
Isu kerusakan mangrove selalu menjadi anak tiri. Maksudnya, masing banyak orang yang kurang peduli tentang fungsi, manfaat, dan kerusakan mangrove saat ini. Kendati sudah banyak yang bicara soal deforestasi hutan, namun masih sedikit yang berbicara soal mangrove.
Hal ini disampaikan oleh Ramon Tungka, seorang artis sekaligus pegiat lingkungan. Dalam webinar bertajuk “Mangrove untuk Masa Depan”, beliau menyebut masyarakat minim pengetahuan soal mangrove.
“Miris. Banyak yang kurang paham soal Mangrove. Ada yang menyebutnya mango jus atau bakau jadi tembakau. Tren ‘Anak Tiri’ mangrove sedang naik. Orang enggak tahu mangrove, tapi mereka butuh,” kata Ramon dalam kanal webinar tersebut, Jumat (28/05/2021).
Kendati pemahaman masyarakat terhadap mangrove kurang, namun laju alih fungsi mangrove jadi tambak perikanan kian naik. Situasi ini tentu menimbulkan pertanyaan besar. Bagaimana bisa masyarakat mengubah lahan mangrove menjadi tambak kala pengetahuan mereka kurang?
Misalnya, wilayah pesisir dari Aceh Timur hingga ke Deli Serdang, Sumut, kehilangan tutupan mangrove sebesar 59,6 persen dalam kurun waktu 30 tahun terakhir. Hal yang sama juga terjadi di Gorontalo, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah
Penelitian: Tambak Mangrove Baik untuk Ekonomi, Jelek untuk Alam
Ada dua sebab mengapa alih fungsi mangrove menjadi tambak ini marak. Pertama, faktor ekonomi. Dalam sebuah jurnal penelitian, terdapat dampak positif tambak mangrove terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat Desa Pasar Rawa, Langkat, Sumatera Utara.
Nurhayati, peneliti, menyebut perekonomian masyarakat Desa Rawa berkembang pesat sejak 1998 hingga kini. Dalam penelitiannya, setidaknya sekitar 63,33 persen masyarakat hidup berkecukupan dari hasil tambak.
Responden penelitian tersebut adalah mereka yang bekerja sebagai buruh tambak atau memiliki tambak sendiri. Bahkan, sebanyak 70 persen mengaku dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dari sana.
Kendati demikian, berkembangnya tambak udang tidak baik bagi kondisi lingkungan mangrove. Terbukti, dalam kurun waktu 30 tahun wilayah Sumatera Utara kehilangan hampir 50 persen lahan mangrove.
Situasi semakin parah kala kebijakan pemerintah sendiri tidak mengindahkan niat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk menghentikan alih fungsi lahan mangrove.
Salah satu kebijakan tersebut adalah ekspor udang 2020-2024 hingga 250 persen. Dengan kebijakan ini, jika volume ekspor udang olahan pada 2018 sebesar 145.226 ton, maka hal itu akan meningkat pada 2024 menjadi 363.067 ton. Sedangkan udang untuk bahan baku ekspor akan naik dari 197.433 ton pada 2018, menjadi 578.579 ton pada 2024.
Ini salah satu sebab tingginya minat masyarakat dalam merubah mangrove menjadi tambak perikanan. Tak ayal, banyak yang melihat mangrove sebagai lahan kosong yang dapat menghasilkan uang.
Dalam penelitian lainnya, Nurul Fira menyebut masyarakat secara bebas mengubah mangrove menjadi tambak. Hal ini karena mangrove termasuk sumber daya pesisir yang tergolong dalam public goods, open access dan terkesan tanpa kepemilikan.
Selain itu, perkembangan zaman yang mendorong hilangnya sumber daya alam lain mendorong masyarakat untuk menggunakan sumber daya alam yang masih ada. Salah satunya mangrove.
Mangrove adalah Habitat Sehat Bagi Ikan
Faktor kedua alih fungsi lahan mangrove adalah faktor biologis mangrove. Cahyo Saparinto dalam bukunya berjudul “Pendayagunaan Ekosistem Mangrove” menjelaskan fungsi biologis mangrove bagi makhluk hidup.
Mangrove punya 3 fungsi bagi biota air laut dan air tawar. Pertama, mangrove merupakan tempat asuhan bagi binatang tersebut. Kedua, mangrove menjadi tempat mencari makan: dan ketiga, sebagai tempat berkembang biak.
Dengan kelebihan tersebut, maka habitat mangrove cocok menjadi tambak perikanan. Selain itu, hasil pohon mangrove yang telah ditebang dapat dijual sebagai kayu bakar. Ini menjelaskan betapa tingginya nilai ekonomis mangrove.
Selain baik untuk kembangbiak ikan, kayunya pun dapat dimanfaatkan. Kendati demikian, tambak mangrove punya dampak lingkungan yang luar biasa. Saparinto menjelaskan bahwa tambak perikanan dapat berdampak pada produksi perikanan di sekitar tambak.
Dalam skala besar, tambak perikanan dapat mengurangi jenis biota air laut dan air tawar di sekitarnya. Ini karena tambak tersebut mengurangi luasan habitat asal hewan-hewan tersebut.
Kemudian, rusaknya ekosistem mangrove dapat mengganggu ekosistem pesisir pada umumnya. Dampaknya, terjadi kepunahan pada jenis binatang tertentu. Misalnya, bangau dan monyet.
Dua binatang tersebut biasa mencari makan di hutan mangrove. Jika tempat mencari makannya rusak, maka ke mana mereka akan mencari makan?
Dengan demikian, terdapat dua faktor penting yang menjelaskan mengapa mangrove kerap dilirik sebagai tambak perikanan. Pertama, nilai ekonomisnya. Kedua, faktor biologis yang membuatnya subur sebagai tambak.
Sumber:
Fira, Nurul. 2017. Analisis Ekonomi Konversi Lahan Mangrove Menjadi Lahan Tambak Kecamatan Labakkang, Kabupaten Pangkep. Universitas Hasanuddin Makassar.
Nurhayati. 2018. Pengaruh Pengalihfungsian Lahan Hutan Mangrove Menjadi Tambak Udang Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Pada Masyarakat Desa Pasar Rawa Kecamatan Gebang Kabupaten Langkat. Universitas Sumatera Utara.
Karokaro, Ayat S. 2020. Hutan Mangrove, Pelindung yang Terancam dan Terabaikan. Mongabay edisi 30 Juli 2020.
Saparinto, Cahyo. 2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove. Dahara Prize, Semarang.