Pada hari Selasa (31/08/21), bertempat di Gedung Serba Guna Teluk Bintuni, Pusat Pelatihan Teknik Industri dan Migas (P2TIM) Teluk Bintuni, kembali meluluskan tenaga kerja semi-skilled yang siap berjibaku pada industri teknik dan migas, baik di industri yang beroperasi di daerah (Kabupaten Teluk Bintuni), maupun di tingkat nasional.
Masih banyak yang belum mengenal apa itu P2TIM Teluk Bintuni. Pusat pelatihan ini merupakan lembaga pendidikan vokasi yang dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni, pada tahun 2018 yang lalu. Lembaga ini dibentuk sebagai sarana pelatihan gratis, agar putera daerah Teluk Bintuni bisa ikut berpartisipasi pada industri migas yang diprediksi akan menyerap banyak tenaga kerja lokal.
Selama 3,5 bulan, P2TIM yang menggandeng Petrotekno Technical School sebagai operatornya, akan menggembleng 100 siswa yang berasal dari Teluk Bintuni agar mempunyai kompetensi yang tersertifikasi nasional dan internasional di bidang teknik industri dan migas.
Selama 3 tahun beroperasi, P2TIM telah meluluskan ratusan tenaga kerja siap pakai, yang diharapkan mampu diserap oleh industri-industri migas raksasa, seperti LNG Tangguh, yang dioperasikan oleh British Petroleum.
Namun, Yohanes Akwan, salah satu pemerhati masalah sosial di Papua Barat, juga selaku Direktur Eksekutif YLBH Sisar Matiti melihat hal ini masih belum terlaksana secara maksimal, ketika diwawancarai melalui sambungan telepon pada (31/08).
“Yang saya lihat sampai sekarang, Industri seperti BP Tangguh (LNG Tangguh) masih belum secara maksimal menyerap mereka sebagai tenaga kerja lokal. Padahal kompetensi mereka sudah diakui dan tersertifikasi oleh ECITB (Engineering Construction Industry Training Board) di Inggris dan juga BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi),” ujar Yohanes.
Yohanes menyayangkan melihat banyaknya tenaga lulusan P2TIM yang masih harus bekerja di luar kompetensi mereka, karena harus bekerja untuk sekadar menyambung hidup.
“Jadi begini, saya sayangkan karena banyak anak P2TIM ini selain ketika sudah lulus mereka ada yang menganggur, juga ada yang memang direkrut tapi tidak sesuai kompetensi. Waktu 2020 yang lalu mereka sempat ikut bersuara ketika BP Tangguh me-lay-off ratusan tenaga kerja mereka. Di situ ada yang cuma dipekerjakan sebagai tukang bersih-bersih lah. Ini kan tidak boleh,” tegas Yohanes.
Perda Teluk Bintuni Nomor 9 Tahun 2020 Merupakan Produk yang Menjadi Solusi Masalah Ketenagakerjaan
Lanjut menurut Yohanes, untuk menyikapi polemik ketenagakerjaan seperti ini, Pemerintah Daerah Teluk Bintuni kemudian menyiapkan produk hukum yakni Perda Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pemberdayaan, penempatan Tenaga kerja Lokal di Kabupaten Tuluk Bintuni.
“Kemarin Pemda Teluk Bintuni dan DPRD telah mensahkan Perda Nomor 9 tentang pemberdayaan tenaga kerja lokal. Kami sangat apresiasi ini, berarti sekarang perlindungan terhadap mereka (P2TIM – red) sudah ada payung hukumnya. Maka mau tidak mau, perusahaan seperti LNG Tangguh, atau Genting Oil dan yang lain yang beroperasi di Teluk Bintuni, harus merekrut mereka sebagai bagian dari pemberdayaan sumber daya manusia juga. Pembangunan infrastruktur dan SDM ini kan harus berjalan beriringan, kami akan mengawal Perda ini agar bisa dipatuhi oleh industri di Teluk Bintuni,” pungkas Yohanes.