Lex specialis derogat legi generali adalah asas hukum yang menyatakan bahwa peraturan perundangan yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan aturan lainnya yang bersifat umum (lex generalis). Dalam hal ini menjadi sebuah dasar untuk dipergunakannya Undang-Undang Otsus sebagai peraturan perundangan yang lebih tinggi hierarkinya, untuk memberi perlingungan kepada Orang Papua sebagai warga negara.
Bagaimana cara negara memuliakan orang Papua dalam relasi hukum atau undang-undang antara Papua dan Jakarta? Hanya dengan mendengar, mengakomodir kepentingan-kepentingan pokok orang Papua dalam konstruksi undang-undang maupun peraturan pemerintah yang disusunlah, maka mereka bisa menempatkan kedudukan dan kepentingan orang Papua pada posisi terttingi dan pasti melalui undang-undang Otsus.
Dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, Â kewenangan membentuk atau mendirikan partai politik menjamin alokasi kursi bagi Orang Asli Papua (OAP).
Merujuk UU tersebut pada Pasal 6A yang mengatur tentang Dewan Perwakilan Rakyat Papua  (DPRK), jalur pengangkatan merupakan peluang terakhir setelah partai politik lokal ditiadakan, alokasi kursi partai nasional khusus OAP sulit diubah. Maka DPRK jalur pengangkatan menjadi satu-satunya peluang, yang diupayakan untuk menjamin hak politik Orang Asli Papua.
Namun, yang kemudian muncul permasalahan pada pasal tersebut adalah, adanya Pasal 26 Ayat 3, Rancangan Peraturan Pemerintah tentang DPRK yang membatasi kewenangan DPRK itu sendiri. Jalur pengangkatan khusus tersebut tidak memiliki fraksi di DPRD, tidak masuk dalam alat kelengkapan dewan seperti BAMUS, tidak membentuk fraksi khusus, tidak menduduki pimpinan fraksi maupun unsur pimpinan ketua dan wakil ketua, bahkan jalur khusus ini tidak mempunyai kewenangan untuk dapat mengusung atau mencalonkan kepala daerah pada wilayahnya.
Dengan ditiadakannya kewenangan untuk mengusung kepala daerah oleh DPR pengangkatan atau kewenangan lainnya yang di kurangi, maka substansi Rancangan Peraturan Pemerintah semacam ini sesungguhnya bertentangan dengan semangat proteksi dan afirmasi politik kepada Orang Papua yang dimaksud dalam UU Nomor 2 Tahun 2021 dan RPP Tentang Kewenangan.
Jika hak-hak yang melekat pada DPRK tidak diberikan, sesunguhnya revisi belum bisa dikatakan berhasil menempatkan posisi Orang Asli Papua pada posisi yang dimuliakan dan dihormati hak-hak dasar politiknya. Hal ini mengesankan DPR jalur pengangkatan, justru dikebiri kewenangannya, oleh UU Perubahan Otsus ini.
Karena itu Rancangan Peraturan Pemerintah  yang sedang disusun pemerintah pusat, hendaknya mengakomodir kewenangan politik DPRPK dan DPRP Pengangkatan untuk mengusung calon kepala daerah, membentuk fraksi khusus, menduduki unsur pimpinan dewan dan alat kelengkapan DPR Lainnya. Termasuk kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengurus sendiri pembangunan menurut karsa dan keinginan masyarakat Papua. Kecuali enam hal yang telah dibatasi seperti moneter, agama dan lainnya.
Tulisan ini merupakan opini oleh: Agustinus Kambuaya, Anggota DPR Otsus Papua Barat