Sorong, Papua Barat Daya – Polemik terkait surat rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Papua Barat Daya kembali mencuat seiring dengan dugaan pelanggaran administrasi pemilu yang belum diselesaikan tepat waktu. Yohanes Akwan, SH., MAP., Direktur Eksekutif YLBH Sisar Matiti dan seorang pengamat politik Papua, menegaskan pentingnya pemahaman Bawaslu terhadap ketentuan batas waktu yang diatur dalam Undang-Undang, sehingga proses pemilu tetap berjalan dengan lancar dan bebas dari kendala administratif yang bisa merugikan penyelenggara maupun peserta pemilu.
Menurut Akwan, sesuai dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan sebagai pengganti UU No. 1 Tahun 2015, Bawaslu wajib menyelesaikan laporan dugaan pelanggaran pemilu dalam waktu 14 hari kalender. Hal ini berbeda dengan Peraturan Bersama (PERBER) yang dibuat oleh Bawaslu bersama Kepolisian dan Kejaksaan (No. 1, 5, dan 14 Tahun 2020), yang menyatakan batas waktu dalam hitungan hari kerja. “Secara hierarki, undang-undang lebih tinggi daripada PERBER, sehingga Bawaslu harus tunduk pada ketentuan 14 hari kalender yang telah ditetapkan dalam undang-undang tersebut,” tegas Akwan.
Kasus terbaru melibatkan surat rekomendasi Bawaslu yang dikeluarkan pada 28 Oktober 2024, namun berdasarkan temuan tim investigasi, penyelesaian laporan ini telah melewati batas waktu yang diatur. Akwan menegaskan bahwa rekomendasi Bawaslu yang diterbitkan setelah batas waktu ini seharusnya dianggap tidak sah secara hukum dan tidak memiliki kekuatan untuk memaksa Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua Barat Daya untuk menindaklanjutinya.
Akwan juga menekankan bahwa kecepatan dan ketepatan dalam penyelesaian laporan pelanggaran pemilu sangatlah penting untuk menjaga kelancaran dan stabilitas pemilu. “KPU tidak boleh diintervensi oleh keputusan yang dikeluarkan dengan melampaui batas waktu yang ditentukan. Ini bukan soal tidak menghargai Bawaslu, tapi soal kepatuhan terhadap hukum demi keadilan semua pihak yang terlibat dalam proses pemilu,” ujarnya.
Selain itu, Akwan mengimbau masyarakat untuk segera melaporkan dugaan pelanggaran pemilu sesegera mungkin agar Bawaslu memiliki cukup waktu untuk menyelesaikan laporan tersebut dalam tenggat waktu yang telah diatur. “Keterlambatan di Bawaslu tidak boleh menjadi beban bagi KPU. Masyarakat perlu memahami bahwa jika rekomendasi dikeluarkan setelah 14 hari, itu bukan kesalahan KPU,” tambah Akwan.
Dengan adanya kejadian ini, Akwan berharap Bawaslu dapat lebih cermat dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan KPU bisa menjalankan perannya tanpa adanya konflik administratif yang bisa mengganggu jalannya proses demokrasi di Papua Barat Daya.