
“Piawai dalam tradisi kemaritiman Suku Biak, Papua, ini membantu Sultan Nuku dari Kesultanan Tidore menang dalam perang kala menghadapi Kesultanan Jailolo dari Ternate. Bahkan, sejumlah sumber dari Kolonial Belanda menyebutnya Paoesche Zeerovers, atau bajak laut dari Papua.”
Leluhur Indonesia memang piawai soal pelayaran. Kerajaan Sriwijaya tenar dengan kehebatannya mengarungi lautan. Selain Sriwijaya, hingga saat ini Suku Bugis pun masih mendominasi perairan Indonesia. Lagu anak berjudul “Nenek Moyangku Seorang Pelaut” seakan mengajarkan generasi muda soal sejarah ini.
Nenek moyangku seorang pelaut,
Gemar mengarung luas samudra,
Menerjang ombak tiada takut,
Menempuh badai sudah biasa.
Namun sejumlah sumber mengatakan bahwa pelayar tertua di Indonesia ialah Suku Biak asal Tanah Papua. Suku Biak sudah mengarungi laut Indonesia sejak abad ke-15 hinga 19. Bahkan sumber lain mengatakan mereka sudah mulai berlayar sejak abad ke-8. Motif pelayaran Suku Biak beragam, mulai dari perang antar suku hingga kemarau panjang. Dengan peralatan sederhana, mereka mampu berlayar ke Maluku, Sulawesi, Jawa, hingga Semenanjung Malaka.
Suku Biak adalah suku penghuni Pulau Numfor, Kabupaten Biak. Disebutkan bahwa tanah mereka tinggal begitu tandus hingga menyulitkan warga untuk bercocok tanam. Hanya sebagian kecil tanaman yang bisa dibudidayakan seperti pisang, sayur, dan buah-buahan. Itu salah satu alasan mengapa Suku Biak menjadikan laut sebagai sumber mata pencahariannya.
Jika menilik legenda yang berkembang di sekitaran Papua Barat, Suku Biak di Pulau Numfor memiliki hubungan dengan legenda Raja Ampat. Dalam kisah itu, salah satu keturunan bangsawan yang menjadi raja di Raja Ampat menghanyutkan satu telur naga yang konon katanya berlabuh di Pulau Numfor. Apakah kegagahan Suku Biak memiliki kaitannya dengan hal ini?
Suku Biak, Bajak Laut dari Papua Barat
Ada sebabnya mengapa Suku Biak disebut sebagai bajak laut. Ada pula yang menyamakan keperkasaan Suku Biak di laut sama dengan legenda Viking dari Eropa. Sebutan bajak laut tak hanya datang dari dalam negeri, namun juga dari pendatang. Catatan Kolonial Belanda menyebut Suku Biak sebagai papoesche zeerovers atau bajak laut Papua. Selain merompak, Suku Biak memang terkenal memiliki sistem perdagangan laut yang luar biasa.
Karena tanahnya gersang, Suku Biak perlu mencari mata pencaharian lain. Selain melaut, Suku Biak juga menjarah kapal-kapal yang berkeliaran di sekitar Teluk Cenderawasih dan Raja Ampat. Barang-barang yang mereka peroleh kemudian diperdagangkan menggunakan sistem barter. Sistem barter inilah yang membuat Suku Biak dikenal oleh suku di kawasan lain. Ketika Suku Biak memperoleh barang dari sebuah pihak, mereka kerap menukarnya dalam bantuan perang atau pemberontakkan.
Meski punya kekerabatan yang luas, Suku Biak juga ditakuti. Sering berkelana membuat Suku Biak memiliki banyak daerah kekuasaan dan wilayah pertahanan. Salah satu kisah heroik dari suku Pulau Numfor ini adalah kiprahnya bertarung bersama Sultan Nuku dari Kesultanan Tidore saat menghadapi Jailolo dari Kesultanan Ternate. Perompak laut dari Papua juga terkenal di kalangan Kolonial. Sejumlah sumber menyebutkan bahwa Suku Biak juga terlibat dalam upaya Sultan Nuku menghalau VOC.
Terdapat sebuah kisah legendaris di kalangan masyarakat Raja Ampat. Mereka menyebutnya sebagai legenda Sekfamneri, seorang perompak laut nan perkasa sakti mandraguna. Ia mampu mendatangkan hujan kala orang kehausan, mampu mendatangkan ikan kala orang kelaparan, dan kemampuannya menyerang dengan serangan tiba-tiba. Sekfamneri dengan bala tentaranya menjelajah samudra Nusantara dan kerap menculik warga untuk pendayuh kapalnya.
Kala itu, datang sebuah permintaan dari Kesultanan Tidore kepada Sekfamneri. Ia meminta perompak sakti itu untuk melawan kerajaan Jailolo di Halmahera. Sekfamneri dengan bala tentaranya melakukan keahlian mereka, yakni menenggelamkan perahu Jailolo. Atas keberhasilannya, Kesultanan Tidore menghadiahkan anak perempuannya sebagai istri, serta menjadikannya Raja di Waigeo. Tiap angin monsun timur, Sekfamneri diharuskan untuk membayar upeti ke Kesultanan Tidore.
Meski demikian, belum ada bukti bahwa Sekfamneri berasal dari Suku Biak. Namu beberapa kejadian yang ada dalam kisah tersebut memiliki kesamaan dengan perbuatan Suku Biak yang tercatat oleh sejarah. Bagaimana menurutmu?
Sumber:
Wamla, Ibiroma. 2016. Suku Biak, Suku Vikingnya Papua. Historia edisi 4 Januari 2016.
Wardayati, Tatik. 2021. Beringasnya Sejak Dulu Bahkan Dikenal Sebagai Bangsa Vikingnya Papua, Inilah Suku Biak, yang Terkenal Bajak Laut Ganas dan Pelaut Tertua di Indonesia Tapi Pintar Dalam Hal Ini. Intisari 1 Juli 2021.