Direktur YLBH Sisar Matiti, Yohanes Akwan mengusulkan agar pembagian hasil minyak dan gas bumi (migas) yang adil seharusnya memperhatikan formulasi yang lebih untuk daerah terdampak langsung.
“Pertama , dana bagi Hasil Migas bagi Provinsi Papua dan Papua Barat dalam rangka otonomi khusus diatur dalam UU nomor 1 tahun 2001 tentang perubahan kedua tentang UU nomor 2 tahun 2021 tentang Otonomi khusus bagi Provin Papua, peraturan pemerintah nomor 107 tahun 2021 tentang penerimaan dan pengelolaan dan pengawasan dalam rangka percepatan pembangunan di Papua, serta peraturan menteri keuangan nomor 76 tahun 2022 dengan memperhatikan UU Nomor 1 tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan Pemerintah daerah,” ungkap Akwan dalam rilis persnya.
Menurutnya, formula pembagian 70% bagian dari Papua dan Papua barat yang bersumber dari gas bumi diatur pembagiannya dalam dua skema; untuk DBH minyak bumi yang 70%, 15,5 % itu dibagi oleh pemerintah pusat dengan menggunakan UU nomor 1 tahun 2022 tentang HKPD pada pasal 117 ayat 2, dan 15,5% yang diatur dan dibagi langsung oleh pemerintah kepada daerah-daerah dengan menggunakan 5 kategori.
Pertama Provinsi mendapat bagian 2% dan kemudian kabupaten atau daerah pengasil 6,5% kemudian kab kota yang berbatasan langsung dgan daerah pengasil mendapatkan 3% kemudian kab kota lainnya dalam Prov Papua barat mendapat 3% dan lalu 1 % diberikan kepada daerah pengolah. Hal ini yang dimaksudkan 15,5% yang diatur pembagiannya oleh pusat membagi 5 kategori sisa dari 70% tadi sisa 54,5%.
“Inilah yang dibagi oleh Prov Papua berdasarkan UU Otsus nomor 2 tahun 2022 pasal 1 ayat 2 dan pasal 34 ayat 7 serta PP 107 tahun 2021 pasal 29 ayat 3 dan PMK 76 tahun 2022 pasal 19 ayat 3 dan 4 dimana pembagiannya itu harus memperhatikan prinsip adil yang di Mas’ud dgan Adila adalah daerah penghasil harus mendapat bagian lebih besar dari daerah lainya.yangbkedua prinsip transparan, yang dimasuk prinsip transparan itu merumuskan Alokasi mulai dari rancangan kesepakatan bersama atau terbitnya perdasus itu mengutamakan transparansi melalui pembahasan bersama. Kemudian yang di maksud dengan limbah adalah memastikan adanya keseimbangan fiskal antara kabupaten penghasil dengan non penghasil,” lanjut Akwan.
Berikut menurutnya, DBH ini juga hasus memperhatikan orang asli Papua, artinya orang asli Papua dan daerah tertinggal itu yang menjadi spirit pembagian, dimana pembagian ini harus di bahas secara baik, agar formulasinya memberikan rasa keadilan kepada daerah pengasil sehingga terwujud prinsip keadilan aturan SDH sangat jelas sehingga pembagiannya jangan dikaburkan.
“Pembagiannya ada didalam pasal 117 suda ada 30,5% dibagi oleh pemerintah pusat dengan menggunakan UU nomor 1 tahun 2022 pada pasal 117 ayat 3 bagian Provinsi 4 % kab pengasil 13,5% kab berbatasan langsung 6% kabupaten lainnya dalam Prov Papua barat 6 % dan 1% untuk daerah pengola.supaya cukup 30% ada 39,5% tadi yang harus diatur pembagiannya dengan menggunakan UU Otsus Nomor 2 tahun 2021 PP 107 tahun 2021 dan PMK nomor 76 tahun 2022 itu.na 39,5 ini yang harus dibagi kedalam 5 kategori daerah prov,kabupaten pengasil dan kabupaten berbatasan serta kabupaten lainnya dan kabupaten pengola..berapa bagian Provinsi itu yang harus diatur secara adil Na kita lihat formula pusat 4% saja di kasih ke provinsi 13,5 % dikasih ke daerah pengasil ini artinya bahwa kalau kita mau menggunakan formula-Formula itu ini bisa diatur secara baik tetapi ini ada terjadi perdebatan karena tim dari provinsi itu mengambil bagian lebih besar dari daerah pengasil dan daerah lainya.dan disini harus diperhatikan bahwa pembagian DBH Migas oleh provinsi harus memperhatikan 3 prinsip tadi diatas agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial karena perintah UU sangat jelas oleh sebab itu kita semua harus taat asas,” tandas Akwan.