HomeKabar BintuniKapolda Papua Barat Dikritik: Kebebasan Berpendapat Tidak Boleh Dikekang

Kapolda Papua Barat Dikritik: Kebebasan Berpendapat Tidak Boleh Dikekang

Kritik terhadap Kapolda Papua Barat yang dilontarkan senator Paul Finsen Mayor menuai tanggapan beragam dari Dewan Adat Papua (DAP) dan Koalisi Organisasi Masyarakat (Ormas). Namun, sejumlah pihak mengingatkan pentingnya menjaga kebebasan berpendapat sebagai hak konstitusional warga negara.

Yohanes Akwan, SH., MAP., Direktur Eksekutif Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Sisar Matiti, menyatakan bahwa kritik terhadap Kapolda sebagai pejabat publik merupakan bentuk kontrol atas kinerja dan kebijakan, bukan upaya untuk menyerang secara pribadi. “Kapolda adalah pejabat publik. Apa yang disampaikan senator tersebut adalah bagian dari evaluasi terhadap kebijakan yang diambil. Jangan sampai ini dianggap sebagai tindakan yang mengancam, karena kita berada dalam negara demokrasi,” ujar Yohanes Akwan.

Kritik adalah Hak Demokratis

Menurut Pasal 28E ayat (3) UUD 1945, setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Hal ini juga diperkuat oleh UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, yang menjamin warga negara untuk menyampaikan pandangannya tanpa rasa takut selama tidak melanggar hukum yang berlaku.

“Mengkritik kinerja pejabat negara, termasuk Kapolda, adalah bagian dari hak warga negara. Apalagi aparat kepolisian memiliki Standard Operating Procedure (SOP) dan sumber daya yang cukup untuk menjawab kritik tersebut secara profesional. Tidak ada alasan untuk menghalangi kritik, apalagi jika kritik itu bertujuan memperbaiki kinerja institusi,” tambah Yohanes Akwan.

Koalisi Ormas Diingatkan

Yohanes Akwan juga mengingatkan Koalisi Ormas dan DAP untuk tidak terlalu reaktif terhadap kritik yang dilontarkan terhadap Kapolda. “Kritik tersebut ditujukan kepada lembaga negara, dan sebagai pejabat publik, Kapolda berhak memberikan jawaban yang sesuai dengan mekanisme administratif. Tidak perlu ada desakan permintaan maaf yang berlebihan,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa sebagai negara hukum, tugas pembuktian atas kritik berada di tangan pemerintah dan aparat penegak hukum. “Kapolda dan jajarannya seharusnya membuktikan kinerjanya dengan fakta di lapangan, bukan hanya melalui narasi yang minim substansi. Kritik tidak boleh dianggap sebagai ancaman, tetapi sebagai masukan untuk perbaikan institusi,” tegas Yohanes Akwan.

Dalam konteks demokrasi, kebebasan berpendapat adalah bagian dari hak dasar yang harus dijamin oleh negara. Oleh karena itu, semua pihak diharapkan dapat menyikapi kritik secara proporsional dan profesional, tanpa mencederai prinsip demokrasi dan supremasi hukum.

“Aparat kepolisian, sebagai lembaga negara, juga diharapkan dapat merespons kritik dengan bukti nyata atas kinerjanya, bukan dengan upaya membungkam suara kritis masyarakat,” pungkas Akwan.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments