
Momen HUT Kemerdekaan RI di Tanah Sorong tahun ini begitu memukau. Bendera merah putih sepanjang 300 meter terbentang di Pulau Um, Kampung Malaumkarta, Distrik Makbon, Kabupaten Sorong, Papua Barat.
Acara pengibaran bendera raksasa ini merupakan bentuk warga Distrik Makbon memperingati hari kemerdekaan Indonesia. Kepala Distrik Makbon, Kabupaten Sorong, Papua Barat, Abner Paa (34), menyebut bahwa tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mempertahankan rasa nasionalisme.
“Saat ini, kita harus memanfaatkan kemerdekaan yang ada untuk membangun semua sendi kehidupan,” ujar Abner, kepada sejumlah awak media, mengutip tribun.
“Orang Papua harus menata diri, menikmati kemerdekaan dengan membangun kehidupannya, yang bermartabat dihadapan Tuhan, dan Bangsa,” sambungnya.
Baginya, kemerdekaan adalah anugerah dari Tuhan. Oleh karenanya, ia berharap bahwa warganya dapat memaknai kemerdekaan sebagai momen persatuan. Kemudian, ia mengajak untuk mengisi momen kemerdekaan dengan aktivitas yang sifatnya membangun.
“Kita yang ada ini mari mengisi kemerdekaan dengan kegiatan yang sifatnya membangun,” imbuhnya.
Makna Kemerdekaan: Perjuangan Masyarakat Adat Sejak Tahun 1500-an
Memperingati hari kemerdekaan Indonesia, Ketua Aliansi Masyarakat Sorong Raya (AMAN SR) Feki Wilson Mobalen, kembali mengingatkan posisi masyarakat adat. Ia menyebut saat ini masyarakat adat belum dapat menikmati makna kemerdekaan yang sesungguhnya.
Ia mengatakan bahwa keberadaan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Distrik Mayamuk, Kabupaten Sorong, tidak menjamin kemakmuran komunitas adat sekitar. Dengan luas 500 hektare, KEK Sorong diperuntukan untuk suplai logistik, pertambangan, dan perkebunan.
Selanjutnya, Feki mengingatkan bagaimana masyarakat Papua telah melewati 3 masa industri sejak tahun 1900-an. Pertama, zaman minyak bumi yang dimulai pada tahun 1935 pada saat Belanda mengebor minyak di Sorong.
Kedua, zaman minyak sawit yang dimulai tahun 2000-an. Dan yang terakhir adalah zaman KEK yang diresmikan 2016 lalu.
Ketua Perkumpulan Generasi Muda Malaumkarta, Terianus Kalami, pun pernah menyebut hal serupa beberapa waktu lalu. Lebih spesifik, ia menyebutkan bahwa masyarakat adat, khususnya Suku Moi, telah berjuang bahkan sejak zaman Portugis pada tahun 1511.
”Sebelum Indonesia merdeka, suku Moi sudah mengalami ancaman bahkan sejak era Portugis pada 1511. Pada 2000-an masuk kelapa sawit dan terakhir pembangunan pemerintah berupa pemekaran. Semua proyek tersebut mengambil hutan kayu dan penguasaan lahan masyarakat adat,” ujar Terianus Kalami.
Terianus mengaku bahwa masyarakat adat mendapatkan pengakuan baru-baru ini melalui Perbup Sorong tentang Petunjuk Teknis Pemetaan Tanah Adat Suku Moi tahun 2020.
Perjuangan masyarakat adat, khususnya ihwal pengakuan keberadaan mereka, terus berlanjut hingga kini. Misalnya, dengan pemutaran film demi meningkatkan kesadaran generasi muda.
Aktivis AMAN Sorong Raya melakukan pemutaran film dalam rangka meningkatkan kesadaran generasi muda. Film yang diputar antara lain berjudul, The Mahuze, Pernapasan Lahan, Manfaat Wilayah Adat, Hutan Moi untuk sawit dan Samin dan Semen.
Lantas, bagaimana masyarakat adat kedepannya?
Sumber:
Brabar, Reiner. 2021. Feki Mobalen: Masyarakat Adat Hidup Sengsara di Tanah Merdeka. Suarapapua edisi 19 April 2021.
__________. 2021. Cara AMAN Sorong Raya Tingkatkan Kesadaran Tentang Tanah Adat Kepada Masyarakat Muda. Suarapapua edisi 14 Agustus 2021.
Ferdian, Delly. 2021. Membangun Indonesia Dari Pinggiran Itu, Dimulai Dari Masyarakat Adat. Mongabay edisi 9 Agustus 2021.
Firmansyah, Nurul. 2019. Pulihkan Hak Masyarakat Adat. Mongabay edisi 3 Oktober 2019.
Raharusun, Safwan Ashari. 2021. HUT Kemerdekaan RI, Bendera Raksasa Dikibarkan di Pulau Um Sorong Papua Barat. Tribun edisi 17 Agustus 2021.