham Republik Indonesia resmi mencatat Pieter Mambor sebagai pemegang hak cipta logo atau lambang Papua Barat, dengan Nomor Pencataan: 000320885.
Hal ini sudah resmi tercatat dalam Surat Pencatatan Ciptaan atas nama Pieter Mambor. Menurut Direktur Hak Cipta dan Desain Industri, Dr.Syarifuddin,S.T.,M.H Dirjen Kekayaan Inetelektual, hal ini merupakan bentuk perlindungan ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2014.
Kendati demikian, kasus ini belum selesai. Terdapat indikasi penipuan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap Pieter Mambor selaku pencipta logo Provinisi Papua Barat. Logo ini sudah digunakan selama 18 tahun sejak awal dibuat. Namun, diduga ada pihak lain yang sudah menerima uang atas ciptaan logo Papua Barat pada tahun 2019.
Kasus ini bermula pada tahun 2004 ketika Pieter Mambor diminta oleh Abraham Ocatavianus Atururi selaku Gubernur Papua Barat untuk membuatkan logo Provinsi Papua Barat. Selang 2 tahun, logo tersebut digunakan oleh hingga saat ini namun tidak ada pengakuan oleh pemerintah soal pencipta logo.
Hingga tahun 2022, logo yang dibuat oleh Pieter Mambor tercatat dalam Surat Pencatatan Ciptaan dengan nomor: EC 00202205604. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia juga telah menyatakan pemegang Hak Cipta Pieter Mambor sebagai pemegang hak cipta Jenis Ciptaan Seni Gambar dengan Judul Ciptaan Logo atau Lambang Papua Barat dengan nomor 0003020885.
Hal ini dibenarkan oleh Markus Hadi Tanoto S.H selaku advokat dari Haris Azhar Partner and Law Firm.
“Dulu di 2004 bapak Pieter diminta gubernur Papua Barat untuk menggambar logo papua barat. Namun setelah 2006 logonya dipakai, Pieter mambor merasa tidak dihargai karena tidak ada pengakuan dan royalti,” jelasnya saat dihubungi Selasa, 15 Maret 2022.
Sekitar 16 tahun Pieter Mambor merasa tidak dihargai sebagai pencipta logo karena minimnya pengakuan dan pemenuhan hak sebagai pencipta logo. Hingga saat ini, Pieter Mambor belum menerima hak ekonominya sebagai pencipta. Padahal, di tahun 2019 ada 2 onknum yang mengaku sebagai pencipta logo dan mendapatkan kompensasi sebesar 700 juta rupiah.
“Betul tak ada penghargaan. Pada Tahun 2018, Pak pieter Pernah mengajukan namun ditolak karena yang didaftarkan adalah hak merek. Anehnya, di tahun 2019 ada 2 oknum yang mengaku sebagai pencipta dan mendapatkan uang kompensasi 700 juta rupiah. Pengakuan sepihak ini dasarnya apa?” sambungnya.
Menurut Markus, Pieter memiliki dua hak dalam kasus ini. Pertama, Hak Moral yang terwujud dalam pengakuan sebagai pencipta logo Provinsi Papua Barat. Kedua, Hak Ekonomi yang terwujud dalam pembayaran royalti sebagai pencipta logo. Namun, kedua hak ini tidak pernah dibicarakan kepada Pieter.
“Pak Pieter hanya minta dua hal. Pertama hanya minta dihargai dan diakui. Kedua, berikan hak dia sebagai pencipta. Karena kedua hal ini tidak pernah dibicarakan kepada beliau sebelumnya,” terang Markus.
Meskipun Pieter sudah tercatat sebagai pencipta logo, namun pembayaran royalti masih belum dilakukan. Hal ini memperlihatkan adanya indikasi penyelewengan dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh pemerintah Papua Barat dalam pembayaran royalti atau kompensasi.
“Inilah yang coba kita bantu dalam kasus Pieter Mambor agar hak ekonomi dari Pak Pieter ini segera dibayarkan,” terangnya.
“Seharusnya pemerintah dalam artian pemprov ini dia ketika meminta masyrakat untuk membantu membangun daerahnya sendiri memberikan apresiasi. Sudah dibantu namun tidak hargai,” sambung Markus.
Terkait hal ini, Pemerintah Provinsi Papua Barat belum memberikan tanggapan saat dihubungi.