Kontribusi masyarakat adat dalam pencegahan krisis iklim dunia tidak dapat dianggap remeh. Berdasarkan studi terbaru, Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal terbukti mampu mengelola setengah dari lahan yang ada di dunia, serta merawat 80 persen dari keanekaragaman hayati dunia.
Kendati demikian, studi dari Rainforest Foundation Norway menunjukkan bahwa masyarakat adat dan komunitas lokal hanya menerima kurang dari 1 persen dana perubahan. Dana ini digunakan dalam rangka mencegah deforestasi dan krisis iklim.
Alexander Irwan, Direktur Regional Ford Foundation Jakarta, menyebut Indonesia punya peran penting dalam menghadapi krisis alam. Indonesia memiliki salah satu hutan tropis terbesar yang tersisa di dunia.
Menurut hasil penelitian, hutan berkontribusi sebesar 37 persen dalam target mengurangi krisis iklim. Sedangkan selama ini, kontributor terbesar dalam perawatan hutan adalah mereka masyarakat adat.
“Kita perlu mendorong agar masyarakat adat dan komunitas lokal bisa berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, dan membangun kemitraan dengan pemerintah untuk melindungi hutan tropis Indonesia,” kata Alexander Irwan.
Sebelumnya, Project Manager Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Monica Kristiani Ndoen menyebut Pemerintah Indonesia abai terhadap masyarakat adat. Khususnya dalam menghadapi krisis iklim.
“Tapi kita tahu Jokowi tidak ada sama sekali menyebutkan (peran masyarakat adat) itu, malah fokus pada carbon market, carbon pricing, dan istilah ekosistem mobil listrik yang lucu juga kalau didengar,” ujar Monica pada 2 November 2021 lalu mengutip tempo.
“Di pidato itu sendiri tak menyebutkan bahwa memang ada peran masyarakat adat dan komunitas lokal dalam menjaga emisi karbon, menjaga stok karbon di wilayah adat, mengurangi emisi karbon, menjaga wilayah adat, (dan) menjaga alam,” sambungnya.
Dunia akan Berinvestasi USD 1.7 Miliar untuk Masyarakat Adat
Melalui KTT COP26 yang berlangsung di Glasglow pada 2 November lalu, Presiden Jokowi menyampaikan komitmennya dalam penanganan perubahan iklim. Indonesia berencana melakukan rehabilitasi hutan mangrove dan lahan kritis untuk menyerap karbon bersih.
Dalam acara tersebut, Menteri lingkungan hidup Inggris, Zac Goldsmith, mengatakan bahwa masyarakat adat punya peran penting dalam perlindungan hutan. Ia menyarankan untuk berinvestasi kepada mereka demi masa depan yang lebih baik.
“Oleh karena itu mereka seharusnya menjadi jantung dari solusi darurat iklim yang berdasar pada alam. Dengan berinvestasi pada komunitas di hutan tropis dan mengembangkan hak-hak komunitas kita sekaligus melakukan penanganan kemiskinan, polusi, dan pandemi,” katanya dalam KTT COP26, mengutip siaran pers.
Selama ini, pembiayaan perubahan iklim untuk perlindungan hutan hanya sekitar USD 270 juta. Bahkan, masyarakat adat hanya menerima USD 46 juta saja. Melalui KTT COP26, dunia berkomitmen untuk berinvestasi lebih.
Negara-negara yang tergabung berkomitmen untuk mengeluarkan pembiayaan awal sebesar 1.7 miliar untuk tahun 2021-2025. Pembiayaan ini untuk membantu Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal sebagai pelindung hutan dan alam.
“Tidak akan ada solusi yang masuk akal terhadap krisis iklim tanpa pengelolaan hutan dan tanah oleh Masyarakat Adat. Mereka telah terbukti sebagai pelindung terbaik bagi hutan-hutan dunia,” ujar Presiden Ford Foundation, Darren Walker.
“Janji USD 1.7 Milyar yang historis ini adalah tantangan terhadap semua pendonor untuk mendukung dan bermitra dengan Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal dari seluruh dunia yang merupakan kunci solusi perubahan Iklim, dan kami sudah membuka jalan itu,” katanya.
Sumber:
Kamaliah, Aisyah. 2021. Kasihan, Masyarakat Adat Cuma Dapat 1% Dana Perubahan Iklim. Detik edisi 11 November 2021.
Persada, Syailendra. 2021. AMAN: Jokowi Abaikan Masyarakat Adat dalam Hadapi Krisis Iklim. Tempo edisi 2 November.
Rossa, Vania. 2021. Komunitas Lokal dan Masyarakat Adat Jadi Pelindung 80% Keanekaragaman Hayati di Dunia. Suara edisi 11 November 2021.