Senin 23 Agustus, Johny Kamuru selaku Bupati Sorong digugat oleh perusahaan sawit. Hal ini merupakan kepanjangan cerita dari pencabutan izin sejumlah perusahaan sawit yang beroperasi di Sorong.
Sebelumnya, Bupati Sorong mencabut 4 izin lokasi perusahaan perkebunan kelapa sawit. Perusahaan tersebut antara lain PT Inti Kebun Lestari, PT Cipta Papua Plantation, PT Papua Lestari Abadi dan PT Sorong Agro Sawitindo.
Pencabutan izin tersebut mengacu pada review dan evaluasi perizinan yang diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018 tentang moratorium sawit. Menanggapi gugatan tersebut, Bupati Sorong mendapatkan sejumlah dukungan.
Ketua Aliansi Masyarakat Adat Sorong Raya (AMAN SR) Feki Mobalen, salah satunya. Ia menyebut bahwa ini adalah bentuk penghormatan terhadap hak masyarakat.
“Kami menghargai dan mendukung keputusan pemerintah tersebut dalam kerangka pengakuan, perlindungan dan penghormatan hak-hak masyarakat adat Papua yang terdampak langsung dan tidak langsung,” kata Ketua Aliansi Masyarakat Adat Sorong Raya (AMAN SR) Feki Mobalen, mengutip betahita.
Hal senada diucapkan oleh Yan Christian Warinussy selaku Koordinator Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Dewan Adat Papua (DAP) Wilayah III Doberay Papua Barat. Yang mengatakan bahwa ia mengapresiasi apa yang dilakukan oleh Bupati Sorong.
“Atas nama Dewan Adat Papua (DAP) Wilayah III Doberay Papua Barat, selaku Koordinator Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), kami menyampaikan apresiasi yang tinggi atas kepada Bupati Sorong,” tutur Yan Christian Warinussy.
Dukungan terhadap pencabutan izin perusahaan sawit memiliki latar belakang yang jelas. Terlebih, sejak berdirinya status Papua Barat sebagai provinsi konservasi, benang merahnya semakin terlihat jelas.
Jalan Terjal Pembebasan Ancaman Industri di Tanah Sorong
Maret 2019, DPRD Papua Barat menetapkan Peraturan Daerah Khusus Provinsi Pembangunan Berkelanjutan atau disebut Perdasus Konservasi. Hal ini menetapkan Papua Barat sebagai, termasuk Sorong, sebagai provinsi konservasi.
Pencabutan izin lahan memiliki latar belakang yang jelas. Pertama, hal ini mengacu pada Melalui Deklarasi Manokwari pada tahun 2018, pemerintah Papua Barat berkomitmen untuk melakukan pembangunan secara berkelanjutan.
Papua Barat dan Papua memegang peranan penting dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2020-2024 dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2021.
Kedua wilayah tersebut masuk ke dalam Perencanaan Pembangunan Rendah Karbon (PPRK) di mana Papua dan Papua Barat berperan merealisasikan kontribusi Indonesia dalam pengurangan emisi gas rumah kaca global.
Kedua, terkait aspirasi masyarakat. Ada hal menarik yang disampaikan oleh Ketua Aliansi Masyarakat Sorong Raya (AMAN SR) Feki Wilson Mobalen, saat momen HUT RI ke 76 lalu. Ia menjelaskan bagaimana masyarakat Papua telah melalui 3 masa Industri sejak tahun 1900-an.
Tiga masa industri tersebut antara lain industri minyak dan gas tahun 1935, kemudian industri minyak sawit tahun 2000-an dan yang terkini adalah industri Kawasan Ekonomi Khusus yang baru diresmikan 2016 lalu.
Lebih khusus, Ketua Perkumpulan Generasi Muda Malaumkarta, Terianus Kalami, mengatakan bahwa masyarakat Suku Moi, telah menghadapi ancaman serupa sejak tahun 1500-an.
”Sebelum Indonesia merdeka, suku Moi sudah mengalami ancaman bahkan sejak era Portugis pada 1511. Pada 2000-an masuk kelapa sawit dan terakhir pembangunan pemerintah berupa pemekaran. Semua proyek tersebut mengambil hutan kayu dan penguasaan lahan masyarakat adat,” ujar Terianus Kalami.
Sumber:
Brabar, Reiner. 2021. Feki Mobalen: Masyarakat Adat Hidup Sengsara di Tanah Merdeka. Suarapapua edisi 19 April 2021.
Shahab, Nabiha. 2021. Transformasi Papua dan Papua Barat menuju Pembangunan Rendah Karbon. Forestdigest edisi 19 Juli 2021.
Pratama, Sandy Indra. 2021. Cabut Izin Sawit, Bupati Sorong Didukung Pemuda Adat Papua. Betahita edisi 23 Agustus 2021.
Redaksi Media Corruption Watch. 2021. Bupati Sorong Digugat karena Cabut Izin Perusahaan Perkebunan Sawit, DAP Siap Beri Bantuan Advokasi. MCW edisi 22 Agustus.