HomeKabar BintuniSerangan Umum 1 Maret, Pernyataan Eksistensi NKRI

Serangan Umum 1 Maret, Pernyataan Eksistensi NKRI

Monumen Serangan Umum 1 Maret. Sumber: Tribunnews.

Proklamasi 17 Agustus 1945, tak lantas membuat Indonesia diakui seluruh dunia. Pun Belanda yang masih menyisakan kepentingan yang begitu besar. Sengketa kedaulatan masih bertalu antara Indonesia dengan Belanda. Perlawanan baik dari kontak fisik hingga diplomasi terus menerus dilakukan oleh Indonesia, agar kemerdekaannya diakui oleh dunia internasional.

Pada tahun 1948, tepatnya tanggal 17 Januari 1948, sebuah perjanjian damai dilaksanakan antara Indonesia dan Belanda, di kapal Amerika Serikat yang bernama Renville. Perjanjian ini dilangsungkan sebagai media untuk menyelesaikan sengketa kedaulatan yang tak kunjung usai. Diwakili oleh Amir Sjarifuddin, Indonesia dan Belanda sepakat untuk melangsungkan gencatan senjata.

Namun, layaknya penjajah yang masih menginginkan tetesan gula dari jajahannya, Belanda pada tanggal 19 Desember 1948 melancarkan Agresi Militer Kedua-nya dengan tujuan delegitimasi status Indonesia sebagai negara yang berdaulat, dengan merebut Yogyakarta, yang pada saat itu menyandang status sebagai Ibu kota Negara.

Pemimpin-pemimpin pemerintahan ditangkap. Ibu kota dikuasai. Korban berjatuhan, baik dari sipil maupun militer. Indonesia tak tinggal diam. Gerilya dilancarkan oleh TNI yang pada saat itu di bawah kepemimpinan Panglima Besarr, Jendral Soedirman. Sabotase demi sabotase dilangsungkan untuk mengganggu stabilitas Belanda.

Yogyakarta Melawan

Kondisi negara yang sedang kacau, membuat TNI harus mengatur strategi untuk meneriakkan kepada dunia akan status Indonesia sebagai negara yang berdaulat. Propaganda Belanda yang pada saat itu menguasai Ibu kota, mengakibatkan eksistensi negara hampir berada pada titik nadir.

Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Raja Kasultanan Yogyakarta geram melihat kerajaannya dikuasai oleh Belanda. Hamengkubuwono kemudian menghubungi Soedirman agar sebuah operasi militer besar-besaran harus dilakukan untuk merebut kembali Ibu kota. Soedirman menyanggupi hal ini sebagai bentuk keselarasan  visi dan misi TNI untuk membuat sebuah aksi yang menyatakan Indonesia masih eksis di mata dunia.

Soedirman kemudian meminta Hamengkubuwono untuk menghubungi militer yang berada di daerah kekuasaannya dan mengumpulkan kekuatan baik dari pihak TNI maupun sipil. Hamengkubuwono pun menunjuk Letkol Soeharto sebagai perwira militer yang berada di Yogyakarta sebagai komanda tertinggi, yang memimpin serangan ini.

Tepat pada tanggal satu Maret 1949, serangan dilancarkan dari berbagai sisi Yogyakarta. Soeharto sebagai komandan, melakukan serangan dari arah barat dan menyapu hingga Malioboro, Yogyakarta. Sedangkan Letkol Ventje Sumual memimpin dari arah timur, Mayor Sardjono dari selatan dan Mayor Kusno dari Utara.

Ibu kota Yogyakarta berhasil dikuasai, meskipun hanya selama enam jam. Namun, wartawan-wartawan asing dan UNCI (United Nations Commission for Indonesia), sebuah badan bentukan PBB untuk Indonesia, menyiarkan serangan ini. Kedaulatan Indonesia yang hampir pupus oleh propaganda Belanda, kini mulai dipulihkan kembali. Serangan Umum 1 Maret 1949, merupakan pernyataan eksistensi Indonesia kepada dunia, sekaligus sebuah serangan balasan atas Agresi Militer Belanda yang mengangkangi Perjanjian Renville.

Diambil dari berbagai sumber.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments