Papua Barat Daya, wilayah yang dikenal dengan keanekaragaman hayati dan keindahan alamnya, kini menghadapi ancaman besar akibat deforestasi. Menurut Laporan Deforestasi Papua 2023 dari Greenpeace Indonesia, Papua menjadi salah satu wilayah dengan tingkat pembukaan hutan tertinggi di Indonesia. Data ini diperkuat oleh Data analisis dampak lingkungan Papua Barat Daya, 2024, yang mencatat bahwa deforestasi masif terjadi akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit dan praktik penebangan liar.
Dampaknya tidak hanya pada ekosistem, tetapi juga terhadap kehidupan masyarakat adat Papua yang bergantung pada hutan untuk sumber daya dan keberlanjutan budaya mereka. Pembukaan lahan yang tidak terkendali telah meningkatkan risiko banjir di wilayah pesisir, merusak tanah ulayat, dan mengancam spesies endemik di Papua Barat Daya.
Selain itu, laporan Greenpeace menyebutkan bahwa pengelolaan tata ruang yang kurang ketat menjadi salah satu faktor utama yang memperburuk kondisi lingkungan. Banyak izin usaha dikeluarkan tanpa memperhatikan keberlanjutan, sehingga menyebabkan konflik sosial dan degradasi lingkungan.
Cara Pandang AFU-Petrus Pada Isu Lingkungan
Isu lingkungan merupakan isu yang kurang seksi serta tidak mendapat tempat prioritas dalam visi misi cakada di tanah Papua, namun tidak begitu dengan pasangan Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw. Masalah deforestasi dan hak masyarakat adat menjadi concern prioritas dalam visi misi pasangan dengan jargon ARUS ini.
Dalam debat ketiga Pilgub Papua Barat Daya pada 20 November 2024, pasangan calon ini menawarkan solusi konkret atas permasalahan yang sering dianggap sepele. Komitmen mereka untuk keberlanjutan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat adat menjadi titik utama dalam visi mereka.
1. Penguatan Ekonomi Masyarakat Adat Papua
AFU menekankan pentingnya meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat adat. Langkah ini akan dilakukan melalui penguatan alokasi anggaran untuk pemberdayaan berbasis potensi lokal dan penerbitan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) yang melindungi tanah ulayat serta kearifan lokal.
2. Pengendalian Deforestasi dan Tata Ruang
Untuk mengatasi laju deforestasi, pasangan ini berkomitmen menerapkan pengaturan tata ruang yang ketat. Langkah ini bertujuan mengurangi risiko banjir akibat sedimentasi dan menjaga ekosistem hutan yang menjadi penyangga utama kehidupan masyarakat Papua.
3. Evaluasi Izin Perusahaan
AFU juga menyoroti pentingnya mengevaluasi izin perusahaan, terutama di sektor perkebunan sawit. Jika ditemukan pelanggaran, izin yang merusak lingkungan akan dicabut. Kebijakan ini bertujuan memastikan aktivitas usaha berjalan secara bertanggung jawab dan sesuai dengan prinsip keberlanjutan.
Dari sisi investasi, Petrus Kasihiw mencontohkan di Teluk Bintuni mempunyai Perda tentang perlindungan masyarakat adat serta pentingnya regulasi yang bisa memberikan perlindungan kepada masyarakat adat, yang dapat juga memberikan kepastian kepada investor yang dapat menguntungkan dua belah pihak.
Antara Dampak Kerusakan Lahan Sawit dan Kebutuhan Investasi Daerah
Masalah investasi yang berjalan beriringan dengan hak masyarakat adat bagi Petrus Kasihiw bukanlah isu yang asing lagi. Sebagai mantan bupati Teluk Bintuni dua periode, doktor dalam bidang kehutanan yang akrab dipanggil Piet ini sering menekankan tentang pentingnya pembatasan investasi yang tidak diperlukan bagi tanah Papua.
Di Teluk Bintuni, Piet Kasihiw sangat berhati-hati dalam menerbitkan izin bagi perusahaan sawit. “Saya masih belum setuju adanya konsesi sawit pada lahan baru di Teluk Bintuni. Karena apa? Sawit ini dia menyerap air terlalu banyak, akhirnya tanah di sekitar menjadi kering. Itu sudah ada lahan sawit yang sudah ada lama di sini, mereka harus bisa tanam kembali, jadi untuk konsesi lahan baru, saya masih belum melihat manfaatnya bagi daerah,” ungkapnya.
Wawancara eksklusif kami dengan Piet Kasihiw terhadap masalah lingkungan terutama bagaimana agar bisa selaras dengan investasi yang tentu penting bagi sebuah daerah, dapat dibaca selengkapnya pada tautan berikut. https://bicarauntukrakyat.com/jalan-panjang-teluk-bintuni-melawan-isu-sawit/
Potensi Papua Barat Daya yang Berkelanjutan
Komitmen pasangan ARUS menunjukkan keberpihakan nyata kepada masyarakat adat Papua dan keberlanjutan lingkungan. Jika langkah-langkah ini diterapkan, Papua Barat Daya memiliki potensi besar untuk menjadi wilayah yang lebih adil, sejahtera, dan ramah lingkungan.
Papua Barat Daya membutuhkan pemimpin yang tidak hanya memahami tantangan lingkungan, tetapi juga memiliki solusi konkret. Pasangan AFU-Petrus membuktikan bahwa mereka siap untuk menghadapi tantangan ini dan membawa perubahan nyata bagi masyarakat dan lingkungan Papua, dengan adanya regulasi khusus daerah, maka hak masyarakat adat, lingkungan serta investasi bisa berjalan beriringan.