Seorang perempuan berinisial S yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Manokwari, ditetapkan sebagai Tersangka oleh Polres Manokwari atas dugaan tindak KDRT.
Melkianus Indouw, SH., salah satu kuasa hukum korban dari YLBH Sisar Matiti mengatakan bahwa upaya tersebut dilakukan oleh Pelaku yang bernama Miral Sanjaitali Hutabarat (MSH), merupakan bentuk kriminalisasi.
Untuk diketahui, bahwa MSH merupakan anggota kepolisian berpangkat Aipda yang berdinas di Propam Polda Papua Barat dan tengah menjalani penyidikan sebagai tersangka karena KDRT serta Pencabulan terhadap anak di bawah umur, yakni anak dari korban S.
MSH dan S adalah sepasang suami istri yang sama-sama menjalani pernikahan kedua, dengan anak bawaan masing-masing. Melkianus menjelaskan bahwa pencabulan dilakukan terhadap anak dari S sejak ia masih berumur 12 tahun.
“Jadi MSH ini diduga melakukan pencabulan terhadap anak tirinya yang berinisial NK sejak tahun 2018, waktu itu korban NK masih berumur 12 tahun, dan baru kemarin bulan Juli 2022 korban NK melaporkan perbuatan itu ke ibunya. Saat itu pula Ibunya bersama mantan suaminya (ayah kandung korban NK) melaporkan pelaku MSH ke Polda Papua Barat,” ungkap Melkianus.
Melkianus mengatakan bahwa bukan hanya pencabulan terhadap anaknya, korban S juga melaporkan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh pelaku MSH terhadap dirinya.
“Jadi kejadiannya itu setelah korban melaporkan pelaku MSH, tidak berselang lama kemudian pelaku MSH menganiaya korban hingga babak belur, hal ini kemudian kami laporkan lagi ke kepolisian pada bulan Juli juga. Namun penyidikan terhadap pelaku ini terkesan lambat, dia baru ditahan minggu kemarin saja. Dan hingga kini belum ada sidang etik untuk memecat pelaku. Saya heran sekali,” lanjut Melkianus.
Untuk penetapan status tersangka terhadap korban adalah atas dasar laporan dari pelaku MSH. Korban diduga melemparkan helm pada saat penganiayaan terhadap korban sedang berlangsung dan mengenai anak kandung pelaku MSH yang berumur 17 tahun tanpa sengaja.
“Penetapan korban sebagai tersangka, kami duga sebagai upaya intimidasi terhadap korban S oleh pelaku MSH. Karena kejadiannya itu pada saat korban sedang dianiaya pelaku dan babak belur, ia refleks melempar pelaku dengan helm, dan tidak sengaja mengenai anak kandung dari pelaku. Tentu saja ini tidak ada unsur kesengajaan, tidak ada Mens Rea-nya. Ini bentuk bela diri korban S, tapi yang aneh menurut korban, luka yang dialami oleh anak dari MSH itu sangat kecil,” tutur Melkianus.
Untuk itu, YLBH Sisar Matiti akan bersurat kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan juga meminta agar Polres Manokwari untuk menghentikan kasus yang menjadikan korban S sebagai tersangka.
“Ya kami akan mengambil langkah untuk melindungi korban dan anaknya. Apalagi kasus ini sudah mendapat atensi dari Kapolda Papua Barat. Jadi tolonglah penyidik bisa bersikap profesional dalam kasus ini. Bila perlu, kami akan mengambil langkah pra-peradilan terhadap penetapan tersangka ini,” harap Melkianus.