Manokwari, 6 Februari 2025. Sidang praperadilan yang diajukan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Sisar Matiti digelar hari ini di Pengadilan Negeri Manokwari. Permohonan ini diajukan terkait penetapan tersangka dan penahanan terhadap SI dan CYI, yang dianggap tidak sesuai prosedur hukum.
Plt. Direktur YLBH Sisar Matiti, Melkianus Indouw, SH., menyampaikan bahwa permohonan praperadilan ini diajukan karena Polres Teluk Bintuni tidak memenuhi syarat sahnya penahanan dan penyidikan. “Polres Teluk Bintuni tidak mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada terlapor maupun keluarganya, yang seharusnya menjadi hak mereka,” ujarnya.
Dalam jawabannya, Penyidik Polres Teluk Bintuni menyatakan bahwa Pasal 109 ayat (1) KUHAP hanya mengharuskan pemberitahuan kepada penuntut umum. Namun, Melkianus Indouw menegaskan bahwa ketentuan ini telah dianulir oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 130/PUU-XIII/2015, yang mewajibkan SPDP disampaikan juga kepada terlapor dan korban, paling lambat tujuh hari setelah penyidikan dimulai.
Agenda sidang berikutnya akan dilanjutkan pada tanggal 7 Februari 2025 untuk tahap pembuktian. Namun, Melkianus menyayangkan sikap pengadilan yang dinilai tergesa-gesa dalam menjadwalkan sidang tanpa memberikan kesempatan bagi pemohon untuk menyampaikan replik.
“Pengadilan seharusnya tidak terburu-buru menerbitkan jadwal sidang saat praperadilan masih berlangsung. Hal ini menunjukkan bahwa pengadilan tidak lagi menjadi benteng bagi pencari keadilan untuk mendapatkan kepastian yuridis. Kami seharusnya diberikan kesempatan untuk menyampaikan replik, tapi ini langsung masuk ke tahap pembuktian” kata Melkianus.
Ia juga mengingatkan para penegak hukum agar tidak meremehkan perjuangan masyarakat dalam mencari keadilan. “Ketika hukum tidak lagi dipercaya oleh rakyat Papua, harapan untuk mengindonesiakan Papua dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia akan sia-sia,” tegasnya.
Melkianus juga menambahkan bahwa dalam negara hukum, khususnya di Papua, tidak boleh ada praktik mafia kasus. “Praktik semacam ini hanya akan menghancurkan rasa kebangsaan dalam NKRI,” pungkasnya.
Sidang praperadilan ini menjadi perhatian publik, terutama bagi masyarakat Papua yang berharap proses hukum dapat berjalan adil dan transparan. YLBH Sisar Matiti berkomitmen untuk terus memperjuangkan hak-hak hukum masyarakat Papua dalam berbagai kasus.