Mengenai polemik peternakan tak berizin skala menengah yang dimiliki oleh saudara Yono, di sekitar Rumah Tamu Negara dan Kediaman Wakil Bupati Teluk Bintuni, Bupati Teluk Bintuni, Ir Petrus Kasihiw, MT menjawab keluhan yang dilaporkan melalui YLBH Sisar Matiti. Petrus dalam keterangannya, mengatakan Pemda Teluk Bintuni, mengapresiasi segala kegiatan usaha yang mempunyai dampak bagi perekonomian daerah. Namun menurutnya, dalam melakukan kegiatan usaha atau investasi, harus memperhatikan izin serta peruntukan wilayahnya.
“sekitar Kediaman Wakil Bupati dan Rumah Tamu Negara itu merupakan kawasan elit pemerintahan daerah, jadi tidak mungkin peruntukkannya untuk usaha peternakan. Kawasan SP4 dan SP5 Teluk Bintuni merupakan kawasan yang menjadi pusat kota Bintuni, jadi Pemda tidak mungkin mengeluarkan izin untuk usaha peternakan. Daerah itu, daerah rawan banjir, makanya kami sangat memperhatikan peruntukannya,” ujar Bupati Kasihiw melalui pesan singkatnya.
Bupati menegaskan lagi perihal izin-izin peternakan dan perkebunan yang akan dievaluasi lebih lanjut, seiring dengan giat KPK yang sedang memberi perhatian perihal ini di Papua Barat. “kebetulan KPK sedang melakukan giat bersama dengan Pemprov dan Pemda-Pemda setempat di Papua Barat mengenai perkebunan dan peternakan. Adanya peternakan yang tak berizin di kawasan Rumah Tamu Negara akan kami tinjau dan kontrol lebih lanjut. Pemda akan mengambil tindakan sesuai aturan dan prosedur yang berlaku,” imbuh Bupati Kasihiw.
Menurut Bupati Kasihiw, izin usaha dan izin lingkungan merupakan dua izin paling mendasar yang harus dikantongi oleh pengusaha peternakan. Pemda Teluk Bintuni baru bisa mengeluarkan izin, jika pengusaha peternakan telah memenuhi syarat-syarat yang telah diatur dalam peraturan perundangan.
“Pemda tentu tidak akan mempersulit orang yang mau berinvestasi di Teluk Bintuni. Kami sangat welcome. Apalagi jika usaha itu akan memberikan dampak ekonomi langsung kepada masyarakat. Tapi ya harus sesuai peraturan, koordinasi dengan Pemda dan dinas terkait harus ada. Kelengkapan administrasi harus jelas, peruntukan lahan harus jelas. Zona itu kan sudah ada, ya harus ditaati. Ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian, maka kami di tingkat daerah, harus melaksanakannya,” pungkas Bupati Kasihiw.
YLBH Sisar Matiti Akan Terus Mengawal
Sementara itu, Manager Advokasi Hukum YLBH Sisar Matiti, Zainudin Patta, SH., mengatakan akan terus mengawal perkembangan kasus ini, dan terus berkoordinasi dengan dinas-dinas terkait.
“seharusnya dengan adanya pengakuan oleh Saudara Yono bahwa peternakan sapi yang berlokasi di sekitar Rumah Tamu Negara tidak mempunyai izin, maka dinas terkait sudah selayaknya mengambil tindakan yang diperlukan. Sebuah usaha peternakan dengan skala tertentu itu sudah ditetapkan dengan berbagai peraturan perundangan. Dari skala mikro, kecil, menengah sampai besar itu izinnya berbeda, penangannya juga berbeda. Sudah ada pengakuan lho ini kalau mereka tidak punya izin. Sudah tidak bisa berkilah lagi, peternakan itu harus dipindahkan dari lokasi yang sekarang. ” ungkap Patta.
Di dalam UU Peternakan, menurut Patta, sejumlah izin harus dipenuhi. “misalnya saja dalam UU Peternakan, Pasal 60, sebuah usaha peternakan itu harus punya nomor kontrol veteriner dari Pemerintah Provinsi. Kemudian penangangan, pengolahan limbah dari peternakan skala menengah sebagaimana kategori peternakan saudara Yono, itu harus sesuai syarat yang ditentukan dalam Permentan sebagai pedoman peternakan. Kita tidak bisa punya lahan kosong apalagi sebesar itu langsung bikin usaha tanpa adanya perizinan. Ini negara punya administrasi, perizinan harus dikantongi,” imbuh Patta.
Patta mengatakan, jika masyarakat sekitar yang merasa terganggu dengan adanya peternakan sapi ini, apalagi sampai merugikan, maka YLBH Sisar Matiti akan siap mengajukan Class Action. “Ya setiap usaha yang menimbulkan kerugian di masyarakat, bisa digugat jika merupakan perbuatan melawan hukum. Sesuai dengan Pasal 1365. Kami siap mengambil langkah itu untuk masyarakat sekitar. Jangan usaha yang tidak berizin, usaha yang mempunyai izin saja bisa kok. Kita ambil contoh penjual sate saja jika asapnya mengganggu dan masyarakat merasa keberatan, maka harus ada konsiderasi tersendiri,” pungkas Patta.