Sebuah Refleksi Terhadap Hari Kebebasan Pers Sedunia, yang diperingati setiap 3 Mei. Ini merupakan momen penting untuk menyoroti kondisi kebebasan pers di berbagai belahan dunia, termasuk di Papua, Indonesia. Papua sendiri, mempunyai tantangan serius dalam hal kebebasan pers. Represifitas sebagai salah satu bentuk pencobaan pembungkaman terhadap insan pers, masih kerap terjadi. Kami mencoba untuk merangkum beberapa peristiwa kekerasan maupun intimidasi terhadap insan pers dalam dekade ini yang terekam dan terdokumentasikan.
1. Intimidasi dan Kekerasan terhadap Jurnalis
Jurnalis di Papua sering menghadapi intimidasi, kekerasan fisik, dan ancaman. Victor Mambor, pendiri Tabloid Jubi, menjadi sasaran serangan berulang, termasuk perusakan mobil dan pelemparan bom rakitan di dekat rumahnya. Pada Agustus 2021, mobil milik Lucky Ireeuw, Pemimpin Redaksi Cenderawasih Pos, dirusak oleh orang tak dikenal, dan pelakunya hingga kini belum terungkap. The Conversation+2thepapuajournal.com+2Antara News+2
2. Pembatasan Akses dan Sensor Informasi
Pemerintah Indonesia memberlakukan pembatasan ketat terhadap akses informasi di Papua. Media seperti Suara Papua dan Tabloid Jubi mengalami pemblokiran dan peretasan setelah melaporkan peristiwa sensitif, seperti tragedi Wamena dan Jayapura pada 2019. Wartawan dari media tersebut juga masuk daftar hitam dan mengalami teror dari aparat keamanan. HRW+1The Conversation+1The Conversation+1thepapuajournal.com+1
3. Pembatasan terhadap Jurnalis Asing
Selama lebih dari dua dekade, jurnalis asing menghadapi kesulitan dalam meliput di Papua. Mereka harus melalui proses perizinan yang rumit dan sering kali ditolak tanpa alasan jelas. Meskipun Presiden Joko Widodo pada 2015 mengumumkan pembukaan akses bagi jurnalis asing, implementasinya di lapangan masih menghadapi hambatan signifikan. HRW
4. Intervensi dan Lemahnya Perlindungan Hukum
Pers di Papua masih menghadapi intervensi dalam peliputan dan kurangnya perlindungan hukum. Indeks Kebebasan Pers (IKP) di Papua pada 2023 berada di angka 64,01, lebih rendah dibandingkan Papua Barat yang mencapai 68,22. Faktor-faktor seperti rendahnya penegakan hukum dan tekanan ekonomi turut mempengaruhi kondisi ini.kompas.idjubi.id+1kompas.id+1
Upaya dan Harapan ke Depan
Komnas HAM telah menerbitkan Standar Norma dan Pengaturan (SNP) tentang Hak atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi, yang menekankan pentingnya kebebasan pers sebagai bagian dari hak asasi manusia. Namun, implementasi di lapangan masih menghadapi tantangan besar. Komnas HAM
Hari Kebebasan Pers Sedunia seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah Indonesia untuk merefleksikan dan memperbaiki kondisi kebebasan pers di Papua. Langkah konkret diperlukan untuk memastikan jurnalis dapat bekerja tanpa takut, dan masyarakat Papua mendapatkan informasi yang objektif dan akurat.
Untuk informasi lebih lanjut dan sumber data, Anda dapat mengunjungi artikel-artikel berikut: