HomeKabar BintuniTantangan Mangrove: Antara Krisis Pangan atau Krisis Lingkungan

Tantangan Mangrove: Antara Krisis Pangan atau Krisis Lingkungan

Ilustrasi industri perikanan. Foto: Pixabay.

Kendati terdapat metode sustainable aquaculture, lahan mangrove belum sepenuhnya aman dari eksploitasi. Saat ini, dunia tengah berada pada kondisi yang tidak menguntungkan.

Metode sustainable aquaculture yang diterapkan dalam tambak perikanan mengusung prinsip keberlanjutan (sustainable). Prinsip ini mengutamakan aspek lingkungan. Artinya, lahan dengan prinsip tersebut memiliki prioritas dalam menjaga lingkungan dan alam.

Namun, metode sustainable aquaculture tak luput dari kelemahan. Data dari Food and Agriculture Organization (FAO) menyebutkan, terdapat tren peningkatan produksi perikanan dalam sustainable aquaculture. Bahkan, mereka menyebut akuakultur dapat menjadi solusi dari krisis pangan dunia. 

Permasalahannya, kebutuhan pangan manusia kian meningkat setiap tahunnya. Selain itu, FAO juga sudah mengimbau tentang krisis pangan dunia. Hal ini disebabkan oleh peningkatan pesat jumlah manusia dan menurunnya kualitas sumber daya alam.

Saat ini, telah nampak penurunan tapak ekologis (ecological footprint) pada dunia akuakultur. Greenpeace dalam buku “Challenging the Aquaculture Industry on Sustainability”, menyebut akuakultur turut berkontribusi dalam kerusakan alam.

Misalnya, alih fungsi lahan (land conversion), emisi, biodiversity, pencemaran akibat polutan (nutrien, dan bahan kimia), dan isu lain yang berkaitan dengan konflik pemanfaatan sumberdaya air. Hal ini menyebabkan kualitas sumber daya alam menurun.

Antara Keberlangsungan dan Keberlanjutan

Terdapat hubungan kuat antara kondisi perekonomian negara dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Termasuk dalam industri perikanan Indonesia. Saat ini, hendak menggenjot sektor perikanan demi mendongkrak perekonomian.

Artinya, dalam konteks tambak perikanan, pemerintah memerlukan lahan lebih banyak untuk memproduksi hasil industri perikanan. Atau, dalam skenario lain, pemerintah membutuhkan tingkat produktivitas tinggi tanpa melakukan alih fungsi lahan, khususnya mangrove. Namun, apakah bisa?

Masih menjadi kendala adalah bagaimana menciptakan industri ramah lingkungan yang mampu memenuhi kebutuhan ekonomi. Berbeda dengan prinsip keberlanjutan, prinsip keberlangsungan mengedepankan aspek bisnis.

Persoalan tersebut masih menjadi lagu lama yang hingga kini belum nampak jalan tengahnya. Salah kaprah, bisa-bisa industri selalu dilihat sebagai perusak alam saja. Begitu pula yang terjadi pada metode perikanan akuakultur.

Meskipun menyandang status ‘berkelanjutan’, namun bukan berarti 100 persen aman bagi lingkungan. Akuakultur atau budidaya ikan memiliki dampak lingkungan yang tidak bisa disepelekan.

Demi menunjang ekosistem tambak yang baik, maka tambak membutuhkan kualitas air yang prima. Hal ini dapat diperoleh dengan dua cara. Pertama, menambahkan probiotik. Kedua, memanfaatkan ekosistem mangrove.

Misalnya, tambak dengan prinsip sustainable aquaculture hanya menggunakan 20 persen dari lahan mangrove untuk dijadikan tempat budidaya ikan. Namun, berapa banyak lahan mangrove yang akan dialihfungsikan demi ekosistem tambak yang baik?

Selain itu, keberadaan tambak pada ekosistem mangrove dapat berdampak buruk bagi ekosistem liar mangrove itu sendiri. Sebagai contoh, berkurangnya spesies hewan pada ekosistem mangrove. 

Adapun penanaman kembali mangrove sebagai green belt masih memerlukan tinjauan kembali. Salah satunya perihal keragaman biota yang ada. Maksudnya, biota mangrove merupakan salah satu bentuk perawatan kawasan bakau jangka panjang.

Dengan demikian, lahan mangrove belum aman dari pengalihfungsian lahan tambak perikanan. Termasuk tambak dengan metode berkelanjutan. Dilema keberlanjutan dan keberlangsungan masih membelenggu dunia perikanan.

Sumber:
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2015. Memaknai Dimensi Lingkungan dalam Implementasi Akuakultur Berkelanjutan.

Greenpeace International. 2008. Challenging the Aquaculture Industry on Sustainability.

Karunia, Ade Miranti. 2020. Luhut: Krisis Pangan Global Sudah Mengintai dari Jauh. Kompas edisi 30 Oktober 2020.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments