Sorong, Papua Barat Daya – Aroma kejanggalan kuat tercium dalam rekomendasi pelanggaran administrasi yang dikeluarkan Bawaslu Papua Barat Daya. Tim Hukum pasangan Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw, di bawah naungan kuasa hukum Yohanes Akwan, S.H., MAP, secara resmi melaporkan Bawaslu Papua Barat Daya ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI pada hari ini. Mereka menduga bahwa tindakan Bawaslu yang dinilai cacat prosedur tersebut bukan hanya sekedar kesalahan teknis, tetapi menimbulkan kesan keberpihakan.
Keputusan yang kontroversial ini bermula dari rekomendasi yang dikeluarkan Bawaslu pada 28 Oktober 2024. Menurut Tim Hukum Abdul Faris dan Petrus, dasar rekomendasi Bawaslu tersebut seharusnya tak lagi relevan karena kasus terkait sudah dihentikan oleh Gakumdu Papua Barat Daya. Keputusan Gakumdu yang sudah final itu seharusnya menutup peluang Bawaslu untuk mengeluarkan rekomendasi lebih lanjut. Namun, Bawaslu diduga tetap nekat menerbitkan rekomendasi, tindakan yang oleh banyak pihak dinilai sarat tanda tanya besar dan berpotensi mengganggu stabilitas proses pemilu di Papua Barat Daya.
Yohanes Akwan menyoroti bahwa pelanggaran ini tak hanya melanggar prosedur hukum, tetapi juga mengancam integritas penyelenggaraan pemilu di Papua Barat Daya. “Kami berharap DKPP RI segera menindaklanjuti laporan ini demi menjaga netralitas penyelenggara pemilu. Ada garis etika yang tidak boleh dilanggar, dan tindakan Bawaslu ini telah melewati batas itu,” ujarnya dengan tegas.
Publik pun menyoroti dugaan pelanggaran ini karena khawatir bahwa tindakan Bawaslu Papua Barat Daya dapat menimbulkan konflik administratif serius dengan KPU, yang pada akhirnya dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu yang sedang berlangsung. Bagi banyak pihak, tindakan Bawaslu ini seolah-olah memberi isyarat adanya kepentingan tersembunyi yang bermain di balik layar.