Manokwari, 17 April 2025 — Agenda mediasi antara Yohannes Akwan dan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Teluk Bintuni resmi dinyatakan gagal. Dengan berakhirnya upaya damai tersebut, perkara wanprestasi yang diajukan Penggugat akan dilanjutkan ke pokok perkara di Pengadilan Negeri Manokwari.
Perkara ini bermula dari perjanjian lisan antara Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Teluk Bintuni dengan advokat Yohannes Akwan, yang diminta untuk menjadi kuasa hukum KPU pada Pilkada 2024 lalu. Namun, meski telah menyusun draf kerja sama dan menolak tawaran pihak lain demi menjaga integritas, KPU justru tidak merealisasikan kesepakatan tersebut. Atas dugaan wanprestasi ini, Akwan mengajukan gugatan perdata dan menuntut kompensasi atas kerugian materiil dan immateriil yang dialaminya.
Salah satu kuasa hukum Penggugat, Nejunith Syabes, S.H., menegaskan bahwa kegagalan mediasi membuktikan tidak adanya itikad baik dari pihak Tergugat untuk menyelesaikan persoalan secara adil.
“KPU telah meminta secara lisan agar klien kami menjadi kuasa hukum mereka dalam menghadapi perkara di Bawaslu. Klien kami sudah menindaklanjuti permintaan itu dengan menyusun draf perjanjian dan surat kuasa. Namun hingga kini tidak ada realisasi kerja sama. Apalagi selama masa tersebut, klien kami telah menolak tawaran dari salah satu calon peserta Pilkada sebagai bentuk komitmen dan menjaga independensi sebagai advokat. Ini jelas merupakan bentuk wanprestasi,” tegas Syabes.
Menurut Syabes, dalam hukum perdata terdapat asas penting: “Pacta Sunt Servanda”, yang berarti “setiap janji harus ditepati.” Adagium ini merupakan prinsip universal yang mengikat semua pihak dalam hubungan perdata, baik yang dibuat secara tertulis maupun lisan.
Ia juga merujuk pada kasus terkenal di Amerika Serikat, Texaco v. Pennzoil (1987), di mana pengadilan mengakui kekuatan hukum dari kesepakatan lisan dan menghukum Texaco membayar ganti rugi miliaran dolar karena intervensi terhadap perjanjian verbal.
“Meskipun kasus tersebut tidak terjadi di Indonesia, namun bisa menjadi rujukan luar dalam konteks wanprestasi. Di Indonesia sendiri, asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata juga mengakui perjanjian lisan, selama unsur konsensus dan itikad baik terpenuhi. Jadi, meskipun janji itu belum dituangkan secara tertulis, klien kami tetap berhak atas kompensasi atas kerugian yang ditimbulkan,” jelasnya.
Penggugat menuntut kompensasi sebagai ganti rugi atas kerugian immateriil dan pemulihan nama baik, menyusul tindakan Tergugat yang dianggap telah meremehkan peran dan kehormatan profesi advokat (officium nobile).
KPU sebelumnya menyatakan keberatan atas tuntutan kompensasi, namun menyatakan bersedia untuk meminta maaf secara terbuka di media. Menurut tim hukum Penggugat, tindakan tersebut adalah pengakuan tersirat atas tanggung jawab yang coba dihindari dengan tidak membayar kerugian.
“Dengan menyetujui permintaan kami untuk meminta maaf, berarti ada pengakuan langsung adanya itikad atau akad perjanjian antara Tergugat dan Penggugat. Itu bentuk pengakuan langsung dari Ketua KPUD Teluk Bintuni di hadapan sidang, dan berlaku sebagai bukti yang sah. Tapi permintaan maaf saja tidak cukup untuk memulihkan kerugian klien kami. Kami juga sedang mempertimbangkan adanya indikasi bahwa klien kami sengaja ditawarkan untuk menjadi kuasa hukum KPUD agar melepaskan salah satu calon kepala daerah tertentu. Tentu kami akan telaah lebih lanjut kemungkinan adanya unsur pidana, dan akan kami tindaklanjuti. Kebetulan, ada beberapa peristiwa pidana di lingkungan KPUD Teluk Bintuni yang bisa kami jadikan acuan bahwa dugaan ini patut dicurigai,” ujar Syabes.
Dengan gagalnya mediasi, perkara ini akan masuk ke tahap pembuktian. Tim hukum Yohannes Akwan menyatakan siap membuktikan seluruh dalil gugatan di hadapan majelis hakim.
Akan Dibawa Sampai Mahkamah Agung
Di tempat terpisah, salah satu kuasa hukum Penggugat lainnya, Demianus Waney, S.H., M.H., menegaskan bahwa janji pejabat KPU Teluk Bintuni kepada advokat Yohannes Akwan yang tidak dipenuhi adalah pelanggaran serius, dan pihaknya tidak akan mundur. “Kami akan lawan Ketua dan Sekretaris KPU sampai ke Mahkamah Agung,” kata Demianus.
Lebih lanjut, Demianus menilai bahwa KPU telah mengakui perbuatannya dalam sidang mediasi, ketika secara tegas menyatakan tidak pernah membuat perjanjian tertulis.
“Pernyataan itu justru membuktikan bahwa mereka mengakui, secara sadar dan dalam keadaan sehat, telah berjanji kepada klien kami,” tambahnya.
Menurutnya, apabila KPU tidak jadi menggunakan jasa hukum dari Yohannes Akwan, seharusnya mereka memberikan informasi secara tertulis kepada yang bersangkutan. Hal tersebut adalah hak dari advokat yang dijamin oleh undang-undang.
“Advokat dalam bekerja dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Pasal 1 mengatur bahwa advokat berhak mendapatkan informasi, data, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kepentingan klien,” tegas Demianus.
Ia pun menutup pernyataannya dengan ketegasan bahwa gugatan ini akan terus diperjuangkan hingga ke tingkat tertinggi. “Kami tidak akan mundur. Kasus wanprestasi yang dilakukan Ketua dan Sekretaris KPU Teluk Bintuni ini akan kami bawa hingga ke Mahkamah Agung, bila perlu,” tutupnya.