Kabar meninggalnya Tigor Silaban masih hangat. Beliau adalah seorang dokter yang mengabdi di Papua selama lebih dari 48 tahun. Karena kiprahnya, tak sedikit yang menyebutnya sebagai pejuang kesehatan, bahkan legenda.
Komitmennya untuk mengabdi pada masyarakat Papua terekam pada janji yang ia tulis tahun 1978 lalu. Ia berjanji kepada Tuhan bahwa ia akan mengabdi pada masyarakat pedalaman sebagai seorang dokter apabila ia lulus kuliah.
“Saya akan bekerja sebagai dokter di tempat yang jauh sekali dari Jakarta, dan saya akan bekerja lebih banyak di daerah-daerah pedalaman,” tulis Tigor.
Itu adalah salah satu janji seorang Tigor Silaban yang disebut sebagai pejuang kemanusiaan.
Setelah lulus pada tahun 1972 dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Tigor berangkat ke Papua pada tahun 1979. Ia melepaskan jabatannya sebagai dokter di Pertamina untuk memenuhi janjinya.
Beliau menjadi seorang tenaga kesehatan di Puskesmas Bokondini di Kabupaten Jayawijaya. Saat itu, Tigor berani menangani operasi bedah dengan risiko yang sangat tinggi. Hal ini beliau lakukan karena dokter spesialis bedah saat itu masih sangat jarang di Papua.
Semasa ia mengabdi di Papua, Tigor memiliki sejumlah pelayanan kesehatan. Setidaknya, ada 38 tanda jasa yang disematkan padanya. Salah satu program dari dr. Tigor adalah program kesehatan paralel.
Program ini melatih tenaga nonkesehatan di daerah pedalaman untuk membantu pelayanan kesehatan. Misalnya, memberikan makanan bergizi dan pencegahan terhadap nyamuk malaria. Selain itu, dokter Tigor juga membangun jaringan radio yang mempermudah komunikasi antar puskesmas.
Tigor Silaban, Anak Frederich Silaban, Meninggal Karena Covid-19
Tigor Silaban merupakan anak dari Frederich Silaban, yakni orang yang dipilih oleh presiden pertama RI, Soekarno, untuk merancang Masjid Istiqlal di Jakarta. Kini, anak dari Frederich Silaban telah membuktikan janjinya sebagai tenaga kesehatan di Papua.
Diketahui bahwa dr. Tigor Silaban meninggal pada 6 Agustus 2021 di RSUD Jayapura akibat Covid-19. Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Daeng Faqih, membenarkan hal tersebut. Beliau mengungkapkan bahwa dr. Tigor meninggal karena Covid-19.
Sebelumnya, dr.Tigor pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan Papua dan pernah bertugas di Jayawijaya, Bokondini. Selain itu, almarhum juga bertugas di wilayah lainnya seperti Yahukimo, Oksibil, dan daerah lainnya di Papua.
Saat ini, kondisi kesehatan Papua, khususnya pada masa pandemi, tidak dapat dikatakan baik. Dari 45 Rumah Sakit, terdapat 16 rumah sakit yang dijadikan RS rujukan di Papua. Sedangkan jumlah keterisian tempat tidur sudah mencapai 97 persen di masa pandemi saat ini.
Rata-rata rumah sakti di Papua berstatus C dan D dengan fasilitas dan jumlah dokter yang kurang memadai. Misalnya, di RSU Merauke, hanya punya 17 kamar khusus Covid-19. Kemudian, RSUD Mimika hanya memiliki 20 dokter umum tanpa dokter spesialis.
Pada level puskesmas, Kemenkes mencatat hampir 200 puskesmas tidak memiliki dokter. Mengutip tirto, Papua kekurangan lebih dari 3.000 tenaga kesehatan.Â
Sumber:
Fatiara Nabila. 2021. Dokter dan Pejuang Kemanusiaan Papua, Tigor Silaban, Wafat Akibat COVID-19. Kumparan edisi 7 Agustus 2021.
Irfani, Faisal. 2021. Babak Belur Fasilitas Kesehatan di Papua Melawan Covid-19 & Malaria. Tirto edisi 4 Agustus 2021.
Yulius, Yongky. 2021. Sosok Dokter Tigor Silaban, Pejuang Kesehatan Abdikan Diri di Pedalaman, Buat Janji Kepada Tuhan. Tribun edisi 7 Agutsus 2021.