HomeKabar BintuniUdang Bakau Teluk Bintuni Berpotensi Ekspor

Udang Bakau Teluk Bintuni Berpotensi Ekspor

Hasil panen udang jerbung atau udang bakau di Teluk Bintuni.

Kawasan mangrove Kabupaten Teluk Bintuni yang mencapai 10% dari luasan keseluruhan hutan mangrove di Indonesia, mempunyai potensi produk perikanan yang luar biasa. Ada tiga biota yang memenuhi perairan di Negeri Sisar Matiti ini. Yakni, Udang jerbung (Penaeidae), kepiting bakau (Geryonidae) dan kakap (Scianidae).

Melimpahnya produk perikanan ini, tentu memudahkan masyarakat untuk mendapatkannya. Namun sayang, produk perikanan yang sangat berpotensi untuk meningkatkan perekonomian daerah ini, masih belum bisa dimaksimalkan sebagai komoditas yang bisa menjadi nilai tambah, baik itu untuk perdagangan di dalam negeri lintas provinsi, maupun sebagai komoditas ekspor.

Contohnya saja udang jerbung atau udang bakau. Di Teluk Bintuni, udang yang dipanen oleh nelayan, berukuran besar dengan kisaran ukuran 17-21. Untuk harga pasaran di dalam negeri, di Jakarta misalnya, untuk udang dengan ukuran demikian, bisa dihargai Rp150,000-Rp250,000 per kilonya. Di Teluk Bintuni, harga udang jerbung hanya berkisar Rp60,000 per kilonya (harga pasar) dan bisa kurang dari itu jika hasil panen melimpah.

Hasil panen udang jerbung di Teluk Bintuni.

Salah satu hal yang mempengaruhi terkendalanya udang jerbung Teluk Bintuni bisa menjadi komoditas, adalah transportasi yang mahal dan sulit. Yohanes Akwan, salah satu tokoh pemerhati masalah sosial di Teluk Bintuni, mengharapkan adanya solusi seperti alat pengolahan udang dan fasilitas transportasi yang lebih memadai, agar produk perikanan di Teluk Bintuni, bisa memberikan nilai tambah bagi perekonomian masyarakat.

“Sebenarnya, jika saja ada alat transportasi yang memadai seperti truk dengan cooling box, ataupun tempat penyimpanan yang memadai, nelayan di Teluk Bintuni siap untuk suplai produk perikanan ini ke luar Teluk Bintuni, misalnya ke Jakarta dan kota lainnya. Masalahnya, belum ada yang melirik potensi ini. Dan jangan salah, kami melakukan penangkapan udang dengan cara tradisional, dengan tidak melakukan penangkapan yang berlebihan,” ujar Yohanes.

Meskipun Yohanes berharap adanya investor yang mau melirik produk perikanan ini, namun ia tidak ingin investasi tersebut bersifat serampangan dengan cara eksploitasi yang berlebihan. Memberdayakan masyarakat dan nelayan lokal tetap harus jadi poin utama dalam pemanfaatan produk perikanan ini ke depan.

“Yang menjadi kekhawatiran kami juga, jika ada investor dari luar yang datang untuk mengambil udang di sini, adalah menguras habis biota mangrove. Kami tidak mau. Jika ada, ya sifatnya dia bisa menyediakan fasilitas yang dibutuhkan, masyarakat dan nelayan lokal yang menyediakan. Skema kerjasamanya, bisa kemudian dipikirkan seperti apa. Jadi hutan dan sungai kami tetap terjaga. Jangan sampai dikuasai lagi oleh orang luar,” ungkapnya.

Yohanes berharap, Teluk Bintuni ke depannya tidak hanya mengandalkan ekploitasi gas alam maupun pertambangan, yang dampaknya sampai sekarang tidak dirasakan oleh masyarakat. Namun, produk perikanan dan perhutanan yang bisa dikelola oleh masyarakat lokal maupun masyarakat adat, bisa menjadi daya tarik tersendiri.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments