Sejumlah mahasiswa dan masyarakat yang dinamakan Solidaritas Mahasiswa dan Rakyat Papua, pada hari ini, (15/07) melakukan aksi penolakan Otsus Jilid II, di depan pintu utama Kampus UNIPA, Manokwari, Papua Barat.
Aksi penolakan Otsus jilid II ini terjadi di hampir seantero Tanah Papua, dengan latar belakang yang sama: “Menolak Otsus Jilid II” karena mereka merasa pembahasan revisi yang dilakukan oleh DPR-RI ini tidak melibatkan masyarakat Papua, serta tidak membawa semangat yang dibutuhkan oleh Papua pada umumnya.
Menurut Pilatus Lagowan, KOMDA PMKRI Regio Papua Barat, massa aksi ini hendak menyampaikan aspirasi ini ke Majelis Rakyat Papua (MRP) Barat, namun dihadangi oleh aparat kepolisian.
“Kami dihadang dan tidak boleh menyampaikan aspirasi kami dalam penolakan ini. Padahal ini adalah suara dari mahasiswa dan masyarakat Papua. Pada intinya, kami menolak dengan tegas Otsus Jilid II, bukan hanya revisi, tapi menolak keseluruhan, karena elemen Papua tidak dihadirkan dalam pembahasan revisi tersebut oleh DPR-RI,” pungkas Pilatus.
Di waktu yang sama, Yohanes Akwan, SH, Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Sisar Matiti melakukan protes atas hal yang sama.
Menurutnya pembahasan Otsus Jilid II di ketika Papua dan Papua Barat sedang menjalankan PPKM Darurat, merupakan tindakan yang tidak etis oleh DPR-RI.
“Ini aneh sekali, ketika kami semua di sini sedang menjalani PPKM Darurat, mereka melanjutkan pembahasan Otsus, ini seperti mencari celah agar aksi tidak dilakukan oleh masyarakat. Kami sangat menolak modus-modus seperti ini. Seperti ada urgensi yang dibuat seolah-olah,” ujar Akwan yang juga sekaligus sebagai pemerhati masalah sosial di Papua Barat.
Menurutnya masyarakat Papua dan Papua Barat dengan tegas menolak Otsus Jilid II karena tidak unsur dialog terbuka dengan orang Papua dan Jakarta tidak pernah dilakukan.
“Pertama, sebelum itu disahkan, seharusnya ada dialog dengan orang Papua langsung. Ini seperti kehendak Jakarta yang bikin diri tahu dengan kami di daerah. Kedua, seharusnya draft dari revisi itu harus disosialisasikan dulu ke kita. Ini kita berbicara kebijakan yang akan mempengaruhi hidup orang Papua dan Papua Barat, bukan dalam kewenangan mereka di Jakarta yang menentukan. Ini apa-apaan?,” tegasnya.
Akwan juga menyinggung mengenai konflik Papua yang hingga kini masih belum terselesaikan oleh pemerintah pusat. Menurutnya isu ini harus ada resolusinya.
“Untuk itu, dalam situasi yang rasional, Revisi Otsus jangan dipaksakan. Evaluasi Otsus harus dikembalikan ke rakyat. PDIP, Hanura serta Mendagri jangan memaksakan kehendak. Karena Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada masyarakat Papua, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri, berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua,” pungkas Akwan.