HomeKabar BintuniKepala Bappeda Bintuni Menyayangkan Pernyataan Menteri Bahlil

Kepala Bappeda Bintuni Menyayangkan Pernyataan Menteri Bahlil

Dr Alimudin Baedu, Kepala Bappeda Kabupaten Teluk Bintuni. 

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappeda) Kabupaten Teluk Bintuni, Dr Alimudin Baedu, menyayangkan pernyataan Menteri Investasi/Kepala BPKM-RI, Bahlil Lahadila, mengenai tapal batas Teluk Bintuni dan Fakfak, saat memberikan sambutan di Kabupaten Fakfak, pada hari Senin (27/09/21).

Dalam sambutannya, Bahlil menyanggupi permintaan dari Bupati Fakfak, Untung Tamsil untuk mempertemukan Bupati dengan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian dalam rangka pembahasan tapal batas, yang sedang menjadi polemik antara Kabupaten Teluk Bintuni dan Fakfak.

Seperti dilansir dari mataradarindonesia.com, Bahlil menyanggupi permintaan Bupati Fakfak tersebut, karena kedekatannya dengan Menteri Dalam Negeri sebagai seorang teman, sehingga pertemuan tersebut akan segera diakomodir dan dilaksanakan di Jakarta.

Atas pernyataan tersebut, Alimudin sebagai bagian dari Pemerintah Daerah (Pemda) Teluk Bintuni, menganggap pernyataan Bahlil yang mengungkap bahwa memindahkan pabrik saja merupakan perkara yang gampang, apa lagi cuma tapal batas, sebagai pernyataan yang takabur dari seorang menteri, tanpa meminta pertimbangan dari para pihak yang sedang berpolemik.

“Kalau betul itu keluar dari mulut seorang menteri, maka menurut sy ini cara pandang yg kerdil, Pernyataan itu tak pantas disampaikan di ruang publik. Ini melukai hati dan perasaan semua orang di Teluk Bintuni, dan berpotensi menimbulkan konflik di tengah masyarakat,” ungkap Alimudin.

Alimudin mengatakan bahwa pembahasan Tapal Batas Teluk Bintuni – Fakfak telah melalui pembahasan panjang yang difasilitasi oleh pemerintah pusat dan Provinsi Papua Barat.

“Saya ingin mengingatkan, semua pihak telah duduk satu meja, datang dengan data yang dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan kaidah dan norma hukum. Dibahas dengan argumentasi yang terukur, titik temu dan kesepakatan yang dicapai sudah diikat dengan berita acara dan Permendagri,”

Alimudin juga mencurigai bahwa, munculnya polemik tapal batas ini karena ada kepentingan tertentu. Terutama mengenai sumber daya alam dan status Teluk Bintuni sebagai Kawasan Industri Khusus.

“Saya ingin beritahu bahwa Teluk Bintuni sebagai pemilik Sumber Daya Alam Migas tidak akan diam, karena mereka harus memahami dengan baik bahwa Penetapan Kawasan Industri Teluk Bintuni, bukanlah keinginan semata dari masyarakat dan Pemda Teluk Bintuni, yang menetapkan KI (Kawasan Industri – red) Bintuni kan Pemerintah Pusat. Ada Perpres 18 Tahun 2019 Tentang RPJMN, dimana KI Teluk  Bintuni merupakan salah satu kawasan prioritas nasional.  Dan Untuk Pertama kalinya ditetapkan sebagai PSN berdasarkan Perpres Nomor 58 Tahun 2017 yang berlanjut dengan Perpres 109 Tahun 2020 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional,” tegas Alimudin.

Lanjut jelas Alimudin bahwa status Teluk Bintuni sebagai Kawasan Industri merupakan inisiasi dari Kementerian Perindustrian pada tahun 2013.

“Untuk ini, beberapa tahapan sudah berjalan dan sudah progress. Kawasan Industri Teluk Bintuni telah diikat dengan beberapa regulasi. KI TB berbasis gas bumi yang nantinya akan diolah menjadi Methanol, polyethylene dan polypropylene dengan rencana produksi sebesar 950.000 mtpa, menggunakan bahan dasar gas bumi yg disuplay dari tangguh Train 3 Bp (British Petroleum LNG Tangguh – red) dan GOKPL dari Blok Kasuri. Proyek PSN KI Teluk Bintuni dilaksanakan dengan skema Design Build Maintenance Transfer atau SKEMA KPBU, dan semuanya sudah ditetapkan dengan keputusan yang mengikat diantaranya keputusan Menteri Keuangan RI  No. 106/KM.08/2020 tentang Penugasan kepada SMI untuk melaksanakan Proyek KPBU KI Teluk Bintuni. Perjanjian Pelaksanaan PDF antara kementerian perindustrian dengan SMI Nomor 6 Tahun 2020. Kawasan KI Teluk Bintuni (2112 Ha) seluruhnya sudah berada pada APL Areal Penggunaan Lain dan tidak bersentuhan dengan Kawasan Hutan sesuai Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor SK.710/Menhut-II/2014  dan Nomor SK.783/Menhut-II/2014. Sdh ada penyesuaian dalam Revisi RTRW TB,  kawasan KI sdh diakomodir dalam pola ruang sebagai kawasan industri” imbuhnya.

Alimudin menegaskan lagi bahwa pengadaan lahan Kawasan Industri Teluk Bintuni telah mendapatkan respon dari pemilik Hak Ulayat Marga Agopa, yang dituangkan mekanismenya dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 serta Peraturan Menteri RI Nomor 19 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, dan diperkuat dengan surat pernyataan Ketua Marga Agopa untuk mendukung proses dan keberadaan Kawasan Industri Teluk Bintuni melalui mekanime regulasi tersebut.

“Saya kira masyarakat adat dan Pemerintah Daerah Teluk Bintuni tidak akan rela jika ada pihak-pihak yang mau bermain dan serta merta memindahkan pabrik, karena PT. Pupuk Kaltim juga merupakan perintis dari KI Teluk Bintuni. Kendala yang membuat mereka menunggu adalah kesepakatan harga gas antara Pemerintah dengan Investor (ini kan B to G) dan ini kewenangan Pusat. Rencana supply gas sebesar 180 MMSCFD sudah disetujui oleh SKK migas Kementerian ESDM,” pungkasnya.

 

 

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments