HomeKabar BintuniMenagih Janji Penyerapan Tenaker Lokal oleh BP Tangguh

Menagih Janji Penyerapan Tenaker Lokal oleh BP Tangguh

BP Train 3 Tangguh. Sumber: Portonews.com.

BP (British Petroleum) Berau Ltd merupakan operator dari Liquefied Natural Gas (LNG) Tangguh, yang memegang konsesi atas pengeboran gas alam di Teluk Bintuni, telah beroperasi sejak 2005.

Sampai sejauh mana manfaat yang diberikan oleh BP atau LNG ini kepada masyarakat, terutama yang terdampak langsung oleh industri? Artikel ini kami tulis dengan mewawancarai beberapa tokoh masyarakat serta melakukan audiensi langsung dengan Dr Drs Jamaluddin Iribaram, Msi, mantan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat, pada (26/2/2020).

14,4 triliun kaki kubik, konsesi untuk pengeboran gas alam yang dipegang oleh LNG Tangguh bukan angka yang kecil. Total kandungan gas alam yang berada di Teluk Bintuni adalah sebesar 24-25 triliun kaki kubik. Dengan eksploitasi sebesar itu, seharusnya masyarakat yang terdampak langsung mendapatkan benefit yang tidak sedikit. Sejak beroperasi di tahun 2005 silam, pada kenyataannya, BP Tangguh dianggap terlalu eksklusif oleh masyarakat Teluk Bintuni.

Persoalan penyerapan tenaga kerja yang dijanjikan oleh BP sebesar 70% yang menggunakan tenaga lokal, sampai sekarang tidak bisa direalisasikan. BP masih bungkam terhadap transparansi data dan statistik bahkan kepada Disnakertrans Teluk Bintuni. Klaim-klaim penyerapan tenaga kerja masih bersifat satu arah. Klarifikasi serta pemeriksaan silang yang nihil terhadap hal ini, menjadi pertanyaan besar.

Klarifikasi yang dilakukan oleh BP Tangguh tak pernah menjadi sebuah bahan klarifikasi yang dapat diakses secara transparan di Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat.

Masalah Klasik Ketenagakerjaan yang Berulang

Penyerapan tenaga kerja lokal oleh BP Tangguh melalui sub kontraktornya pada tahun 2020 pernah kembali menjadi sorotan, ketika CSTS (Sub Kontraktor LNG Tangguh) melakukan PHK secara sepihak terhadap 225 tenaga kerja yang berasal dari Teluk Bintuni. http://bicarauntukrakyat.com/2020/06/24/phk-lng-tangguh-upaya-pengerdilan-tenaga-lokal/

Pemuda-pemuda Tujuh Suku itu melakukan protes karena CSTS sebagai Sub Kon memutus kontrak mereka melalui pesan singkat, tanpa ada keterangan sama sekali.

Atas isu ini, Pemda kemudian memanggil perwakilan dari karyawan yang di-PHK untuk duduk bersama dengan pihak BP dengan semua stake holdernya, agar mendapatkan solusi atas permasalahan tenaga kerja. http://bicarauntukrakyat.com/2020/06/24/bupati-kasihiw-peringati-keras-csts-karena-phk-karyawan-bintuni/

Terminal Khusus Yang Misterius

Kegiatan di Dermaga Pelabuhan Distrik Babo, Teluk Bintuni. Foto: Isitimewa.

Sebagai industri migas yang memegang konsesi mega proyek seperti LNG Tangguh di Teluk Bintuni, LNG butuh sebuah terminal khusus yang melayani kebutuhan industri internal.

Terminal ini disebut sebagai terminal khusus LNG Tangguh. Eksklusivitas dari operasi Terminal Khusus ini masih menjadi misteri dan impian bagi warga lokal.

Kegiatan yang dilakukan di dalam Terminal Khusus milik BP atau LNG Tangguh ini seakan menjadi area verboden  bagi masyarakat umum. Untuk bekerja sebagai karyawan di dalamnya sebagai tenaga bongkar muat apalagi.

Untuk diketahui, Teluk Bintuni mempunyai organisasi-organisasi buruh pelabuhan di setiap distriknya yang diberi nama Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM).

Serikat ini merupakan upaya advokasi terhadap hak dan kepentingan buruh bongkar pelabuhan di Teluk Bintuni. Harapan TKBM dengan adanya industri raksasa seperti LNG Tangguh di Teluk Bintuni sangat sederhana: Dilibatkan dalam kegiatan bongkar muat dan menjadi foreman (Red: Pengawas atau koordinator pekerjaan bongkar muat di dermaga) pada kegiatan bongkar muat LNG Tangguh.

Berkali-kali ketua-ketua TKBM di Teluk Bintuni berusaha meyakinkan LNG Tangguh untuk mengaryakan mereka sebagai karyawan di dalam perusahaan, pada terminal khusus yang dimiliki. Namun berkali-kali pula permintaan tersebut ditolak, dengan alasan sertifikasi dan pengalaman kerja resmi.

Keahlian atau skill yang dimiliki oleh para buruh yang tergabung di dalam TKBM, merupakan keahlian yang diperoleh secara otodidak. Pengalaman bertahun-tahun berjibaku dengan kegiatan bongkar muat merupakan salah satu kontribusi lahirnya keahlian ini.

Masyarakat Rela adanya Industri, Asal Ada Manfaat yang Diterima

Permintaan adanya sertifikasi yang dimiliki sebagai salah satu syarat untuk dipekerjakan di Terminal Khusus maupun sebagai karyawan LNG Tangguh ini merupakan tanda tanya besar bagi mereka. Dengan terbatasnya akses komunikasi serta sarana pelatihan bersertifikasi di bidang ini, bagaimana mungkin mereka bisa memperoleh sertifikasi?

LNG Tangguh sebagai industri, seharusnya menyediakan sarana pelatihan sertifikasi ini sebagai bentuk fasilitas dan komitmen kepada masyarakat yang terdampak langsung, agar bisa memperoleh penghidupan yang layak. Namun terhadap hal ini, LNG Tangguh masih abai. Dalil sertifikasi sebagai syarat untuk bergabung dengan mereka, menjadi sebuah pretensi untuk menolak mengaryakan warga lokal.

Charles Durisara, seorang Pengurus TKBM dari Pelabuhan Babo, Teluk Bintuni mengungkapkan kekecewaannya terhadap penolakan LNG ini. “Jadi BP ini minta supaya yang mau bergabung dengan mereka di tenaga pelabuhan harus punya license. Sebenarnya buruh pelabuhan di sini itu ada skillnya, tapi dibatasi dengan adanya permintaan license tadi,” ujar Charles.

Penggunaan tenaga dari luar area terdampak di dalam perusahaan, menjadi catatan kekecewaan yang selama ini dipendam oleh warga lokal. Dengan standar keahlian bongkar muat maupun foreman yang dikaryakan LNG Tangguh, seharusnya bisa menggunakan tenaga TKBM Teluk Bintuni, namun LNG bergeming terhadap hal ini.

Seperti yang dilansir dari CNN Indonesia pada Sabtu, 11/04/2020, ratusan pekerja dari luar Babo atau Tanah Merah  yang akan menuju LNG Tangguh harus dikarantika di Maluku selama 14 hari. Perlakuan khusus perusahaan terhadap para karyawan dari luar Papua Barat ini semakin menunjukkan eksklusivitas British Petroleum selama beroperasi di Teluk Bintuni. Minat LNG Tangguh untuk memberdayakan warga terdampak industri masih terbilang setengah hati.

Johan Masipa, Ketua TKBM Distrik Tanah Merah, Teluk Bintuni pun mengungkapkan hal yang sama. “Kita sudah berteriak banyak ke BP untuk mengambil bagian di dalam LNG Tangguh. Tapi tidak tahu, satu dan lain hal, kita selalu ditolak. Sampai Bapak Desa juga sudah minta. Tapi ditolak. Karena kita tahu yang bekerja di dalam itu orang-orang dari Jawa,” ungkapnya penuh kekecewaan.

Konstruksi untuk menarik kepercayaan masyarakat terhadap kegiatan pengeboran gas alam yang dilakukan oleh BP LNG Tangguh layaknya berada pada titik nadir. Masyarakat terdampak langsung industri ingin manfaat langsung yang bisa dirasakan oleh mereka.

Masyarakat sebenarnya sangat tidak keberatan dengan adanya industri mega proyek seperti yang dilakukan oleh LNG Tangguh. Kekayaan alam yang dimiliki untuk dimanfaatkan seluas-luasnya untuk kepentingan bangsa mereka relakan, asalkan BP atau LNG Tangguh ini mau memberikan sedikit kecapan manis atas hasil alam mereka. Hal ini diungkapkan oleh Dr Drs Jamaluddin Msi, mantan Kadisnakertrans Teluk Bintuni.

Jika manfaat itu tidak bisa dirasakan langsung oleh masyarakat, terutama pemegang hak-hak ulayat dimana LNG Tangguh beroperasi, maka beliau berpendapat tidak ada gunanya LNG Tangguh meneruskan kegiatan mereka di Teluk Bintuni.

”BP pulang saja. Kami punya pohon sagu untuk kami makan. Dari dulu sejak Allah ciptakan tanah ini, Papua ini, dengan kami dititipkan di muka bumi ini, itu tidak ada kami punya orang Papua khusus kemudian orang Teluk Bintuni mati lapar, tidak ada sejarah itu. Jadi kalau seperti ini, maka BP tidak terlalu penting bagi kami” ungkap Beliau.

Masyarakat Teluk Bintuni berharap agar BP LNG Tangguh bisa bersikap lebih terbuka. Apresiasi dengan adanya pembangunan sebagai akibat hadirnya BP LNG Tangguh di tanah mereka tidak luput dari perhatian. Namun pemanfaatan dan penyerapan warga lokal sebagai tenaga kerja yang dijanjikan pada awal perusahaan ini beroperasi di daerah mereka,  masih dinantikan realisasinya sampai sekarang.

Kehadiran British Petroleum sebagai pemegang konsesi pengeboran gas alam di Teluk Bintuni sejak 2005, menjadi sebuah ironi yang menganga. Kabupaten Teluk Bintuni merupakan daerah yang masuk dalam daftar daerah tertinggal di Indonesia. Potensi kekayaan alam yang seharusnya bisa mengubah nasib warga masyarakat terdampak, rupanya tidak memberikan sebuah perubahan positif yang signifikan.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments