HomeKabar BintuniDambaan Berbicara Tentang Papua Tanpa Opresi

Dambaan Berbicara Tentang Papua Tanpa Opresi

Ilustrasi Kebebasan Bicara tentang Papua. Sumber: Freepik

Bintuni, BUR – Menyuarakan isu dan permasalahan atau konflik yang terjadi di Tanah Papua merupakan sebuah tantangan, yang terkadang datang dengan risiko yang cukup mengkhawatirkan. Dari beberapa kejadian, selama rentang dekade ini, banyak aksi damai tentang Papua yang harus berakhir dengan tindak kekerasan dari gabungan aparat.

Tekanan yang sama juga dilakukan terhadap aktivis maupun masyarakat yang lantang berbicara tentang konflik dan permasalahan Papua. Baru saja terjadi, seperti kami lansir dari CNN Indonesia, pada hari Minggu (7/11), terjadi ledakan di kediaman milik orang tua dari Veronica Koman, di Jakarta barat pada pukul 10.45 WIB.

Ledakan tersebut dilampirkan dengan sebuah tulisan ancaman agar Veronica Koman segera ditangkap, dengan identitas komunitas pelaku yang menamakan diri mereka Laskar Militan Pembela Tanah Air.

Veronica adalah seorang aktivis dan Pegiat HAM yang kerap menyuarakan isu kekerasan aparat terhadap masyarakat di Tanah Papua. Selain Veronica, ancaman dan teror juga kerap terjadi baik kepada jurnalis maupun aktivis lainnya.

Pada bulan Mei 2021, salah satu aktivis dan juga Anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPPB), Victor Yeimo, ditangkap oleh aparat dengan tuduhan penghasutan, ketika ia bertindak selaku orator yang memprotes perilaku rasisme terhadap mahasiswa Papua yang terjadi pada tahun 2019 di Surabaya dan Malang, Jawa Timur.

Selain itu, dilansir dari advokasi Aliansi Jurnalis Independen, pada tahun 2016, empat wartawan, yakni Christopel Paino dari media Mongabay Indonesia, Zely Ariane dari Tabloid Jubi, Wens Tebay, Majalah Asasi dan Arnold Belau dari media suarapapua.com pernah mengalami intimidasi saat saat mengambil foto dan video kegiatan unjuk rasa simpatisan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) di sejumlah tempat di Wamena dengan menggunakan telepon seluler.

Rentetan kekerasan yang terjadi bahkan tidak hanya bagi mereka yang menyuarakan kemerdekaan bagi Papua, namun juga ketika masyarakat di Tanah Papua berbondong menolak Otonomi Khusus, banyak aksi yang kemudian seolah dibungkam dengan alasan keamanan.

Pada tanggal 16 Agustus 2021, Massa Aksi Lawan Rasisme, yang menolak Otsus Jilid II yang juga menuntut dibebaskannya Victor Yeimo di Putaran Taksi Perumnas 3, Waena, Kota Jayapura dibubarkan oleh aparat. Pembubaran ini mengakibatkan Alfa Hisage dan Agus Kosay, Ketua Umum KNPB mengalami luka karena pukulan.

Papua dan Papua Barat seakan menjadi kata yang sensitif untuk diucapkan. Kebebasan berbicara maupun menyuarakan pendapat kerap mendapatkan ancaman. Tidak hanya itu, perundungan di dunia maya pun seringkali dilakukan terhadap mereka yang lantang menyuarakan ini.

Bagaimana kemudian kita bisa membangun komunikasi untuk Papua yang lebih damai, jika pihak yang sedang berkonflik tidak mau mengendurkan egonya, untuk saling mendengar, untuk membuka ruang dialog?

Redaksi Bicara Untuk Rakyat. 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments